Pagelaran Piala AFF 2014 tinggal menghitung
hari. Indonesia, seperti biasanya memasang target juara pada pesta sepak bola
se-Asia Tenggara tersebut. Maklum, dari sembilan kali kesempatan, tim garuda
belum sekalipun merasakan manisnya juara. Sayangnya, tingginya target tersebut
tidak berbanding lurus dengan persiapan yang dilakukan.
Hingga detik ini, atau bahkan hingga seminggu
ke depan, skuad timnas senior yang tengah melakukan pelatnas belum juga utuh. Dari
35 nama yang dipanggil, hanya 11 nama yang sudah berlatih bersama dalam tiga
minggu terakhir. Alhasil, beberapa pemain jebolan Timnas U-19 yang baru saja
tiba di tanah air pun dipaksa ikut “menemani” senior-seniornya berlatih.
Molornya jadwal ISL –yang merupakan buntut
penyelenggaraan Pemilu dan Piala Dunia di pertengahan tahun lalu adalah
penyebabnya. Sebagian besar pemain timnas pun masih berjibaku membela klubnya
merengkuh title ISL 2014 hingga 8 November mendatang. Sisa-sisa tenaga pasca
“pertempuran” inilah, yang nanti akan digunakan di Vietnam besok. Jadi wajar, dalam beberapa kesempatan, Alfred
Riedl mengeluhkan persiapan timnas yang tidak ideal. Dengan besarnya target yang
diberikan PSSI di pundaknya, semestinya PSSI memberikannya waktu cukup untuk
mempersiapkan tim.
Persoalan semacam ini, sebetulnya bukan
persoalan baru yang menimpa timnas senior Indonesia. Dalam kurun sepuluh tahun
terakhir, tercatat hanya sekali saja Timnas senior dipersiapkan secara serius
dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni Piala Asia 2007. Ivan Kolev, pelatih
timnas kala itu diberikan waktu empat bulan untuk menggembleng Budi Sudarsono
cs. Hasilnya pun cukup menggembirakan. Meski gagal lolos fase grup, timnas saat
itu mampu bersaing dengan raksasa-raksasa sepakbola Asia seperti Bahrain, Arab
Saudi dan Korea Selatan. Tidak hanya itu, penampilan Elie Aiboy dkk juga mampu
menumbuhkan kembali euforia masyarakat akan timnas yang telah lama mati suri.
Integrasi Liga ASEAN.
Di Eropa, persoalan seperti ini nyaris jarang
ditemukan. Hal ini tidak terlepas dari sistem pengelolaan liga yang rapih dan
terintegrasi antar berbagai negara di Eropa. Dalam sepekan, setiap klub di diberikan
jatah bermain yang sama, di akhir pekan. Liga pun akan serempak libur, jika ada
jadwal pertandingan internasional, entah itu kualifikasi UEFA Cup, atau sebatas
pertandingan persahabatan.
PSSI dan PT Liga Indonesia, sudah saatnya
mengusulkan sistem pengelolaan liga yang terintegrasi di kawasan Asia Tenggara
(AFF), atau bahkan Asia (AFC). Akan sangat menarik, jika liga di kawasan ASEAN
berjalan serentak seperti Eropa. Hal yang sama juga berlaku di level tim
nasional. Libur kompetisi yang juga berjalan serentak bisa dimanfaatkan
penyelenggaraan kompetisi level ASEAN semisal Piala AFF. Dan bukan hal yang
mustahil, kompetisi antar klub ASEAN yang sudah diwacanakan beberapa tahun
terakhir bisa direalisasikan.
Jika ini terealisasikan, sepak bola ASEAN akan lebih
kompetitif, dan tidak lagi dipandang sebelah mata. Karena prestasi tim nasional
akan selalu berbanding lurus dengan kualitas kompetisi, di mana para pemain
mengembangkan potensinya. Keberhasilan Jerman mengelola kompetisi yang berujung
pada kesuksesannya di level timnas adalah bukti rill yang bisa kita lihat.
Kembali ke Timnas Indonesia. Terlepas dari
berbagai macam “belenggu kesulitan” yang menjerat persiapannya, kita berharap
Boaz cs bisa menyudahi puasa gelar Timnas Indonesia. Karena bola masih bundar,
sehingga apapun masih mungkin terjadi.
Comments