Langsung ke konten utama

Ketika Laos Tak lagi Dikalahkan


Saya baru menyadari betapa terbatasnya kosa kata dalam Bahasa Indonesia ketika saya menulis artikel ini. Sebuah artikel yang saya tulis sesaat setelah melihat partai perdana timnas Indonesia di ajang Piala AFF tahun ini. Saya tertegun dan berfikir, tampaknya tidak ada kata atau kalimat yang bisa mewakili perasaan saya melihat hasil dari pertandingan tersebut. Sedih, kecewa, marah, semua bercampur menjadi satu tanpa bisa dituangkan dalam kalimat, entah perasaan apa yang menggandrungi batin saya tersebut.
Masih teringat betul dalam benak saya ketika dua tahun lalu gol dari M. Ridwan, Irfan Bachdim ,Arif Suyono, Okto Maniani ditambah dua gol Firman Utina menghujam gawang Laos secara bergantian. Seolah menjelaskan kita betapa mudahnya melewati sebuah pertandingan melawan tim sekelas Laos. Dan hasilnya Indonesia menjungkalkan Laos enam gol tanpa balas di Jakarta, sekaligus memastikan langkah garuda ke semifinal setelah sebelumnya menghajar Malaysia 5-1.

Tapi apa saya saksikan kini jauh berbeda, untuk bermain imbang saja 240 juta penduduk Indonesia perlu “bersenam jantung” hingga menit terakhir. Kedatangan rombongan pemain londho(Belanda) nyatanya tidak mampu memberikan dampak yang signifikan. Pertanyaan pun muncul dalam benak saya, apakah itu terjadi karena Laos yang berkembang pesat? ataukah karena kita yang berjalan mundur? Saya rasa jawabanya adalah benar dua-duanya.
Lupakanlah sejenak ketika 21 tahun lamanya timnas Indonesia puasa gelar. Lupakanlah sejenak kekalahan terbesar(10-0) sepanjang sejarah yang dialami Indonesia atas Bahrain beberapa bulan lalu. Dan lupakanlah sejenak, ketika untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Indonesia memiliki dua tim nasional. Dan lupakanlah sejenak pula ketika peringkat terburuk sepanjang sejarah tengah dialami Indonesia dalam rangking FIFA. Karena kini sejarah baru telah tercipta. Ya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Laos mampu menahan(dibaca:hampir mengalahkan) Indonesia di level senior. Ya, Laos. Suatu negara yang kerap kita jadikan lumbung gol dan memudahkan striker kita memperoleh gelar top skor.
Itulah rentetan sejarah kelam sepak bola nasional yang sanggup diciptakan “pemangku kebijakan” di tahun 2012 ini. Semua itu terjadi bukan karena salah pelatih atau pemain. Perjuangan mereka membela tanah air ditengah sikap abnormal yang dipertontonkan petinggi mereka adalah sesuatau yang patut di apresiasi. Karena jika kita berbicara hasil, itu tidak lepas dari peran manajemen dalam membangun tim tersebut. Dan kita semua sepakat jika kenistaan ini terjadi akibat bara konflik berkepanjangan yang dilakukan PSSI dan KPSI dalam 2 tahun terakhir. Sebuah “drama” tidak bermutu dan kontra produktif yang harus dibayar dengan harga diri bangsa ini. Jika kondisi tersebut tidak berubah, bersiaplah kita untuk menerima hal yang mungkin lebih buruk dari saat ini.
Dalam kondisi seperti ini, Jauh Panggang Dari Api jika kita mengharapkan PSSI akan memberikan prestasi bagi sepak bola Indonesia. Andaikan mereka mau mengakhiri konflik saja mungkin kita sudah berbahagia. Sebagai pecinta mati sepak bola nasional tentu saya tidak pernah mengenal kata bosan dalam menghimbau PSSI-KPSI untuk segera meninggalkan kepentingan kelompok demi kepentingan bangsa. Alangkah baiknya jika tenaga yang tercecer untuk konflik horizontal tersebut digunakan untuk bahu-membahu memajukan sepak bola Indonesia.
Diluar itu semua, Indonesia masih menyisakan dua laga sisa melawan Singapura dan tuan rumah Malaysia. Apapun itu dan siapapun kita, sebagai masyarakat Indonesia kita perlu berdoa agar Indonesia bisa menang dan lolos ketahap selanjutnya. Sebuah keajaiban yang kita harapkan, meskipun terbalut dengan perasaan skeptis. Ya, Semoga saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً ...

Musikalisasi Lutung kasarung :Dikemas Modern, Relevan dengan Generasi Kekinian

  Musikalisasi Lutung Kasarung membuktikan bahwa sentuhan modernisasi dapat membuat cerita rakyat tetap relevan dan dinikmati lintas generasi. LUTUNG Kasarung adalah satu dari sekian kisah klasik yang kerap ditampilkan dalam pentas musikal. Namun, kolaborasi Indonesia Kaya-EKI Dance Company memiliki perspektif yang lebih modern. Musikalisasi Lutung Kasarung yang dipentaskan di Galeri Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta itu menyuguhkan kisah legendaris dengan sentuhan lebih segar. Konsepnya dapat memikat generasi muda tanpa meninggalkan akar budaya dan pesan moral. Mengambil latar Kerajaan Pasir Batang, pertunjukan itu mengisahkan seekor monyet ajaib yang menolong Putri Purbasari. Alur klasik itu berkelindan dengan properti canggih di panggung. Salah satunya kehadiran layar LED yang membangun nuansa hutan rimbun, istana, dan dinamika suasana lewat teknologi proyeksi visual. Musik pun begitu. Bebunyian khas Sunda dan musik lain berpadu harmonis dengan irama elektronik serta o...