Langsung ke konten utama

Hanya Demi Solidaritas Semu

Peristiwa tawuran antar pelajar yang berujung pada jatuhnya korban kembali terjadi di Sleman, Yogyakarta. Ulah brutal “kaum terdidik” ini bukan hanya menodai citra Jogja sebagai kota pelajar, melainkan juga mencederai wibawa pendidikan sebagai wadah pencetak intelektual (bukan pencetak preman). Jika tidak ada upaya strategis dari komponen terkait, peristiwa serupa niscaya akan terus terulang kembali.
Di Indonesia, tawuran antar pelajar seolah sudah menjadi budaya tersendiri. Ini tidak lepas dari “keberhasilan” para senior mentransformasikan benih-benih permusuhan kepada adik-adiknya. Seluk-beluk sejarah permusuhan antar sekolah sudah diajarkan tanpa komando. Sekolah mana yang kawan, sekolah mana lawan dikenalkan secara fasih. Dan semua itu terjadi di tengah “kegagalan” para guru dalam menanamkan nilai-nilai persaudaraan kepada para siswa.
Ditinjau dari segi usia, para pelajar berada pada kelompok umur remaja, yakni fase di mana seseorang belum bisa berfikir matang. Akibatnya, dokrinasi yang dilakukan senior bisa dengan sangat mudah diterima. Terlebih jika dokrinasi tersebut disangkutpautkan dengan istilah-istilah yang berbau “fantisme sempit” dan “solidaritas semu”. Bagi orang-orang seusia mereka, dituduh banci, penakut, tidak setia kawan dan lain sebagainya adalah hal yang memalukan. Jadi jangan heran, jika siswa yang penakut bisa mendadak berani, yang baik bisa mendadak brutal.
Langkah kepolisian Sleman menetapkan beberapa oknum siswa yang terlibat tawuran sebagai tersangka sudahlah tepat. Nilai-nilai keadilan memang harus diajarkan sedini mungkin. Mereka harus dikenalkan pentingnya arti sebuah tanggung jawab, bahwa ada orang lain yang menjadi korban atas perbuatan yang mereka perbuat. Asal dilakukan secara proporsonal dan sesuai peraturan hukum yang ada, “kriminalisasi anak” bukanlah hal yang keliru.
Tapi persoalan tidaklah selesai sampai di situ. Di sisi lain, pemerintah, guru dan orang tua juga harus kembali menginstropeksi diri. Pemerintah sebagai pemegang kendali atas kondisi lingkungan sosial, guru sebagai ujung tombak dalam mencipatakan manusia-manusia yang berkepribadian, dan orang tua sebagai pengawal utama siswa terbukti telah gagal menjalankan tugasnya.
Oleh karenanya, ketiga elemen tersebut harus kembali memaksimalkan tugasnya masing-masing. Karena walau bagaimanapun, suatu saat tongkat kepemimpinan bangsa ini akan sampai dipundak mereka. Lalu, apakah kita menghendaki bangsa ini dipegang oleh generasi yang mengedepankan kebrutalan? Nah, masih ada waktu untuk memperbaiki dan menyiapkan semuanya.

Tulisan ini dimuat Harian Jogja edisi Selasa, 24 Juni 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً ...

Musikalisasi Lutung kasarung :Dikemas Modern, Relevan dengan Generasi Kekinian

  Musikalisasi Lutung Kasarung membuktikan bahwa sentuhan modernisasi dapat membuat cerita rakyat tetap relevan dan dinikmati lintas generasi. LUTUNG Kasarung adalah satu dari sekian kisah klasik yang kerap ditampilkan dalam pentas musikal. Namun, kolaborasi Indonesia Kaya-EKI Dance Company memiliki perspektif yang lebih modern. Musikalisasi Lutung Kasarung yang dipentaskan di Galeri Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta itu menyuguhkan kisah legendaris dengan sentuhan lebih segar. Konsepnya dapat memikat generasi muda tanpa meninggalkan akar budaya dan pesan moral. Mengambil latar Kerajaan Pasir Batang, pertunjukan itu mengisahkan seekor monyet ajaib yang menolong Putri Purbasari. Alur klasik itu berkelindan dengan properti canggih di panggung. Salah satunya kehadiran layar LED yang membangun nuansa hutan rimbun, istana, dan dinamika suasana lewat teknologi proyeksi visual. Musik pun begitu. Bebunyian khas Sunda dan musik lain berpadu harmonis dengan irama elektronik serta o...