Seperti Keluarga, Selalu Terharu saat Berpisah
Keakraban prajurit TNI dengan tentara Malaysia yang berdinas di pos gabungan di Entikong dibangun dengan patroli, apel, hingga main voli bersama. Selama bertahun-tahun dan berganti-ganti personel, tak pernah ada masalah.
FOLLY AKBAR, Entikong, Kalimantan Barat
---
KEHARUAN mewarnai pagi yang cerah di Entikong. Puluhan prajurit tampak saling berpelukan. Beberapa tepukan tangan juga mendarat di punggung masing-masing. Mereka tampak berusaha saling menguatkan.
Maklum, kawan yang telah hidup bersama tiga bulan terakhir harus pergi. Berganti tempat. Tapi, masih dengan tujuan yang sama: mengabdi untuk bangsanya.
Ya, Sabtu pagi lalu (3/10) menjadi hari terakhir bagi sepuluh personel Tentera Diraja Malaysia (TDM) berdinas di Poskotis Gabma Entikong, Kalimantan Barat.
Posisinya di pos gabungan yang terletak 2 kilometer dari garis perbatasan itu digantikan sepuluh rekannya sesama TDM.
"Sedih, karena kami sudah akrab sekali. Sudah seperti saudara," kata Sersan Satu (Sertu) Marwan, prajurit TNI yang bertugas di Entikong.
Meski terletak di wilayah Indonesia, beberapa tentara asal negeri jiran memang ditempatkan di Poskotis Gabma Entikong. Itu merujuk kesepakatan yang diteken kedua negara bertetangga tersebut dasawarsa lalu.
Hal serupa ada di pos perbatasan milik Malaysia. Sepuluh prajurit TNI ditempatkan di Pos Biawak, Sarawak. Malaysia melakukan rotasi per tiga bulan, sedangkan TNI sembilan bulan sekali.
Tugas mereka sama, mengamankan wilayah perbatasan dari sisi luar. "Kadang mengawal pejabat negara yang melintas dan melakukan kunjungan," kata Marwan.
Poskotis Gabma Entikong terhitung sebagai pos perbatasan yang besar. Luas lahan yang didominasi warna hijau itu mencapai 2 kilometer persegi. Selain barak dan fasilitas olahraga, pos yang berisi 55 personel TNI dan 10 prajurit TDM itu dilengkapi satu helipad.
Selaras, tanggung jawab yang diemban pun besar. Garis perbatasan di bagian barat Kalimantan tersebut berada di bawah komando Poskotis Gabma Entikong. Panjangnya mencapai 966 kilometer. Itu nyaris setengah garis perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan yang mencapai 2.019 kilometer.
Dengan garis sepanjang itu, puluhan pos kecil pun didirikan TNI dan TDM. Khusus milik TNI, jumlahnya 24. Pos terjauh terletak di Temajuk. Fungsinya, membantu pengamanan di garis yang menjadi wilayah kewenangan Poskotis Gabma Entikong.
Meski berbeda negara, dua satuan tentara di situ hidup berdampingan. Selama bertahun-tahun dan berkali-kali berganti prajurit, tidak pernah ada konflik. Justru mereka hidup layaknya prajurit dari negara yang sama.
Komandan Poskotis Gabma Entikong Letkol Infanteri Marsana mengatakan, keakraban memang sengaja dibangun. Sebab, bagaimanapun, mereka berada dalam komando yang sama. Juga, tugas yang sama: mengamankan perbatasan.
Keakraban dan kekeluargaan dibentuk dengan melakukan kegiatan bersama-sama. Mulai patroli hingga apel rutin. "Tapi, saat apel, penghormatanya tentu kepada bendera negara masing-masing," jelasnya.
Bahkan, di luar rutinitas resmi, kebersamaan terus dilakukan. Mulai makan bareng hingga olahraga bersama. "Kami biasanya main voli," tuturnya saat ditanya soal olahraga favorit prajurit.
Alhasil, saat kondisi politik kedua negara memanas sekalipun, suasana di pos yang berjarak 314 kilometer dari Pontianak tersebut tetap sejuk. Karena itu, menurut Marwan yang sudah dua tahun berdinas di Entikong, peristiwa haru seperti Sabtu lalu bukanlah yang pertama.
Di pos tersebut, tangis perpisahan merupakan hal yang biasa. "Karena baru tugas beberapa bulan di sini, pisah lagi," tuturnya.
Rosidi, anggota TDM yang baru tiba Sabtu lalu, mengaku sudah lama mendengar keakraban dan kekompakan kedua negara di Pos Entikong tersebut.
"Saya mendengar itu dari senior saya. Katanya, sudah menjadi tradisi di sini," kata Rosidi.
Berdinas di perbatasan memang menghadirkan tantangan yang berbeda. Jika di wilayah lain prajurit bertanggung jawab mengamankan wilayah teritorial, di perbatasan ada tambahan, yakni memproteksi wilayah.
Sebab, wilayah perbatasan relatif selalu berada di bawah ancaman. Khususnya ancaman penyelundupan. "Jika ada penyelundupan, negara ini dirugikan," terang Marsana.
Di Entikong, ancaman penyelundupan yang terjadi beragam. Ada penyelundupan manusia. Juga, mulai miras hingga barang-barang terlarang lainnya. "Terakhir 3 ribu telur penyu dari Indonesia ke Malaysia," ungkapnya.
Dia mengakui, dengan kondisi wilayah yang didominasi hutan, mencegah penyelundupan bukanlah pekerjaan yang mudah. Yang bisa dilakukan hanyalah terus mengintensifkan patroli pengamanan. Kemudian, berkoordinasi dengan Pos Perbatasan Malaysia di Biawak, Sarawak.
Selain lebih beratnya tugas, tantangan lainnya adalah masalah psikis. Misalnya yang dialami Sertu Marwan. Pria 27 tahun asal Rembang, Jawa Tengah, itu mengandalkan telepon untuk mengobati kangen dengan keluarga.
Meski didukung penuh orang tua, Marwan tidak menampik, ada saat dirinya ingin dekat dengan keluarga. Namun, jiwa prajuritnya yang tinggilah yang mengalahkan perasaan tersebut.
Sebab, dia menyadari, prajurit harus siap ditempatkan di mana pun. Tak terkecuali di garis perbatasan negara. "Teman-teman di sini menyenangkan, termasuk yang dari Malaysia. Itu sangat membantu," katanya.
Di tengah berbagai keterbatasan akses di Entikong, prajurit diberi tunjangan perbatasan. Lain tugas, tentu lain imbalannya. Sayang, Marwan enggan memberikan bocoran jumlah rupiah yang diterima. "Ya, cukuplah," terangnya, lantas menyunggingkan senyum.
Comments