PENGANTAR
Islam terlahir sebagai agama samawi(langit)
yang bercorak missionaris. Sebuah agama yang hadir untuk semua golongan,
bukan sekedar untuk kelompok tertentu layaknya Yahudi bagi keturunan Bani
Israel. Sebagai konsekuensinya, islam memperintahkan pengikutnya untuk
melakukan sebuah proses penyebaran ajaran yang kita kenal dengan istilah Dakwah
Islamiyah.
Secara terminologi dakwah islam
telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Pada intinya, pemahaman lebih luas
dari pengertian dakwah yang telah didefinisikan oleh para ahli adalah: pertama,
ajakan ke jalan Allah SWT. Kedua, dilaksanakan secara berorganisasi. Ketiga,
kegiatan untuk mempengaruhi manusia agar masuk ke jalan Allah Swt. Keempat,
sasaran bisa secara fadhiyah atau jama’ah.
Dalam
prakteknya, dakwah islam bisa dilakukan dengan berbagai cara dan tidak terpaku
pada satu hal. Kita tidak selalu harus mencontoh dakwah yang pernah dilakukan
Rasulullah. Hal ini didasarkan pada salah satu karakteristik ajaran islam yang
selalu berusaha merelevankan diri dengan kondisi yang ada. Pada prinsipnya,
yang terpenting gerakan dakwah mampu diterima dan diaplikasikan dalam kehidupan
umat.
Di era modern ini, dakwah islam
perlu mereproduksi metode demi efektifitas kegiatan dakwah. Jika metode terpaku
dengan cara-cara lama, hal tersebut akan menimbulkan kesan islam yang kaku dan
norak. Akibatnya seruan akan ajaran islam akan dipandang sebelah mata.
Salah
satu karakteristik dari sebuah era modern adalah tumbuhnya kemajuan teknologi. Kita
semua sepakat jika teknologi hadir sebagai alat yang mempermudah kerja dan
aktivitas manusia termasuk dalam berdakwah. Dari sekian banyak media massa yang ada, maka film merupakan salah satu
media massa yang sangat efektif dalam pelaksanaan dakwah. Film memiliki daya
tarik tersendiri, dan dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan variasi
sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi penontonnya.
Pengaruh
film terhadap jiwa manusia sangat besar, ada yang positif ada yang negatif.
Penonton tidak hanya terpengaruh sewaktu atau selama duduk menonton, tetapi
terus sampai waktu yang cukup lama. Yang mudah dan dapat terpengaruh oleh film
ialah anak-anak dan remaja. Pengaruh film itu bukan hanya terbatas pada cara
berpakaian dan cara bergaya saja tetapi sering menimbulkan pengaruh yang lebih
jauh.Misalnya timbulnya kekerasan, kejahatan dan sebagainya disebabkan oleh
pengaruh film.
Film sebagai
salah satu bentuk media massa mempunyai peran penting di dalam sosialkultural,
artistik, politik, dan dunia ilmiah. Pemanfaatan film dalam usaha pembelajaran
masyarakat ini sebagian didasari oleh pertimbangan bahwa film mempunyai
kemampuan untuk menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan
bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. Selain tu film juga
merupakan sebuah media hiburan yang sederhana dan murah.
Film akan
membawa dampak yang cukup besar dalam perubahan sosial masyarakat. Perubahan
tersebut disebabkan oleh semakin bervariasinya proses penyampaian pesan tentang
realitas obyektif dan representasi yang ada terhadap realitas tersebut secara
simbolik serta sebuah kondisi yang memungkinkan khalayak untuk memahami dan
menginterpretasi pesan secara berbeda. Film sebagai salah satu jenis
media massa menjadi sebuah saluran bagi bermacam ide, gagasan, konsep serta
dapat memunculkan pluralitas efek dari penayangannya yang akhirnya mengarah
pada perubahan pada masyarakat. Efek pesan yang ditimbulkan pada film dalam
kemasan realitas simbolik ada yang secara langsung dirasakan pada khalayaknya
bisa jadi berupa perubahan emosi namun ada pula yang berdampak jangka panjang
seperti perubahan gaya hidup, idealisme atau malah ideologi.
APA ITU FILM DAKWAH
Secara umum dan
singkat, kita bisa mengartikan film dakwah sebagai film yang mengandung atau
menyisipkan nilai-nilai ajaran islam dalam cerita dan adeganya. Lalu apakah
film dakwah itu harus berarti ada ungkapan-ungkapan al-Qur’an atau pun hadits
secara ‘Vulgar’? dan harus ada symbol-simbol Islam?
Untuk
menjawab pertanyaan di atas, rasanya kita perlu budaya simbolik yang kerap
melekat dalam kepribadian masyarakat indonesia. Selama ada nilai-nilai kebaikan
yang kita propagandakan kepada penonton melalui film tersebut, maka itu sudah
bisa dikatakan sebagai film dakwah. Kalau kita terlalu memperlihatkan symbol
Islamnya dalam hal apa pun pasti primordial, tidak universal, tidak memenuhi
kualitas estetik dan tidak bisa masuk jama’ah peradaban dunia.
BAGAIMANA FILM DAKWAH
Tapi jika kita ingin memperinci
karakteristik film dakwah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi agar layak
disebut film dakwah diantaranya:
1. Ide Cerita.
Cerita sebuah film islami tidak
harus melulu tentang sejarah nabi atau para shahabat. Juga tidak harus
film-film berbahasa Arab dengan kostum pemain memakai surban atau jubah arab
serta dengan setting padang pasir. Namun cerita bisa saja tentang potret
masyarakat dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari yang dituturkan dengan
cara yang menarik, segar dan kreatif serta artistik.
Untuk itu dibutuhkan ide-ide
segar dari para penulis naskah yang tentunya harus punya kematangan dalam
memahami ajaran Islam. Sehingga meski bertutur tentang keseharian, namun tetap
lekat dan kental dengan dakwah dan visi Islam. Umat Islam perlu punya semacam
lembaga pendidikan khusus untuk para penulis cerita islami dan mereka harus
dikenalkan dengan visi dan misi dari sebuah cerita yang bernuansa islami.
Bahkan mereka perlu berlajar
syariat Islam agar benar-benar paham apa yang akan mereka tulis.
Masyarakat tentu sudah bosan
dengan cerita tidak masuk akal gaya sinetron Indonesia yang melulu tentang
orang-orang kaya, mobil mewah, rumah megah dan mobil wah. Tapi isinya
orang-orang jahat semua, karena tidak lepas dari selingkuh, pacaran, gossip,
pelewengan dan terus terang saja : PERZINAAN!! . Semua itu justru tidak membumi
karena tidak realistis dan cenderung ditinggalkan penonton.
Selain itu, penting juga untuk
diperhatikan bahwa cerita yang islami itu seharusnya jauh dari potret
percintaan manusia lain jenis seperti pacaran atau hasrat-hasrat yang muncul
antara laki-laki dan wanita. Jangan sampai judulnya bicara tentang orang betawi
misalnya, tapi ceritanya masalah pacaran melulu. Atau cerita tentang ustaz yang
baik, tapi alur cerita tidak jauh dari para wanita-wanita cantik yang naksir
dan kesengsem sama pak ustaz dan masing-masing saling berebut hatinya pak ustaz.
Sehingga pokok cerita menjadi seolah cerita cintanya pak ustaz dengan para
wanita cantik. Apalagi ada adegan pak ustaz harus kencan dengan para wanita,
atau naik mobil berdua saja atau makan di restoran berduaan. Ini jelas tidak
islami dan perlu dikritik. Karena biar bagaimana pun mereka bukan mahram
sehingga tidak halal untuk berduaan walau di tempat umum.
2. Kostum
dan Aurat Wanita
Meski sebuah cerita menuntut
adegan atau peran tokoh antagonis atau yang tidak islami, bukan berarti
menampilkan wanita dan auratnya menjadi boleh. Kalau pun harus muncul sosok
wanta, maka seharusnya wanita yang menutup aurat dengan tidak mengekspose kecantikannya
atau lemah gemulai sosoknya. Dan kalua ingin menggambarkan adanya wnita yang
tidak menutup aurat seperti potret kebanyakan, maka harus diusahakan agar tidak
menjadi center of interest dari sebuah adegan.
Yang lebih baik dan aman adalah
film itu menampilkan sesedikit mungkin para wanita, karena khawatir fitnah yang
akan muncul.
3. Akting
Dalam sebuah film terkadang
dituntut untuk menggambarkan hal-hal yang tidak Islami dan bernilai maksiat.
Pertanyaannya adalah : Bisakah dibenarkan seorang muslim melakukan akting dan
berpura-pura melakukan kemaksiatan atau kekufuran ?
Jawabannya perlu dikupas dan
dipilah terlebih dahulu. Misalnya adegan kemaksiatan itu adalah minum khamar,
tentu saja tidak boleh menggunakan khamar sungguhan. Atau adegan membunuh
manusia , tentu saja tidak boleh membunuh betulan. Tapi bagaimana kalau adegan
perkosaan, percumbuan atau perzinaan ? Bolehkah melakukannya dengan lawan main
yang non-mahram, meski hanya pura-pura ?
Film-film Hollywood umumnya
memberikan gambaran apa adanya, sehingga adegan seksual antara non-mahram pun
selalu ada di setiap tayangan mereka, bahkan sudah menjadi sesuatu yang harus
ada. Sebaliknya, karena dunia timur yang notabene kebanyakan muslimin ini hanya
jadi pengekor barat, maka adegan-adegan tidak senonoh pun sering tampil di
layar film Indonesia. Bahkan beberapa waktu yang lalu, film-film tipe seperti
inilah yang menghiasi hampir semua bioskop di Indonesia. Seolah-olah adegan
seperti itu justru menjadi inti dari film meski jalan ceritanya tidak jelas.
Dalam film Islami dan bernilai
dakwah, semua hal tersebut jelas tidak mungkin dibuat dan tidak boleh terlintas
di benak para sineas muslim. Karena sejak awal semua tahu bahwa menampilkan
adegan-adegan seperti itu meski tidak vulgar, justru memberi ruang kepada
syetan untuk menggoda para penonton. Minimal adegan itu telah membangkitkan
khayal dan keinginan rangsangan meski pun misalnya hanya dalam bentuk suara di
balik pintu kamar. Yang jadi inti masalah bukan ada adegannya atau tidak, tapi
kesan yang ditimbulkan di benak para penonton itulah yang harus dijaga.
4. Sutradara
Sutradara adalah otak dari sebuah
produksi film, karena itu kriteria sutradara untuk film yang islami harus lebih
diperhatikan. Sosoknya adalah mereka yang benar-benar paham dan punya visi yang
islami secara shahih dan syamil. Bukan sekedar mewarisi semangat Islam dari
sisi keturunan atau lingkungan.
Sosok sutradara ini harus
benar-benar orang yang aktif `mengaji` dalam arti yang sesungguhnya, agar
penggambaran demi penggambaran yang dilakukannya tidak lepas dari koridor
syar`i.
Juga agar penggambaran itu tidak
terkesan menggurui tapi membuat para pemirsa merenungi diri sendiri. Karena
seni dakwah melalui film itu bukan lah indoktrinasi vulgar, tetapi melalui
nilai-nilai yang disebar sepanjang film. Dakwah dan masukan Islami bisa
diselipkan disana sini sesuai dengan kreatifitas dan kecerdasan sutradara.
5. Pemeran
Idealnya sosok para pemeran
adalah mereka yang dalam kesehariannya adalah orang-orang yang shaleh. Sehingga
apa yang diperankannya dalam film itu memang mencerminkan jiwa dan
kepribadiannya juga.
Akhlaq para pemain di luar film
haruslah akhlaq yang Islami pula, karena yang namanya dakwah meski lewat film
adalah dakwah juga. Bukan semata-mata seni peran yang memerankan orang baik dan
buruk. Sehingga tidak pantas film dakwah dimainkan oleh mereka yang akhlaqnya
bertentangan dengan dakwah Islam itu sendiri. Yang masih suka mengumbar nafsu
syahwat, membuka aurat dan bergaul bebas dengan lain jenis. Biar bagaimana pun
fil dakwah bukan sekedar komoditas seni belaka, tetapi dia adalah sebuah produk
dakwah, yang sejak hulu hingga hilir harus selaras dengan visi dakwah yang
diembannya.
Namun untuk mendapatkan sosok
pemeran yang memenuhi kriteria itu tidak terlalu mudah. Ini akibat hedonisme
dan permisifisme yang sering identik (atau malah sengaja diidentikkan) dengan
sosok para arits dan selebriti.
Ketidak-sesuaian antara karakter
asli pemeran dengan lakon dan peran yang dimainkan sedikit banyak akan
mengganggu para penonton yang mengenal sosok aslinya. Kalau dia adalah seorang
yang baik dan hanif lalu berperan sebagai tokoh antagonis, mungkin tidak
terlalu masalah. Namun kalau sebaliknya, di film jadi ustaz atau orang baik,
tapi ketika ketemu sosok aslinya ternyata lagi joget di diskotik sambil teler
menenggak alkohol. Nah, kan berabe.
6. Produser
Produser pun idealnya punya
fikrah dan pemahaman Islam yang baik, sehingga ketika memproduksi film itu,
sejak awal niatnya ibadah dan dakwah. Sehingga pertimbangan dalam setiap
keputusan yang diambilnya selalu bervisi yang baik. Bukan sekedar asal laku
filmnya dan asal murah. Sementara kualitas dan visi Islamnya tidak
diperhatiakan.
7. Kru
Sebuah produk tayangan film yang
Islami, idealnya memiliki kru yang juga punya wawasan dan kecintaan pada Islam
serta setia mengaplikasikan ajaran Islam dalam diri mereka. Bahkan ketika
pembuatan film sedang berlangsung, maka kru yang Islami adalah mereka yang
tetap memperhatikan waktu-waktu shalat. Dan bila bertepatan dengan Ramadhan,
maka tetap menjalankan ibadah puasa.
Ketika saat break datang, mereka
tetap menjalankan shalat lima waktu dengan berjamaah. Serta mengisi saat saat
kosong dengan sesuatu yang bermanfaat, misalnya zikir, tilawah Al-Quran,
diskusi yang positif dan seterusnya. Bukannya malah senang-senang di bar dan
diskotik melepas lelah sambil memuaskan nafsu syahwat.
Idealnya teman-teman seniman film
itu berprilaku Islami dalam semua hal. Misalnya, ketika bulan puasa mereka
tetap aktif puasa semuanya. Malam hari mereka isi dengan tarawih berjamaah,
sahur dan berbuka puasa di lokasi syuting. Bahkan pagi hari mereka mengadakan
kuliah subuh. Sehingga gema dan syiar Ramadhan tidak
Terlewatkan begitu saja hanya
alasan sibuk bekerja di lokasi syuting. Bahkan kalau perlu mendatangkan para
ustaz yang secara bergilir memberi pelajaran dan siraman rohani ke lokasi. Bahkan
hebatnya lagi, meski di luar ramadhan, mereka pun tidak ada yang merokok
apalagi minum khamar.
Karena akan menjadi lucu kalau
sebuah film yang judulnya saja sudah dakwah, tapi saat-saat pembuatan filmya,
para krunya tidak pernah shalat, saat Ramadhan tidak puasa, kerjanya main ke
diskotik dan campur baur dengan wanita penghibur. Walhasil, nilai dakwahnya
hilang sebelum film itu sendiri selesai dibuat. Allah SWT berfirman :
"Wahai orang-orang yang
beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan". (QS. Ash-Shaff : 2-3)
8. Sponsor
Idealnya, sebuah film Islami
dispansori oleh perusahaan yang produknya baik dan tentu saja harus halal. Kita
tidak bisa membayangkan kalau membuat film dakwah tapi sponsornya pabrik bir
atau rokok. Sehingga terjadi kontradiksi antara isi tayangan dengan sponsornya.
9. Waktu
Tayang
Tentu saja sebuah film yang
diniatkan menjadi fil islami akan rusak nilainya manakala ditayangkan dengan
melanggar waktu-waktu shalat. Atau waktu-waktu yang utama untuk mengerjakan
ibadah yang lebih khusus. Misalnya, tidak ditayangkan pada saat azan maghrib.
Atau kalau bulan Ramadhan, maka harus diusahakan tidak ditayangkan pada saat
shalat tarawih. Karena para penonton jadi terbelah konsentrasinya antara shalat
tarawih dan nonton film islami. Tentu tidak lucu kalau sampai shalat tarawih
ditunda / diakhirkan hanya karena ingin nonton.
Dan tentu masih banyak detail-detail
lainnya yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam produksi sebuah film
islami. Agar jangan sampai niat yang baik itu menuai / panen kritik dari
kalangan muslim sendiri.
Karena itu minimal sebuah
produksi film islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara
serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah
film dakwah.
10.
Konsultan Syariah
Karena itu minimal sebuah
produksi film Islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara
serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah
film dakwah. Tidak cukup hanya sekedar simbolisme dengan lembaga ulama, namun
sejak awal ide cerita itu dibuat, sudah
Referensi
Wahyu Ilaihi, M.A, 2010, Komunikasi
Dakwah, bandung: PT remaja rosdakarya
Comments