Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Jangan "Anget-anget Tahi Ayam"

Tragedi miras (minuman keras) oplosan yang berujung maut seolah telah menjadi rutinitas tersendiri. Bagaimana tidak? di wilayah Yogyakarta saja siklusnya terus berjalan setiap beberapa bulan sekali. Terbaru, 4 orang tewas mengenaskan setelah pesta minuman haram tersebut di Sleman beberapa hari lalu. Baik masyarakat selaku pelaku, maupun pemerintah selaku pemegang otoritas kebijakan, seolah tidak pernah belajar –atau mungkin menutup mata– atas kejadian serupa yang terus berulang. Mengaca pada yang sudah terjadi, isu soal miras oplosan selalu menjadi perbincangan yang hangat, dan mendadak mendapatkan perhatian khusus kala ada korban yang berjatuhan seperti saat sekarang ini. Tapi selang beberapa waktu, biasanya persoalan ini akan menguap tanpa sempat melakukan upaya penyelesaian yang menyeluruh. Alias “ anget-anget tahi ayam ”. Akibatnya, peristiwa serupa pun kembali terjadi. Begitu seterusnya. Sebagai makhluk yang berakal, tentu kita tidak menginginkan peristiwa nahas itu kemb

Pembelaan Abidah El Khalieqy Terhadap Istri Teroris

Lpmarena.com,   Saat ini, ada semacam budaya yang mewajibkan istri untuk mengikuti suami dalam berbagai aspek, tak terkecuali ideologi. Akibatnya, istri selalu mendapatkan imbas dari apa yang menjadi pilihan suami. Hal-hal semacam inilah yang harus diterima para istri teroris. Dalam keseharian, para istri teroris turut mendapatkan perlakuan diskriminatif, baik dari pemerintah maupun masyarakat sekitar. Fenomena ini diungkapkan Abidah El Khalieqy dalam   launching   dan bedah buku karyanya berjudul   Akulah Istri Teroris   di Teatrikal Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu pagi (15/11). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. “Saya berusaha untuk menyerukan suara-suara orang yang dimarjinalkan (istri teroris- red ),” ungkapnya. Dalam buku tersebut, Abidah mengisahkan kehidupan sehari-hari tokoh utama bernama Ayu. Ia mendapat perla

Timnas dan Integrasi Liga-Liga ASEAN

Pagelaran Piala AFF 2014 tinggal menghitung hari. Indonesia, seperti biasanya memasang target juara pada pesta sepak bola se-Asia Tenggara tersebut. Maklum, dari sembilan kali kesempatan, tim garuda belum sekalipun merasakan manisnya juara. Sayangnya, tingginya target tersebut tidak berbanding lurus dengan persiapan yang dilakukan. Hingga detik ini, atau bahkan hingga seminggu ke depan, skuad timnas senior yang tengah melakukan pelatnas belum juga utuh. Dari 35 nama yang dipanggil, hanya 11 nama yang sudah berlatih bersama dalam tiga minggu terakhir. Alhasil, beberapa pemain jebolan Timnas U-19 yang baru saja tiba di tanah air pun dipaksa ikut “menemani” senior-seniornya berlatih. Molornya jadwal ISL –yang merupakan buntut penyelenggaraan Pemilu dan Piala Dunia di pertengahan tahun lalu adalah penyebabnya. Sebagian besar pemain timnas pun masih berjibaku membela klubnya merengkuh title ISL 2014 hingga 8 November mendatang. Sisa-sisa tenaga pasca “pertempuran” inilah, yang nanti a

Menanti E-Blusukan Presiden Jokowi

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi melantik  Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Senin (20/10) lalu. Seolah gatal dengan kebiasaannya, beberapa jam setelah menyandang gelar orang nomor satu di Indonesia, Jokowi langsung blusukan ke berbagai wilayah di Indonesia. Bedanya, Jokowi menggunakan fasilitas teleconference dalam blusukan pertamanya sebegai presiden. Jokowi menyebut aktivitas tersebut dengan istilah “e-blusukan”, atau blusukan menggunakan perangkat elektronik. Blusukan merupakan aktivitas yang akrab dengan Presiden yang juga pengusaha mebel tersebut. Rutinitas turun ke masyarakat, bertemu dengan masyarakat, mendengarkan aspirasi masyarakat –yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan menjadi style Jokowi dalam memimpin, baik ketika menjabat Walikota Solo, maupun Gubernur DKI Jakarta. Besar kemungkinan, metode yang sama juga akan dia praktikkan dalam memimpin Indonesia. Meli

Munaqosah dan Ulah Orang Kaya

Dalam dua minggu terakhir, saya menghadiri Munaqosah Zaki dan Misbah. Keduanya merupakan kawan kuliah saya satu angkatan. Munaqosah , kalau di kampus lain disebut sidang skripsi. Karena kampus saya basic -nya Islam, istilahnya pun menggunakan bahasa arab. Tapi, whatever , apalah arti sebuah nama. Dalam acara Munaqosah tersebut, kedua teman saya sama-sama membawa makanan yang cukup “wah” untuk ukuran orang seperti saya –yang selalu dekat dengan tempe dan kerupuk. Zaki membawa 4 kotak Brownies Amanda, sedangkan Misbah membawa 4 box sneck mewah, dan 1 tas berisi belasan roti, serta makanan ringan lainnya. Kejadian ini menjawab pertanyaan saya 3 tahun yang lalu. Kala itu saya melihat banyak makanan di meja, di luar Ruang Munaqosah . Waktu itu Ruang Munaqosah masih di lantai dua fakultas. Ada 4 kotak Nasi Padang, dan beberapa box jajanan seperti Chocolatos, Wafer dan lain sebagainya. Pada waktu itu saya bertanya-tanya, untuk apa makanan ini? Sekarang saya tahu jawabanya, makanan

Kemana Petani Mencari Nyawanya?

Meski hidup di kota, saya beruntung masih bisa mendapatkan kost yang dekat dengan sawah. Meski tidak begitu luas, tapi beberapa petak sawah tersebut sanggup memberikan kenyamanan yang cukup untuk ukuran kota besar seperti Jogjakarta. Selain jauh dari hiruk-pikuk kendaraan, suara katak dan jangkrik masih bisa saya jumpai di dalam kegelapan dan kesunyian malam, khususnya di musim penghujan. Sungguh nyaman! Sawah-sawah tersebut cukup produktif. Jika saya tidak salah mengamati, dalam satu tahun masih bisa panen 2 sampai 3 kali, meski yang ketiganya hanya menghasilkan jagung atau singkong. Nyawa sawah tersebut sangat bergantung pada sungai –atau lebih cocoknya disebut selokan kecil yang mengalir sepanjang Gang Salak, Sorowajan Baru. Selokan tersebut mengalir dari utara ke selatan, layaknya sungai-sungai yang ada di Jogja. Di musim hujan, aliran air di selokan tersebut lumayan deras, atau minimalnya mengalir lancar. Tapi di musim kemarau, selokan tersebut lebih mirip tempat sampah.

MEA Menantang Pemerintahan Baru

Tampuk kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah berlangsung 10 tahun akan segera berakhir. Pemilihan Presiden yang telah dilaksanakan 9 Juli lalu melahirkan pasagan Jokowi-JK sebagai penggantinya. Berbagai persoalan –baik persoalan laten maupun persoalan baru telah menantinya. Di kepemimpinan keduanya lah, wajah Indonesia lima tahun ke depan akan ditentukan. Lalu, apa tantangan terbesar pemerintahan baru? Sebagai negara berkembang, persoalan elementer tentu masih menjadi menjadi “menu utama” yang wajib disantap pemerintahan baru dibawah kendali Jokowi-JK. Sebut saja masalah pemerataan pendidikan, jaminan kesehatan, kesenjangan sosial, infrastruktur, dan persoalan mendasar lainnya. Persoalan dasar itu menjadi penting untuk segera diselesaikan, guna menghadapi tantangan besar lainnya yang sudah tampak di depan mata, yakni globalisasi yang salah satu dampaknya adalah perdagangan bebas.   Perjanjian untuk mengintegrasikan perekonomian kawasan ASEAN, atau dikenal deng

Menyoal Pemanfaatan Smartphone

Pada awal bulan Juni lalu, salah satu lembaga survei di Amerika menyatakan Indonesia sebagai negara pengguna smartphone teratas dengan rata-rata penggunaan 181 menit per hari. Di posisi kedua ada Filipina dengan rata-rata penggunaan 141 menit per hari. Sementara Tiongkok, Brazil dan Vietnam masing-masing berada diurutan ketiga, keempat dan kelima. Angka tersebut berbanding lurus dengan terus meningkatnya penjualan smartphone di Indonesia. Menurut data International Data Corporation (IDC), sebuah lembaga periset pasar internasional, Indonesia menyumbang 30 persen penjualan smartphone di Asia Tenggara. Di samping semakin terjangkaunya harga smartphone , meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia dinilai banyak pihak sebagai faktor perilaku konsumtif masyarakat Indonesia, tak terkecuali untuk produk telekomunikasi termutakhir. Dan mayoritas pengguna smartphone adalah kalangan muda di kisaran 15-28 tahun. Di satu sisi fakta ini menggembirakan, karena menunjukkan masyarakat y

Pembangunan Mental, Kunci Menghadapi Globalisasi

Membangun mental yang baik bisa dikatakan sebagai pondasi terpenting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Karena dengan mental yang naik tersebut, berbagai persoalan yang menyangkut kualitas skill dan pengetahuan manusia akan terselesaikan dengan sendirinya. Sayangnya, paradigma tersebut tidak terjadi di Indonesia. Hal ini bisa kita lihat dari sistem pendidikan Indonesia yang lebih banyak memberikan porsi pada penguatan skill dan pengetahuan dibandingkan mental itu sendiri. Jadi wajar, jika hingga saat ini masih kerap kita temui perilaku-perilaku yang tidak menunjukkan kualitas mental manusia yang baik di negeri ini. Di jajaran birokrasi, ada kebiasaan KKN (Korupsi, Kolusi dan nepotisme), hingga rendahnya etos kerja yang mendarah daging. Di ranah pendidikan, ada perilaku mencontek dan plagiat yang semakin memperihatinkan. Adapun dalam kehidupan masyarakat, budaya menerobos rambu lalu lintas, membuang sampah di sungai, hingga merusak fasilitas umum merupakan f

Kurikulum Baru dan Asa Pemberantasan Korupsi

Gonjang-ganjing penerapan kurikulum 2013 yang sudah berjalan tahun ini kembali menyeruak. Hal ini tidak lepas dari munculnya berbagai persoalan yang terjadi di lapangan, baik itu persoalan yang sifatnya teknis maupun filosofis. Tapi terlepas dari berbagai persoalan yang melanda, penerapan kurikulum 2013 yang digadang-gadang mengedepankan aspek pendidikan karakter sangatlah menarik untuk kita kaji bersama. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh mengakui jika perumusan kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya menjawab tantangan zaman dengan berbagai persoalan yang menggelayutinya, tak terkecuali persoalan degradasi moral yang tengah melanda bangsa Indonesia. Jika memang benar demikian, ini akan menjadi secercah harapan di tengah mimpi kita melihat kembalinya fungsi pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa yang bukan hanya berfungsi sebagai pengembangan keilmuan, sarana transfer ilmu pengetahuan, penguasaan life skill dan teknologi, melainkan

Ibadah via gadget? Why not?

Di tengah panasnya suhu politik di tanah air, bulan suci ramadhan datang menyapa kaum muslimin di Indonesia khususnya, dan di dunia pada umumnya. Di bulan yang istmewa ini –sebagaimana   kita ketahui bersama, Allah menjanjikan pahala yang berlipat bagi siapa saja yang melakukan amalan-amalan shalih yang diperintahkan All­ah dan Rasul-Nya. Bahkan dalam salah satu hadits disebutkan, jika tidurnya orang berpuasa pun dianggap ibadah. Nah , apalagi membaca Al-Quran dan mendalami ilmu agama, selain pahala yang didapat lebih besar, pengetahuan agama kita juga akan semakin bertambah.

Mengembalikan Peran Masjid Sebagai Pusat Peradaban

lpmarena.com,   Pendikotomian agama dengan berbagai persoalan masyarakat menjadikan masjid semakin eksklusif. Ada kesan jika masjid hanyalah tempat untuk orang beribadah. Padahal di era   Rasulullah ,masjid menjadi poros umat muslim dalam membicarakan keilmuan dan memusyawarahkan berbagai persoalan, baik sosial maupun keagamaan. Fenomena inilah yang menjadi landasan Takmir Masjid UIN Sunan Kalijaga menggelar “Lesehan Ramadhan”, sebagai salah satu rangkaian acara menyambut datangnya bulan Ramadhan. Acara ini akan digelar setiap menjelang buka puasa, dari tanggal 29 Juni hingga 15 Juli 2014. Dalam Lesehan Ramadhan ini, berbagai persoalan kebangsaan dan keagamaan akan dikupas. Bahwa agama harus kembali turun serta dalam menyelesaikan persoalan kemasyarakatan. “Kita kembalikan ke masjid, kita musyawarahkan bersama-sama (bagaimana menyelesaikan berbagai persoalan- red ),” ungkap Zamhari, ketua Takmir Masjid UIN Suka. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk menyatukan berbagai

Hanya Demi Solidaritas Semu

Peristiwa tawuran antar pelajar yang berujung pada jatuhnya korban kembali terjadi di Sleman, Yogyakarta. Ulah brutal “kaum terdidik” ini bukan hanya menodai citra Jogja sebagai kota pelajar, melainkan juga mencederai wibawa pendidikan sebagai wadah pencetak intelektual (bukan pencetak preman). Jika tidak ada upaya strategis dari komponen terkait, peristiwa serupa niscaya akan terus terulang kembali. Di Indonesia, tawuran antar pelajar seolah sudah menjadi budaya tersendiri. Ini tidak lepas dari “keberhasilan” para senior mentransformasikan benih-benih permusuhan kepada adik-adiknya. Seluk-beluk sejarah permusuhan antar sekolah sudah diajarkan tanpa komando. Sekolah mana yang kawan, sekolah mana lawan dikenalkan secara fasih. Dan semua itu terjadi di tengah “kegagalan” para guru dalam menanamkan nilai-nilai persaudaraan kepada para siswa.

Pilpres dan Warisan Permusuhan

Pertarungan Pilpres (Pemilihan Presiden) tahun ini benar-benar seru. Saking serunya, sampai dua orang yang tengah mengantri mengurus SIM di Lampung pun harus berantem gara-gara berdebat soal capres ( Kompas.com /11 Juni 2014). Sebelumnya, dua orang tukang becak di Madura pun melakukan hal yang sama, juga dengan alasan yang sama ( Tribunnews.com / 6 Juni 2014). Dua kejadian ini seolah ingin melengkapi berbagai “pertengkaran” yang sudah begitu marak di media sosial tiga bulan belakangan. Menjamurnya pertengkaran, adalah bukti jika ketegangan telah merambah hingga tingkat akar rumput. Jika tidak ada upaya rehabilitasi yang strategis, dapat dipastikan Pilpres akan meninggalkan “keporak-porandaan” tatanan sosial di masyarakat. Dan ini sangatlah disayangkan, karena pada akhirnya, wong cilik yang harus kembali menjadi korban kepentingan para elit di Jakarta.

Jangan Asal Piala Dunia

Indonesia mencoba mengambil celah di tengah isu pencopotan Qatar sebagai tuan tumah Piala Dunia 2022, pasca mencuatnya aroma suap dibalik penetapan tersebut. Hal ini diungkapkan Menpora, Roy Suryo yang mendeklarasika diri –jika Indonesia siap menggantikan Qatar untuk menggelar Piala Dunia 2022. Bagi kita pecinta sepak bola, sepintas ini terdengar menggembirakan. Tapi melihat apa yang terjadi di Brazil, sudah semestinya kita berfikir ulang dengan rencana tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama, peristiwa demonstrasi dan pemogokan masal yang dilakukan kelas pekerja menjadi fenomena tersendiri, di tengah hingar-bingar hajat lima tahunan FIFA di Brazil. Naiknya harga kebutuhan pokok –baik logistik maupun jasa– akibat pengalihan dana subsidi untuk pembangunan infrastruktur Piala Dunia adalah alasan kemarahan masyarakat Brazil. Adalah benar jika sepak bola begitu dicintai warga Brazil, tapi kebutuhan perut akan makan, dan kebutuhan tubuh akan kesehatan tak bisa lagi mereka (manusi

Kuasa Sosial Media

Pemilihan calon presiden dan wakil presiden kali ini terasa lebih seru. Bukan hanya karena dua calon memiliki basis massa yang kuat, tapi keberadaan sosial media ( sosmed ) sebagai “media baru” membuat intensitas pertarungan menjadi lebih semarak, bahkan menyentuh masyarakat akar rumput. Dalam interaksi dunia maya inilah, seluruh masyarakat –dari mulai pejabat, pedagang, buruh, ibu rumah tangga, mahasiswa dan lain sebagainya ikut berbicara soal politik. Baik mendukung capres idolanya, menghujat capres lainnya, hingga berdebat dengan pendukung capres lawan. Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sendiri, jumlah pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2014 telah melampaui angka 120 juta. Itu artinya, setengah dari penduduk Indonesia sudah menggunakan internet yang di dalamnya terdapat sosmed . Keberadaan sosmed sebagai media kampanye jelas tidak bisa dianggap sebelah mata.

Yakin, Laptop Anda Orisinil?

“Kami siap membeli laptop anda dalam kondisi apapun” Bunyi iklan demikian banyak kita jumpai, khususnya di kota-kota besar. Biasanya, yang mereka cari dari “laptop rusak” hanyalah   spare part   yang masih bisa digunakan.   Nah , konon, dari sinilah wabah laptop-laptop rekondisi menjamur di pasaran. Laptop rekondisi dengan laptop asli rakitan pabrik nyaris sulit dibedakan. Karena secara sepintas, tampilan terlihat sama. Tapi dalemnya?   Wallahua’lam … Lalu, apa kerugian kita jika ternyata laptop baru kita hasil rekondisi orang-orang tak bertanggung jawab? Pertama,   kinerjanya jelas tidak maksimal. Masih baru   kok   sering eror, masih baru   kokngehang , masih baru   kok   ini, itu, dan keluhan-keluhan lainnya yang tidak layak disematkan pada barang baru. Kedua,   kartu garansi tidak berlaku. Karena tidak dikeluarkan secara resmi oleh pabrik, otomatis pabrik tidak menyediakan layanan garansi. Alamak!Kalau ini menimpa kita, tentu ini musibah. Terlebih bagi yang ua

Menghadapi Pilpres ala Minke

"Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan” Demikian pesan Jean Marais kepada Minke dalam Tetralogi Buru, karya fenomenal Pramoedya Ananta Toer . Karena pesan Jean Marais tersebut, Minke menjadi pribadi yang kerap mengalami pergulatan batin setiap menghadapi persoalan. Dia harus memastikan, bahwa langkah yang diambilnya berangkat dari fikiran yang adil, bukan karena intervensi, emosi, atau keinginan pribadi semata. Saat ini, perilaku itu dikenal dengan istilah objektif.

LPM ARENA Kembali Terbitkan Antologi Buku

lpmarena.com,  Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA kembali menerbitkan buku antologi bertemakan “ “Mengeja Sewindu UIN Sunan Kalijaga,  Refleksi atas Perjalanan UIN Setelah Konversi IAIN”   pada Jumat (25/04) kemarin.Ini merupakan kali kedua, LPM ARENA berhasil menerbitkan antologi buku, setelah pada perayaan Milad Januari lalu menerbitkan antologi bertemakan   “Mahasiswa dan Politik Praktis” . Sama halnya dengan antologi pertama, antologi kedua yang diberi judul “UIN SUKA AKSI, UIN SUKA DISKUSI” juga ditulis seluruh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga. Bedanya, beberapa organisasi mahasiswa seperti KAMMI, HMI, IMM, KMPD, SEMA-U, KPK, LPM Rhetor, LPM Paradigma, UKM SPBA, -bahkan dosen pun ikut ambil bagian dalam antologi kali ini. Bagi pembaca setia ARENA yang berminat memiliki buku antologi ini, silahkan   klik link ini.   (Folly Akbar) Berita ini dimuat di lpmarena.com edisi 26 April 2014

Sewindu Pasca Konvensi, Ruang Publik Masih Belum Sehat

lpmarena.com,   Kondisi ruang publik yang tidak demokratis, menjadi salah satu persoalan yang turut mengiringi perjalanan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga pasca konvensi pada tahun 2004 silam. Ruang yang semestinya menjadi wadah bagi seluruh civitas akademik melakukan dialektika dan transformasi pengetahuan secara setara, pada faktanya masih didominasi birokrat kampus. Mahasiswa masih diposisikan sebagai objek. Akibatnya, banyak kebijakan kampus yang kerap menggembiri mahasiswa dalam mengekspresikan gagasan maupun kreatifitasnya. Hal ini tidak lepas dari tidak disertakannya mahasiswa dalam merumuskan kebijakan. Berangkat dari kegelisahan tersebut, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA menggelar diskusi panel dengan tema “Menyongsong Ruang Publik yang Sehat; Refleksi Sewindu UIN SUKA” di lantai II Gedung Rektorat Lama, Jumat (25/04). Pada diskusi yang didesain mirip   Indonesian Lawyer Club   (ILC) tersebut, berbagai organisasi mahasiswa seperti KAMMI, KMPD, KPK, FMN,