Keteladanan hidup Presiden dan Ibu Negara ke-3 RI, Habibie dan Ainun, tak henti-henti menginspirasi. Dari buku, film trilogi, kini kediaman pribadinya dibuka untuk publik. Menghadirkan pengalaman tur sejarah yang penuh makna. Lima hari pertama pendaftaran dibuka, sepuluh ribu orang lebih, dari dalam dan luar negeri, masuk daftar antrean.
Rumah adalah tempat di mana hati kita berada. Cermin kepribadian
seseorang, juga terlihat dari rumahnya. Lebih dari adagium itu, kediaman
pribadi pasangan inspiratif Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hasri Ainun Besari
sarat nilai-nilai kehidupan.
Kediaman pribadi yang kini menjadi Wisma Habibie & Ainun dan
dibuka untuk publik secara eksklusif mulai 1 Februari itu benar-benar
mencerminkan sosok keduanya. Yakni, cinta, intelektual, demokrasi, dan
religiusitas. Nuansa itu sangat kuat terasa di berbagai sudutnya, saat Jawa Pos
berkesempatan mengunjunginya, di kawasan Patra Kuningan, Jakarta pekan lalu
(22/2).
Ketika pintu pertama dibuka, kenegarawanan Habibie langsung
menyeruak. Para pengunjung -yang disebut dengan istilah cucu intelektual-
disuguhi lobi Bhinneka Tunggal Ika. Sebuah ruang dengan lima sisi yang
menampilkan elemen budaya lima kepulauan besar di Indonesia. Yakni Sumatera,
Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur.
Tepat di tengahnya terdapat lingkaran simbol laut dengan
biotanya di bagian lantai, dan flora fauna di atas menyatu dengan udara.
Beranjak ke pintu kedua, pengunjung disuguhi Serambi. Sebuah lantai memanjang
di teras belakang, yang terdapat enam simbol agama di Indonesia pada
dindingnya.
Tepat di tengah-tengahnya, terdapat jalan menuju perpustaakaan
pribadi yang terinspirasi dari kisah membelah laut Nabi Musa. Sebagai ilustrasi
laut, di sisi kanan dan kirinya, terdapat kolam ikan berukuran cukup besar dan
tinggi dengan material kaca. Airnya terkoyak-koyak bagai lautan.
Jalan penyambung serambi dan pepustakaan yang disebut ”jembatan
pencerahan” itu, memiliki pesan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
harus sejalan dengan iman dan takwa (imtak). Prinsip yang sangat kental melekat
dalam sosok Habibie.
Perpustakaan -yang memuat 5.000 koleksi buku-, juga tak lepas
dari nilai-nilai filosofi. Di sisi meja rapat, pada bagian atas, Ainun
mendesain atap dengan motif bunga truntum yang memiliki makna tempat orang
berkumpul. Juga dikombinasikan dengan bukaan cahaya ilahi dengan motif bunga
matahari.
Tak hanya perpustakaan yang mengundang kekaguman, di sisinya
terdapat taman intelektual. Di tengah taman, Ainun menanam pohon siwalan atau
lontar sebagai simbol kebermanfaatan. Sebab, apa yang ada pada pohon tersebut,
semuanya dapat dimanfaatkan.
Selain ideologi dan filosofi, elemen cinta juga kuat terasa.
Foto-foto kebersamaan Habibie dan Ainun menempati banyak sudut. Hangat dan
romantis.
Beranjak ke pendopo, terdapat aula yang menjadi tempat penting
dalam sejarah bangsa Indonesia. Di situ, keputusan politik Habibie diambil
dalam menghapus pasal-pasal otoritarian yang membawa Indonesia ke alam
demokrasi pada 1998.
Dibuka
untuk Tunaikan Amanat Ainun
Keputusan membuka Wisma Habibie-Ainun kepada publik melalui
proses diskusi keluarga. Salah seorang cucu Habibie, Archie Wirija menjelaskan,
ketika perpustakaan didirikan pada 2009, Ainun menulis sebuah pesan dalam
plakat peresmiannya agar rumah ini dapat memberikan manfaat bagi bangsa. ”Dari
visi Eyang Ainun itulah, keluarga mengejawantahkan pada 2025 ini kami buka
untuk publik,” ujar Archie.
Namun demi memastikan apa yang ditinggalkan tetap terjaga baik
dan untuk memberi kesan yang lebih impresif, pembukaan dilakukan secara
terbatas. Dalam sepekan, hanya dibuka di hari-hari tertentu. Dalam sehari
dibagi tiga sesi. Pagi, siang, dan sore.
Pengunjung yang mengikuti tur akan dibawa dalam perjalanan yang
dipandu oleh storyteller. Para cucu intelektual tidak hanya mendengar kisah
tentang Habibie dan Ainun, tetapi juga memahami makna di balik setiap elemen
rumah ini. ”Di sini kita tidak sekadar melihat, tapi diajak berpikir kenapa
arsitekturnya begini? Apa maknanya?” jelas Archie.
Yang juga menjadi pembeda, setiap sesi menghadirkan interaksi
langsung dengan keluarga. ”Setiap hari akan ada satu anggota keluarga yang
hadir, memberi personal touch kepada para pengunjung,” kata Archie.
Selain itu, setiap peserta juga akan mendapatkan kenang-kenangan
eksklusif dari rumah eyang, serta refreshment dengan minuman dan camilan khas.
”Kami ingin para cucu intelektual yang datang ke sini mendapatkan inspirasi
untuk hidup yang lebih bermakna,” kata Putri Habibie, yang juga merupakan salah
seorang cucu Habibie.
Dari perpustakaan yang dipenuhi buku-buku tentang peradaban dan
sejarah, hingga arsitektur yang menyiratkan nilai-nilai kehidupan, setiap sudut
rumah ini dirancang dengan penuh pemikiran. Salah satu yang menarik adalah
kolam yang terinspirasi dari kisah Nabi Musa dan Laut Terbelah. ”Rumah ini
bukan sekadar tempat tinggal, tetapi representasi dari visi dan nilai-nilai
Eyang,” tambah Putri.
Sejak pertama kali dibuka, antusiasme masyarakat sangat tinggi.
Dalam lima hari pertama, lebih dari 10.000 orang mendaftar untuk mengikuti tur
sejarah. Sehingga pendaftaran sempat ditutup sementara. Hingga akhir Februari,
sudah 800 cucu intelektual yang bisa berkesempatan masuk.
”Ada yang dari Tiongkok, Prancis, Jepang, dan mereka sangat
terkesan. Beberapa bahkan menangis karena merasa terhubung dengan sosok Eyang,
meski belum pernah bertemu secara langsung,” ujar Putri.
Siapkan Tur Ramadan 12 Maret
Momen spesial akan hadir pada 12 Maret 2025. Wisma Habibie-Ainun
menggelar tur eksklusif bertajuk ”Tur Imtak” yang mengangkat nilai keimanan dan
ketakwaan dalam perjalanan intelektual Habibie. ”Kami ingin menggali bagaimana
nilai-nilai Islam menginspirasi Eyang dalam ilmu pengetahuan,” jelas Archie.
Acara tersebut akan menghadirkan diskusi intelektual tentang
peradaban Islam dan penemuan ilmuwan Muslim seperti Abbas bin Firnas, yang
berkontribusi pada dunia penerbangan, bidang keilmuan yang ditekuni Habibie.
”Kami ingin menghadirkan pengalaman yang intimate, bukan sekadar tur, tapi juga
refleksi spiritual,” kata Putri. Kuotanya terbatas hanya untuk 60 orang.
Melihat respons luar biasa dari pengunjung, keluarga berencana terus mengembangkan pengalaman di Wisma Habibie & Ainun. Salah satu rencana besar adalah digitalisasi koleksi perpustakaan agar lebih banyak orang bisa mengakses warisan intelektual Habibie. ”Kami juga akan menghadirkan elemen multimedia, termasuk video-video dokumentasi pribadi keluarga yang belum pernah dipublikasikan,” tutur Archie.
Suguhan Istimewa Es Kelapa Cincau dan Kerupuk Gosong
Salah satu elemen yang membuat historical tour ini begitu
istimewa, pengunjung merasakan pengalaman seperti sedang bertamu ke rumah Eyang
Habibie dan Ainun. Tidak hanya mendengar kisah kehidupan beliau dari
orang-orang terdekat, tetapi juga mencicipi suguhan khas yang dulu selalu
disajikan kepada para tamu dan kolega Habibie-Ainun.
Yakni, minuman segar es kelapa cincau, resep Ainun yang
diteruskan kepada Sigit, butler setia keluarga yang telah bekerja lebih dari 30
tahun. Bagi keluarga Habibie, es kelapa cincau bukan sekadar minuman Pelepas
dahaga, tetapi simbol kehangatan dan keramahtamahan.
Dulu, Ainun selalu menyajikan minuman ini kepada tamu istimewa
yang berkunjung ke rumah mereka. Kini, pengunjung atau cucu-cucu intelektual
pun mendapatkan kesempatan yang sama, merasakan sambutan khas yang pernah
dinikmati oleh para sahabat dan kolega Habibie. ”Kami ingin pengunjung tidak
sekadar masuk museum, tetapi benar-benar seperti bertamu ke rumah eyang,
ngobrol dengan kami, cucu-cucunya,” ujar Putri Habibie.
Tak hanya es kelapa cincau, ada satu camilan yang mungkin
terdengar tidak biasa, namun justru sarat makna: kerupuk gosong. Ya, kerupuk
yang sengaja digoreng hingga tingkat kematangan tertentu ini adalah favorit
Habibie. ”Ini bukan sekadar kerupuk biasa. Ini adalah kerupuk dengan tingkat
kematangan yang eyang Rudy (sapaan Habibie) paling suka,” imbuhnya.
Mungkin bagi sebagian orang, kerupuk gosong dianggap sebagai
hasil masakan yang kurang sempurna. Namun, di rumah Habibie-Ainun, itu simbol
kesederhanaan dan selera unik seorang tokoh besar. ”Siapa tahu, ibu-ibu di
rumah bisa menjadikan ini pembelaan kalau masak kerupuknya gosong,” canda
Putri.
Reaksi para pengunjung terhadap sajian itu pun kebanyakan
terkejut sekaligus tersentuh. Salah satu yang cukup lucu, ada pengunjung yang
begitu menyukai kerupuk gosong hingga terus-terusan mengambilnya. ”Dia lahap
banget, bilang enak sekali, dan akhirnya ikut tur sambil terus membawa camilan
ini,” cerita Putri, lantas tertawa.
Hal-hal kecil seperti itu, menurut keluarga Habibie, justru yang
paling membekas di hati para pengunjung. Tur ini tidak dirancang untuk
menampilkan kemewahan atau kejayaan masa lalu, tetapi untuk menghadirkan
kehangatan yang pernah dirasakan oleh orang-orang terdekat Habibie dan Ainun.
Saat duduk di ruang makan, menyeruput es kelapa cincau, dan
menggigit renyahnya kerupuk gosong, cucu-cucu intelektual seakan diajak
melintasi waktu, merasakan apa yang dirasakan oleh tamu-tamu yang pernah hadir
di rumah ini. Mereka bukan hanya menyerap inspirasi, tetapi juga merasakan
pengalaman yang intimate dan terhubung, seolah benar-benar sedang bertamu ke
rumah Eyang Habibie dan Ainun. (far/nor)
Terbit di Jawa Pos edisi 2 Maret 2025
Komentar