Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
secara resmi melantik Joko Widodo dan
Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Senin
(20/10) lalu. Seolah gatal dengan kebiasaannya, beberapa jam setelah menyandang
gelar orang nomor satu di Indonesia, Jokowi langsung blusukan ke berbagai
wilayah di Indonesia. Bedanya, Jokowi menggunakan fasilitas teleconference dalam
blusukan pertamanya sebegai presiden. Jokowi menyebut aktivitas tersebut
dengan istilah “e-blusukan”, atau blusukan menggunakan perangkat
elektronik.
Blusukan merupakan aktivitas yang akrab
dengan Presiden yang juga pengusaha mebel tersebut. Rutinitas turun ke masyarakat,
bertemu dengan masyarakat, mendengarkan aspirasi masyarakat –yang nantinya
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan menjadi style
Jokowi dalam memimpin, baik ketika menjabat Walikota Solo, maupun Gubernur DKI
Jakarta. Besar kemungkinan, metode yang sama juga akan dia praktikkan dalam
memimpin Indonesia.
Melihat wilayah Indonesia yang amat
luas, ditambah dengan tanggungan persoalan yang jauh lebih banyak dan kompleks,
nampaknya Jokowi menyadari jika waktu lima tahun tidaklah cukup untuk
mendatangi setiap penjuru tanah air (blusukan manual). Alhasil, teleconference
atau e-blusukan pun dipilih Jokowi sebagai langkah alternatif dalam menjaga kebiasaannya
berkomunikasi dengan masyarakat.
Memang e-blusukan tidak bisa menciptakan
interaksi yang intim (kontak fisik) antara masyarakat dengan pemimpinnya. Tapi esensi
dari blusukan, yakni komunikasi Jokowi dengan masyarakat masih bisa
terwujud. Berbagai keluh-kesah dan keinginan dari petani, buruh, nelayan,
pedagang kecil yang tersebar dari Sabang hingga Merauke masih bisa sampai pada
pemimpinnya.
Beberapa hari lalu, PT Telkom dengan
layanan konferensi video terpadu berbasis internet, yakni UmeetMe menyatakan kesiapannya
dalam merealisasikan program e-blusukan Presiden Jokowi. Kemampuan layanan UmeetMe
yang sanggup menjangkau pelosok desa tentu akan sangat membantu Jokowi dengan
E-blusukannya.
Dengan berkembangnya teknologi di
mana e-blusukan ataupun sosial media hadir di dalamnya, peran serta masyarakat luas
dalam mengawal jalannya pemerintahan menjadi mungkin untuk dilakukan. Dengan
demikian, pertumbuhan demokrasi di Indonesia bisa tumbuh lebih cepat, tentu
demokrasi yang partisipan, bukan sebatas One Men, One Vote.
Yang dibutuhkan saat ini hanyalah
kesadaran setiap individu sebagai warga negara –yang dituntut sumbangansihnya.
Jangan ragu untuk menggunakan dunia maya sebagai “penyambung aspirasi”, di mana
kita bisa bebas menyuarakan kritik dan masukan kita kepada pemerintah. Betapa kelimpungannya
SBY kala “diserang” hastag #ShameOnYouSBY dan #WelcomeMrLiar yang berujung
diterbitkannya Perpu Pilkada Langsung adalah bukti bahwa dunia maya telah
memiliki tempat dalam proses demokrasi di Indonesia. Maka, persiapkanlah
unek-unekmu, mana tau e-blusukan Jokowi akan menyapa anda besok?.
Comments