Pencapaian
kontingen Indonesia dalam Sea Games 2013 di Myanmar tidaklah menggembirakan. Datang
dengan status juara bertahan, Indonesia hanya berada di peringkat empat dibawah
Thailand, tuan rumah Myanmar dan Vietnam. Dari 36 cabang, hanya 5 cabang yang
memenuhi target yang dipatok. Dengan jumlah sumber daya manusia terbesar di ASEAN,
pencapaian tersebut sangatlah ironis.
Jika
melihat sejarah keikutsertaan Indonesia dalam Sea Games yang dimulai pada 1977,
Indonesia memiliki dominasi mutlak. Bahkan dalam kurun waktu 1977-1997,
Indonesia sanggup menyabet 9 kali juara umum dari 11 kali penyelenggaraan. Tapi
angka tersebut hanya menjadi masa lalu yang indah, selanjutnya prestasi atlet
Indonesia terus menurun. Bahkan pada kurun waktu 1999-2009, prestasi terbaik
Indonesia hanyalah peringkat ketiga. Barulah pada Sea Games 2011 di Palembang,
Indonesia sanggup menjadi juara umum dengan status tuan rumah. Dan kini
Indonesia kembali terlempar di peringkat empat.
Penurunan
prestasi juga terjadi di ditingkat Asian Games dan Olimpiade. Bahkan di
Olimpiade 2012 London, Indonesia harus mengakhiri tradisi emas yang sudah
dijaga sejak Olimpiade 1992 di Atlanta. Jika melihat data tersebut, ada tren
penurunan prestasi Indonesia dibandingkan negara-negara lain.
Dengan
jumlah penduduk mencapai 230 juta jiwa, sebenarnya Indonesia memiliki potensi
SDM yang sangat besar. Tinggal bagaimana para stekholder terkait
mengelola dan membina para atlet. Tapi hal tersebut belum bisa dilakukan dengan
baik, beberapa cabang seperti atletik, silat dan renang bahkan masih
mengandalkan atlet senior sebagai tulang punggung menggondol emas. Ini
mengindikasikan mandegnya regenerasi atlet yang berkompeten.
Sulitnya
pengembangan atlet tidak lepas dari persoalan teknis yang kerap menghambat
perkembangan atlet, seperti masalah anggaran. Kasus terbaru terjadi dalam
persiapan Asian Games 2014 di Korsel. Menpora keluhkan kecilnya dana yang
digelontorkan pemerintah. Dengan tuntutan prestasi di Korsel, berbagai induk
cabang olahraga harus berebut anggaran yang hanya Rp. 250 miliyar atau setara
0,33 % APBN 2014.
Ditengah
ketidakseriusan pemerintah, satu-satunya hal yang bisa diharapkan adalah kerja
keras dan keikhlasan atlet dan pelatih dalam berlatih. Seperti yang dilakukan
coach Indra Syafri. Dengan uang pribadi, dia cari pesepakbola hadal di
Indonesia. Biarlah pemerintah malu! Karena hakikatnya para atlet lebih tahu
cara mencintai negara dibanding orang-orang yang duduk di kursi senayan.
Comments