Proses
penyampaian pesan atau lebih dikenal dengan istilah komunikasi merupakan
kegiatan, bahkan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan manusia. Dengan
komunikasi itulah dialektika atau interaksi manusia sebagai wujud makhluk
sosial bisa berjalan dengan semestinya. Dalam praktiknya, keefektifan sebuah
proses komunikasi sangat bergantung dari sejauh mana upaya yang dilakukan
komunikator, selain dari kondisi kumunikan dan situasi yang ada disekitarnya.
Secara umum,
indikasi komunikator yang baik adalah apabila pesan yang disampaikanya mampu
diterima secara sempurna komunikan. Dan harapan dari tersampainya pesan adalah
adanya feedback atau pengaruh bagi komunikan, baik diranah kognitif,
afektif maupun konatif.
Di dalam ajaran
islam, kesempurnaan seorang komunikator tidak sebatas pada sukses atau tidaknya
pesan tersebut disampaikan, tapi menyangkut juga perihal isi pesan tersebut.
Jika sesuatu yang buruk sukses disampaikan seorang komunikator kepada
komunikan, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah proses komunikasi yang
baik. Dalam islam komunikasi yang baiak adalah komunikasi yang memberikan
pengaruh baik bagi penerimanya.
Berangkat dari
pemaparan diatas, keberadaan komunikator yang mampu memahami nilai-nilai islami
menjadi urgent. Tapi yang menjadi persoalan, indikasi apa yang bisa
menjelaskan seorang komunikator layak di kategorikan komunikator yang islami?
Untuk menjawab persoalan tersebut, kita membutuhkan landasan yang bisa
merepresentasikan seperti apa komunikasi yang islami. Dan dalam hal ini
Al-Quran dan Haditslah yang bisa menerangi persoalan yang baru kami kemukakan.
Dalam berbagai
literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis
gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah,
prinsip, atau etika komunikasi Islam, yaitu:
1.
Qaulan
Sadida (perkataan yang benar, jujur)
“Dan hendaklah takut (kepada Allah)
orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang
mereka, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar (qaulan sadida)”. (QS.
An Nisa ayat 9)
2.
Qaulan
Baligha (tepat sasaran, komunikatif, to the point, mudah dimengerti)
“Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka”. (QS.
An Nisa ayat 63)
3.
Qaulan
Ma’rufa (perkataan yang baik)
“Hai
isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan
yang baik.” (QS. Al
Ahzab ayat 32)
4.
Qaulan
Karima (perkataan yang mulia)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan jangan engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada
keduanya perktaan yang baik”. (QS.
Al Isra’ ayat 23)
5.
Qaulan
Layyinan (perkataan yang lembut)
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun
karena benar-benar dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau
takut”. (QS.
Thaha ayat 43-44)
“Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)
6.
Qaulan
Maysura (perkataan yang ringan)
”Dan jika kamu berpaling
dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah”.
(QS. Al Isra’ ayat 28)
Di dalam hadits Nabi juga ditemukan prinsip-prinsip
etika komunikasi, bagaimana Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada
kita. Berikut hadits-hadits tersebut:
1.
qulil
haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang
benar walaupun pahit rasanya)
2.
Kedua,
falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila benar kalau tidak bisa, diamlah).
3.
Ketiga,
laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih
dahulu).
4.
Keempat,
Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang
tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap
sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu
tidak hadir”.
5.
Kelima,
selanjutnya Nabi saw berpesan, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada
orang-orang…yaitu mereka yang memutar balikan fakta dengan lidahnya seperti
seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”. Pesan Nabi saw
tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta
yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami.
Dari beberapa
ayat al-quran dan hadits yang telah dikemukakan, setidaknya kita bisa memahami
komunikasi seperti apa yang sesuai dengan syariat islam. Dan kembali ke
persoalan kriteria komunikator yang islami, setidaknya kita telah mendapat
sedikit penerangan. Secara ringkasnya kita bisa mengasumsikan bahwa komunikator
yang islami adalah komunikator yang memenuhi aspek-aspek yang disebutkan dalam
ayat dan hadits diatas.
Comments