Langsung ke konten utama

Ida Budhiati, Mantan Anggota KPU-DKPP yang Rajin Memberikan Edukasi Pemilu



Bicara pemilu, sulit untuk melupakan sosok Ida Budhiati. Perempuan asal Semarang ini cukup lama berkecimpung di lembaga penyelenggara pemilu. Mulai KPU (Komisi Pemilihan Umum) hingga DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Nah, apa kesibukannya setelah tak lagi di dua lembaga tersebut?

Setelah selesai di DKPP RI tahun 2022, apa aktivitas ibu sekarang?

Saya mengajar di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Jadi aktivitasnya ya mengajar di kampus, kemudian diskusi sama mahasiswa. Terus melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dan melakukan penelitian, menulis jurnal ilmiah. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat banyak tuh yang masih berkaitan dengan isu pemilu dan demokrasi.

Misalnya apa saja?

Kita masih sering bekerja sama dengan KPU, Bawaslu, DKPP, membangun awareness masyarakat dalam bentuk kegiatan pendidikan pemilih untuk berpartisipasi melakukan pengawasan. Kemudian melakukan advokasi representasi keterwakilan perempuan bersama dengan para penggiat pemilu. Juga menjadi tim seleksi untuk rekrutmen penyelenggara di tingkat provinsi. 

Puluhan tahun duduk di penyelenggara, lalu sekarang kembali ke masyarakat, bagaimana rasanya? 

Sebetulnya penyelenggara pemilu itu representasi dari masyarakat sipil. Isu yang dikerjakan sama. Bedanya adalah, pada saat menjabat itu punya otoritas, punya kewenangan untuk mengambil kebijakan. Dan nilai plusnya adalah mendapat fasilitas dari negara. Nah, ketika sudah bukan penyelenggara masih pada isu yang sama. Bedanya bukan pemegang otoritas, hanya kelompok penekan. Kemudian tidak ada fasilitas dari negara. Sebetulnya bagi saya pemilu dan demokrasi itu pekerjaan ideologis, ada fasilitas atau tidak ada fasilitas negara, itu bagian dari garis perjuangan.

 Lebih nyaman sebagai penyelenggara atau peran di luar? 

Ya masing-masing punya plus minus. Kalau kita duduk pada jabatan, kan kita pemegang otoritas. Kita bisa mengambil keputusan yang kemudian mengikat banyak orang. Nah ketika tidak memegang jabatan, ya hanya bisa menyampaikan aspirasi. Aspirasi kan bisa diakomodir, bisa tidak diakomodir.

Eks penyelenggara pemilu banyak terjun di politik praktis. Kenapa memilih di masyarakat sipil?

 Kalau saya ini menjiwai ilmu pengetahuan yang saya miliki gitu ya. Bahwa organisasi negara ini terbentuk atas kehendak kita ini, individu-individu. Bagaimana negara ini diurus. Harus terus dibangun dialektika, ada komunikasi politik gitu dengan saluran-saluran yang tersedia.

 Ada keresahan?

Saya melihat gap antara regulasi undang-undang dengan budaya hukum masyarakatnya. Jadi kita ini kan 32 tahun hak sipil politik dibatasi. Begitu kran demokrasi dibuka, ini perlu ada intervensi negara untuk membangun kesadaran kritis masyarakatnya. Bagaimana masyarakat menyambut keterbukaan informasi, menyambut hak untuk berekspresi, menyambut perlindungan terhadap hak-hak warga negara. Ini yang saya lihat gapnya itu masih sangat besar. Maka kerja-kerja edukasi, pendidikan ini sangat menarik untuk membangun kesadaran masyarakat. Bagaimana masyarakat memahami kedudukannya dalam sistem bernegara, bagaimana melakukan check and balances bahwa para penyelenggara negara itu menempatkan warga negara itu sebagai subyek bukan sebagai obyek.

 Problem lainnya apa?

Problem yang lain kita bisa lihat di Mahkamah Konstitusi. Berapa perkara yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi terkait dengan persoalan aspek formal dan material undang-undang produk legislasi. Itu kan sebenarnya juga satu indikator bahwa masih ada problem dengan sistem politik demokrasi, bahwa esensi berdemokrasi itu pengambilan keputusan dan harus melibatkan partisipasi masyarakat, menempatkan masyarakat itu sebagai subyek.

Ibu pernah daftar jadi hakim konstitusi. Apa alasannya?

Saya merasa punya pengetahuan untuk terlibat, untuk memberikan proteksi dari dimensi hukum dari cabang kekuasaan yudikatif. Maka kemudian saya mencoba untuk ikut seleksi (calon hakim Mahkamah Konstitusi). Kan sebetulnya isunya masih sama. Kerja di pemilu itu kan juga sebetulnya sangat mulia ya. Karena kerja di pemilu itu representasi negara untuk menjamin pelaksanaan hak konstitusional, khususnya hak sipil di politik. Nah kalau di MK itu kan lebih luas lagi ya, produk-produk hukum yang dinilai tidak sejalan dengan konstitusi bisa dikoreksi.

 Ada keinginan balik ke salah satu institusi negara atau memang nyaman di posisi sekarang?

Prinsipnya kalau masih ada ruang kesempatan, diberikan kesehatan, panjang usia, pastilah saya sebagai warga negara Indonesia ingin mengabdikan diri kepada negara, apapun kedudukannya. Sebagai warga negara biasa atau mungkin dapat kesempatan untuk berkiprah di lembaga-lembaga formal, prinsipnya ya itulah. (far/bas)

Tulisan ini terbit di Jawa Pos edisi 10 Mei 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً ...

Musikalisasi Lutung kasarung :Dikemas Modern, Relevan dengan Generasi Kekinian

  Musikalisasi Lutung Kasarung membuktikan bahwa sentuhan modernisasi dapat membuat cerita rakyat tetap relevan dan dinikmati lintas generasi. LUTUNG Kasarung adalah satu dari sekian kisah klasik yang kerap ditampilkan dalam pentas musikal. Namun, kolaborasi Indonesia Kaya-EKI Dance Company memiliki perspektif yang lebih modern. Musikalisasi Lutung Kasarung yang dipentaskan di Galeri Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta itu menyuguhkan kisah legendaris dengan sentuhan lebih segar. Konsepnya dapat memikat generasi muda tanpa meninggalkan akar budaya dan pesan moral. Mengambil latar Kerajaan Pasir Batang, pertunjukan itu mengisahkan seekor monyet ajaib yang menolong Putri Purbasari. Alur klasik itu berkelindan dengan properti canggih di panggung. Salah satunya kehadiran layar LED yang membangun nuansa hutan rimbun, istana, dan dinamika suasana lewat teknologi proyeksi visual. Musik pun begitu. Bebunyian khas Sunda dan musik lain berpadu harmonis dengan irama elektronik serta o...