Setelah sekian lama hanya bisa berbaring, Arya Permana kini sudah mampu aktivitas seperti renang hingga main bola. Fokus selanjutnya adalah operasi menghilangkan gelambir.
Oleh Folly Akbar, Karawang
SAAT Jawa Pos tiba di rumahnya di Kampung Pasir, Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jawa Barat, Senin (1/7), Arya Permana sedang tidak ada di rumah. "Arya lagi renang di Green Canyon," kata Ade Somantri, ayah Arya.
Lokasinya, sekitar 2 kilometer dari rumah. Untuk tiba ke sana, kata Ade, Arya menggunakan sepeda motor. Aktivitas itu, lanjut dia, dilakukan Arya hampir setiap hari. Khususnya dalam beberapa bulan terakhir.
Selain berenang dan motor-motoran, Arya juga kerap mengisi hari-harinya sepulang sekolah dengan bermain Sepakbola. Juga permainan anak-anak lain seusianya. ABG atau Remaja 13 tahun.
Ya, Arya yang dulu mengalami obesitas ekstrim, kini sudah berhasil menanggulanginya. Saat ini, berat badannya sudah turun secara drastis, setelah menjalani operasi Bariatric atau penyempitan lambung dua tahun lalu. Dari 192 kilogram, menjadi 85 kilogram saja.
Dengan berat badan 85 kilogram, aktivitasnya sudah jauh lebih leluasa. Gerakannya lincah seperti anak-anak seusianya pada umumnya. "Dulu mah jalan ke depan rumah saja sudah ga kuat," tuturnya.
Ade menceritakan, operasi Bariatric yang dialami anaknya terhitung sangat berhasil. Bahkan, hasilnya melampaui prediksi medis. Awalnya, berat badan Arya diperkiaran hanya bisa turun di angka 100 kilogram. Tapi nyatanya, dalam tiga bulan terakhir, beratnya ada dikisaran 84 - 87 kilogram. "Naik turun diangka itu saja," kata dia.
Operasi Bariatric membuat saluran lambung di perutnya hanya sisa 30 persen dari ukuran sebelumnya. "Saya kurang tahu ukuran awalnya sebesar apa," imbuh Ade. Yang pasti, dengan menyempitnya saluran lambung, nafsu makannya turun berlipat-lipat.
Untuk diketahui, sebelumnya, dalam satu hari, Arya harus makan 5 kali. Sekali makan, porsinya dua kali orang dewasa. Di sela-selanya, sosok yang saat itu masih berusia 9 - 10 tahun juga kerap mengkonsumsi makanan "penunjang". Biasanya Arya menyantap mie instan. Porsinya pun cukup besar, yakni 6 mie instan setiap harinya.
Tak cukup sampai di situ, untuk minum usai makan, Arya tak biasa meminum air putih. Tapi mengkonsumsi minuman kemasan dengan gula yang tinggi seperti Teh Pucuk, Ale-Ale, atau merk lainnya. Jumlahnya pun fantastis. Sehari, bisa menghabiskan sampai 20 botol. Dalam sebulan, sampah bekas minuman bisa berkarung-karung.
Dengan aktivitas makannya yang tinggi, tubuh Arya berat untuk beraktivitas. Dia hanya tidur dan berbaring. Badannya kala itu pun semakin hari tambah besar. Hingga mencapai puncaknya pada 193 kilogram. "Kita sebagai orang tua juga bingung. Kalau ga diturutin nangis, kasian orang lapar," kata Ade menceritakan masa lalunya.
Namun setelah operasi, nafsu makannya turun. Kuantitas maupun porsi makannya pun berkurang. Sudah sama dengan orang-orang pada umumnya. Yakni sehari tiga kali. Porsinya pun kecil, yakni sekitar lima sampai enam sendok. "Kalau banyak sudah ga mau, bisa muntah," kata Ade.
Untuk jenis makanan, Arya yang kini sudah lebih dewasa juga sudah mau lebih disiplin. Meski tidak ada pantangan khusus, namun dia sudah mau mengurangi makanan yang mengandung gula atau minyak yang tinggi. "Makan sekarang normal aja, kaya ayam, telur, sayur," kata dia.
Selain itu, aktivitas main Arya yang tinggi juga membantu proses penurunan berat badannya. Berenang hingga main bola banyak membakar lemak dan kalori di badannya. Dia bersyukur, anaknya punya keinginan untuk hidup sehat.
Meski demikian, persoalan belum selesai. Penurunan berat badan ekstrim berdampak pada kondisi fisiknya. "Kepergian" lemak menanggalkan gelambir-gelambir kulit dihampir seluruh badannya.
Saat ditemui, Arya sendiri mengakui keberadaan gelambirnya membuat gerak-geriknya sedikit terganggu. "Kurang nyaman," ujarnya singkat.
Untuk mensiasatinya, Arya terpaksa menggunakan pakaian dengan jenis kain yang lentur dan sempit. Tujuannya, agar gelambirnya bisa dipadatkan dan tidak bergelantungan. "Biar enak," tuturnya kembali singkat.
Meski demikian, Arya mengaku senang dengan kondisinya sekarang. Saat ini, dia bukan hanya bisa bermain, tapi juga mampu sekolah secara normal. Tanpa harus mengikuti pelajaran dari rumah.
Di tahun ajaran baru, Arya akan memulai jenjang baru pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat ini, dia sudah diterima di SMP 2 Pangkalan yang berjarak 10 kilometer dari rumah.
Rokayah, ibunda Arya mengatakan, agar anaknya bisa benar-benar "sembuh", dia bersama suami tengah mempersiapkan upaya lanjutan. Yakni dengan melakukan operasi bedah plastik untuk menghilangkan gelambir di tubuh buah hatinya.
Arya sendiri, kata dia, sudah menjalani pemeriksaan awal di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. "Katanya butuh sampai lima kali operasi," tuturnya. Soal kapan operasi tahap pertama akan dilakukan, dia belum tahu. Pihaknya masih menunggu informasi dari pihak rumah sakit.
Sambil menunggu informasi, keluarga Arya juga tengah mencari cara mencari dana. Sebab, dana yang dibutuhkan mencapai Rp. 200 juta. Dengan profesi ayah Arya sebagai satpam, uang tersebut dinilai berat.
Beruntung, ada kerabat yang mau membantunya. Yakni dengan melakukan penggalangan donasi di situs galang dana kitabisa.com. Di sisi lain, keluarga juga masih mengintip peluang dilakukan pembiayaan melalui BPJS Kesehatan.
Berdasarkan pantauan Jawa Pos di situs kitabisa.com, hingga Kamis (4/7) siang, dana yang terkumpul sudah mencapai Rp. 150 juta. Dengan torehan tersebut, mimpi Arya untuk memiliki badan yang normal tinggal sejengkal.
Rokayah bersyukur, ada banyak orang yang peduli dengan kondisi anaknya. "Semoga semuanya lancar," pungkasnya.
Tulisan ini terbit di Jawa Pos edisi Selasa (9/7)
Comments