Perhelatan
Piala AFF yang akan berlangsung pada 24 November 2012 mendatang tinggal menghitung
hari. Mustahil rasanya jika kita berharap Timnas Indonesia bisa menurunkan
komposisi pemain terbaiknya melihat perkembangan yang ada hingga kini. Tampaknya
sudah tidak ada lagi kalimat yang bisa menggambarkan rasa letih kita melihat
panggung perseteruan para pemangku kebijakan persepakbolaan Indonesia. Perlu
rasanya kita melupakan sejenak konflik PSSI untuk hal yag lebih penting, yakni mendukung
sepenuh hati para pemain Indonesia yang berjuang di hajatan terbesar sepak bola
Asia Tenggara tersebut.
Siapapun kita dan dimanapun kita
memihak(KPSI atau PSSI), hati kecil kita sebagai rakyat Indonesia tentu
berharap keikutsertaan Indonesia kali ini akan berbuah manis. Semoga penantian
panjang kita selama belasan tahun akan terwujud pada piala AFF tahun ini.
Sehingga bangsa ini bisa mensejajar diri dengan Thailand, Singapura, Vietnam
Dan Malaysia yang telah merasakan manisnya juara. Pencapaian empat kali runer-up,
tidaklah lebih baik dari sebuah kemenangan sempurna(Juara).
Dengan
skuad yang tidak ideal, kita semua sepakat untuk tidak menempatkan Indonesia
sebagai tim unggulan dalam ajang kali ini. Tapi seyogyanya hal tersebut justru
memberikan keuntungan bagi kita. Dengan komposisi pemain yang minim
pengalaman, tekanan besar bukanlah hal
yang baik. Predikat sebagai tim underdog, justru bisa membuat mereka
bermain lepas dan semakin temotivasi untuk mementahkan anggapan tersebut.
Terlebih dalam kondisi sepak bola yang kacau, kemenangan yang ditorehkan pemain
adalah sebuah kritik atas para pemangku kebijakan yang tidak kunjung memberikan
prestasi.
Kejutan
yang dilakukan Denmark pada Piala Eropa 1992 dan Irak pada Piala Asia 2007 adalah
bukti bahwa dalam kondisi apapun, kesempatan untuk juara selalu terbuka.
Sebagaiama kita tahui, Denmark lolos dalam Piala Eropa 1992 sebagai pengganti Yugoslavia
yang terlibat perang sipil. Ditengah anggapan miring orang menganai kelolosan
mereka, Tim Dinamit membungkam anggapan tersebut dengan prestasi. Tidak
tanggung-tanggung, tim unggulan sekaliber Belanda dan Jerman mereka jungkalkan
berturut-turut di semifinal dan final.
Hal
yang tidak kalah hebatnya juga diperlihatkan Irak pada Piala Asia 2007. Di tengah
kondisi negara mereka yang porak-poranda akibat agresi militer Amerika dan
sekutunya, para pemain sanggup memberikan prestasi. Sebuah pencapain prestisius
yang dapat mengangkat derajat dan martabat negara mereka di ranah
internasional. Mereka sanggup membuat Jepang, Korea Selatan dan Australia yang
diunggulkan sejak awal gigit jari. Jika mereka bisa, kenapa kita tidak?
Denmark
dan Irak telah membuktikan bahwa motivasi dan komitmen kuat yang dibalut dengan
kerjasama apik mampu mengalahkan kualitas teknik. Bentuk bola yang bundar
memberikan filofosi tersendiri, yakni siapa saja berpeluang berada di atas dan
di bawah. Hal-hal semacam itulah yang membuat sepak bola menjadi perbincangan
menarik sepanjang waktu.
Kini kehormatan garuda berada
dipundak Bambang Pamungkas dkk. Sebagai bangsa yang menjunjung persatuan, sudah
selayaknya kita turut membantu siapa saja yang membawa nama Indonesia. Berat
sama dipikul, ringan sama dijinjing. Begitu pepatah mengatakan. Meskipun yang
bisa kita lakukan hanya satu, yakni memberikan dukungan, dukungan dan dukungan.
Terbanglah tinggi garuda-ku, terkamlah siapa saja yang hendak melukai-mu.
Disini kami mendukung-mu.
Garuda
didada-ku...
Garuda
kebanggaan-ku...
Ku
yakin hari ini pasti menang.....!!!!
Comments