lpmarena.com, Kebebasan pers yang diperjuangkan para aktivis era Orde Baru telah tercapai seiring meletusnya reformasi 98. Tapi kebebasan tersebut justru dinikmati pengusaha media, dengan segala kepentinganya, baik yang bersifat politis maupun ekonomi.
Itulah benang merah
yang tergambar dalam Lounching Buku Penumpang Gelap Demokrasi, sebuah kajian
liberalisasi media di Indonesia dan
Talkshow Berita TV di Hall Udin, Gedung PKKH Universitas Gajah Mada sabtu
(28/09). Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian dari Festival Media
Yogyakarta 2013. Hadir sebagai pemateri Kristiawan selaku penulis buku,
Nurjaman Mochtar selaku praktisi media dan Rahmat Arifin dari Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah(KPID) Yogyakarta.
Dalam pemaparanya Kristiawan
menjelaskan banyaknya indeks penurunan kualitas pemberitaan di TV yang
disebabkan ditungganginya era kebebasan pers oleh pengusaha media. “Penumpang
gelap itu industialisasi media. Padahal yang memperjuangkan kebebasan pers itu
kan AJI dan aktivis lainya”, ujarnya.
Aksi dan tuntutan kebebasan
pers di Indonesia sendiri semakin parak pasca pemberedelan majalah Editor,
Detik dan Tempo pada 1994. Dimana media menuai hasilnya pada tahun 1999, dengan
lahirnya undang-undang kebebasan pers.
Ia juga menyayangkan sikap para
aktivis waktu itu yang mengutamakan kebebasan pers terlebih dahulu dan
mengesampingkan dampak. “Temen-temen waktu itu pengenya bebas dahulu, dampaknya
biar difikir belakangan”, imbuhnya.
Sementara Nurjaman Mochtar
menganggap fenomena ini lahir akibat kegagalan aktivis dan masyarakat gagal
mengontrol kebebasan pers. “Ini konsekuensi logis dari ketidakmampuan kita
mengontrol kebebasan ini. Karena yang bermain saat ini ya hukum pasar”,
ungkapnya.
Dalam menghadapi kondisi ini,
harapan publik untuk menikmati sajian acara yang berkualitas dan independen
berada pada punggung Komisi Penyiaran Indonseia(KPI) selaku lembaga yang
bertugas mengawasi acara televisi.
Menanggapi maraknya televisi
yang menayangkan acara bernuansa politik menjelang 2014 ini, Rahmat Arifin
menerangkan pihaknya telah melayangkan surat kepada seluruh televisi untuk
menayangkan pemberitaan politis secara proporsional.
“Saat ini kita
sedang menyamakan persepsi dengan KPU dan Banwaslu, dimana output nya
menghasilkan pedoman perilaku penyiaran. Dan itu akan kita sepakati bersama
para pemred”, ujar arifin menambahkan. (Folly Akbar)
Berita ini dimuat di lpmarena.com edisi 29 September 2013
Comments