Skip to main content

Inspirasi dari Jatimulyo, Desa Ramah Burung di Kaki Pegunungan Menoreh

Baliho di jalanan Desa Jatimulyo, Foto : Folly Akbar



Kombinasi apik pemerintah desa dengan masyarakat telah berhasil melestarikan 101 spesies burung di Desa Jatimulyo. Selain lingkungan yang lebih asri, konservasi burung juga membawa nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.

Folly Akbar, Kulon Progo

BALIHO yang banyak terpasang di pinggir jalan menyambut siapapun yang memasuki kawasan desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo. Semakin masuk ke dalam, balihonya semakin banyak. Namun, itu bukan baliho tokoh politik layaknya di musim Pemilu. Melainkan baliho peringatan untuk tidak berburu burung.

Warga desa yang tinggal di bawah pegunungan Menoreh itu memang sudah sejak beberapa tahun terakhir mendeklarasikan diri untuk berperang melawan perburuan burung. Perlawanan tersebut lantas diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Desa nomor 8 tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup.

Dalam perdes tersebut, menangkap burung ditetapkan sebagai aktivitas terlarang di Jatimulyo. Bagi siapapun yang melakukannya, sanksi berlapis telah menantinya. "Peringatan dulu, kalau diulangi lagi bayar denda," kata Sekretaris Desa Jatimulyo Mardiyanta saat ditemui Jawa Pos, Senin (30/12). Dendanya pun bisa mencapai 10 juta rupiah.

Mardiyanta lantas menceritakan, awal mula dikeluarkannya perdes tersebut. Hal itu tak lepas dari kondisi alam yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Di mana burung-burung semakin jarang ditemui. "Dulu waktu saya kecil banyak suara burung. Tapi tahun 2012-an sudah mulai tidak di dengar," ujarnya.

Keresahan itu rupanya juga banyak dirasakan warga lainnya. Bayangan kerinduan akan masa lalu yang asri berkelindan di benak warga desa. Apalagi, ada fakta yang lebih menyakitkan. Yakni sebagian besar burung yang 'hilang' dari keseharian warga diambil oleh pemburu dari desa lainnya. "Maka keluarlah Perdes ini," imbuhnya.

Usai diterbitkan, sosialisasi pun digalakkan. Baik melalui baliho-baliho maupun dari mulut ke mulut. Masyarakat diajak untuk saling menjaga. Saat ini, ada lebih dari 100-an orang relawan yang menjadi "polisi burung". Jika melihat gerak-gerik pemburu, maka akan menindaknya.

Tiga tahun usai diberlakukannya perdes tersebut, hasilnya mulai di dapat. "Sekitar tahun 2017, suara burung mulai terdengar lagi," imbuhnya lantas tersenyum.

Dan hingga akhir tahun 2019, populasi burung di Jatimulyo terus meningkat. Saat ini, sudah ada 101 spesies burung yang berhasil ditemukan di desa yang memiliki luas 1609 hektare tersebut. Di antaranya Perkutut Jawa, Walik Kembang, Udang Api, Celepuk Reban, Wiwik Lurik, Cucak Kuning, Empuloh Janggut, dan Kancilan Bakau. 

Selain itu, ada juga berbagai jenis elang langka yang berhasil ditemukan kembali di kampung tersebut. Seperti Elang Hitam, Elang Ular Bido, dan Elangalap Jambul.

Untuk mengkonsolidasikan pelestarian burung, tempat semacam konservasi pun dibuat. Namanya Kopi Sulingan. Sulingan merupakan salah satu spesies burung khas Kulon Progo. Uniknya, konservasi tersebut diisi oleh para mantan pemburu burung yang sudah taubat.

Salah satunya adalah Kelik Suparno. Lelaki paruh baya itu mengaku insaf karena muncul kesadaran akan bahaya dari aktivitas berburunya. “Burungnya cepat habis,” ujarnya saat ditemui di Kopi Sulingan.

Bersama sejumlah pegiat lainnya, Kelik memimpin upaya pelestarian burung di Jatimulyo. Namun, jangan dibayangkan seperti kebun binatang di mana burung-burung disangkarkan. “Di sini dibiarkan di alam liar,” imbuhnya.

Punggawa Penjaga Burung di Jatimulyo Foto : Folly Akbar

Meski demikian, upaya perlindungan tetap dilakukan para pegiat burung di Kopi Sulingan. Untuk meningkatkan pengawasan, Kelik dan kawan-kawannya menciptakan sebuah sistem bernama adopsi. Sistem ini mirip “bapak angkat” bagi burung. Mulai dari bertelur, hingga tumbuh dan bisa terbang.

Dalam sistem adopsi, siapapun boleh menjadi “bapak angkat” bagi seokor burung yang tengah berkembang biak. Biaya donasi yang ditetapkan adalah 500 ribu rupiah. Uang tersebut, nantinya dibagikan ke beberapa elemen yang terlibat sebagai insentif. Mulai dari penemu sarang burung, pemilik lahan di mana burung bersarang, pengurus RT di wilayah sarang burung, penjaga patroli, dan operasional lainnya.

“Penemu sarang kita kasih 75 ribu, pemilik lahan 100, pengurus RT 50 ribu, kelompok petani hutan 50 ribu, dan yang 225 ribu untuk operasional dan penjagaan,” tuturnya.

Dengan adanya insentif, semua pihak yang dilibatkan diharapkan bisa lebih bertanggung jawab untuk sama-sama menjaga sarang burung hingga dewasa. Pengurus RT misalnya, bisa ikut mengingatkan warganya. Juga pemilik lahan yang diharapkan bisa ikut menjaga tanamannya.

Selain itu, kata Kelik, sistem tersebut juga diharapkan bisa menjadi pemasukan bagi para mantan pemburu. Baik yang bertindak sebagai pencari sarang, maupun penjaga sarang. “Kita minta pemburu berhenti, kalau tidak ada pemasukan pengganti susah,” ungkapnya.

Dalam satu periode sistem adopsi, biasanya membutuhkan waktu dua sampai empat minggu. Tergantung spesies burungnya. Nantinya, sang “bapak angkat” akan diberikan laporan. “Kalau gagal karena ulah manusia, uang kita kembalikan. Tapi kalau gagal karena dimakan ular, itu kita anggap proses alam,” kata pria beranak satu itu.

Kelik menuturkan, sistem adopsi yang dia ciptakan sudah berjalan baik. Tercatat sudah belasan kali. Soal sumber donasinya, dia mengaku tidak hanya berasal dari warga sekitar Jogja. Namun berasal dari para pecinta lingkungan dari berbagai daerah termasuk Jakarta.

Karena donasinya terbatas, sistem adopsi hanya diberlakukan untuk spesies burung tertentu. Yakni burung yang jumlah populasinya terbatas. Misalnya burung Sulingan, Cekakak Jawa, Empuloh Janggut, Kehicap Ranting, atau berbagai jenis burung elang.

Agar program tersebut bisa berjalan semakin masif, Kelik pun mengajak siapapun untuk terlibat menjadi “bapak angkat” bagi kelestarian burung. “Tapi kalau ga ada donasi ya kita iuran sendiri,” tuturnya dengan penuh harap.

Saat berkunjung di Kopi Sulingan, Jawa Pos berkesempatan untuk berkeliling di sebagian wilayah Desa Jatimulyo. Di situ, Jawa Pos merasakan betul populasi burung cukup melimpah. Saat dipasang sebiji buah pisang diranting pohon saja, beberapa ekor burung langsung hinggap dalam hitungan dua tiga menit.

Selain itu, suara burung saling bersautan saat masuk ke kebun-kebun warga yang terletak di bawah kaku pegunungan Menoreh. Beberapa sarang burung juga kerap terlihat di ranting-ranting pohon dalam rentang jarak yang tidak terlalu jauh. Bahkan, Jawa Pos sempat mendapati dua buah sarang burung pada pohon jambu biji di halaman rumah warga. Menandakan betapa ramahnya masyarakat terhadap keberadaan burung.

Kondisi tersebut, rupanya menarik banyak pecinta lingkungan, dan burung khususnya untuk datang ke Desa Jatimulyo. Dalam setahun, Kelik mencatat sekitar 100 orang datang ke tempatnya. Bukan hanya dari Indonesia, melainkan juga dari peneliti luar negeri.

“Beberapa pengelola taman nasional juga kerap datang kesini, biasanya datang bersama pengurus desa penopangnya,” kata dia. Kedatangan wisatawan burung turut meningkatkan perekonomian desa.

Kini, pencapaian yang didapat Desa Jatimulyo dengan melestarikan burung dan mendapat manfaat ekonominya berhasil memantik ketertarikan desa lainnya. Sejumlah desa sudah menyatakan keinginan untuk mengadopsi Perdes nomor 8 tahun 2014 milik Jatimulyo.

Meski terlihat sudah melakukan capaian besar, Kelik enggan disebut berhasil. Menurutnya, ukuran keberhasilan baru bisa dinilai, setidaknya pada 20 tahun ke depan. Jika di tahun tersebut, spesies burung tetap lestari, maka boleh dikatakan berhasil.

Diakuinya, salah satu kegelisahannya adalah eksistensi dari konservasi Kopi Sulingan ke depan. Sebab, apakah generasi di bawahnya akan melanjutkan atau tidak, itu masih menjadi pertanyaan besar di benaknya. *)

Tulisan Ini dimuat di Koran Jawa Pos edisi 6 Januari 2020

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.