Skip to main content

Kesaksian ABK Brahma 12 Selama 35 Hari Disandera Abu Sayyaf

10 ABK diserahterimakan oleh Menteri Luar Negeri



Tak Panik karena Mengira Yang Datang Aparat Filipina 

Para sandera dari Indonesia tak pernah mendapat perlakuan kasar. Mereka diberi makan secara teratur dan tidak dikurung. Terus berpindah tempat setiap tentara Filipina mendekat.

Oleh FOLLY AKBAR

---

SUBUH menjelang ketika sepuluh pria itu mendadak dibangunkan. Orang-orang bersenjata yang menjaga mereka meminta semua segera berjalan menuju dermaga. Sebuah kapal telah menunggu di sana.

Sampailah mereka di sebuah pulau. Sepuluh orang yang merupakan kru kapal Brahma 12 asal Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf itu lalu diperintahkan untuk pindah ke sebuah truk bak terbuka. Truk berjalan dan tak ada seorang pun di antara sepuluh pria tersebut yang diberi tahu ke mana mereka akan dibawa. Juga akan diapakan.


"Kami hanya bisa berdoa, berharap baik-baik," kenang Alfian Elvis Repi, satu di antara sepuluh kru kapal itu, tentang detik-detik menegangkan pada Minggu pagi lalu (1/5) tersebut.

Kecamuk antara ketakutan dan kepasrahan berkelindan di benak sepuluh pria itu. Maklum, enam hari sebelumnya, kelompok yang sama telah memenggal kepala sandera dari Kanada, John Ridsdel.

Tiba-tiba truk berhenti di depan sebuah rumah. Lalu, begitu sepuluh pekerja PT Patria Maritime Lines yang sudah 35 hari disandera itu turun, truk langsung pergi, meninggalkan mereka.

"Baru kami sadar, itu rumah gubernur Sulu (Abdusakur Tan II, Red). Saat naik kapal tadi, ternyata kami diturunkan di Pulau Jolo," tutur Julian Philip, sandera lain, di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta, kemarin (2/5).

Sepuluh orang itu adalah Julian, 50; Alvian, 33; Peter Tonsen Barahama, 31; Mahmud, 32; Surian Syah, 34; Surianto, 31; Wawan Saputra, 23; Bayu Oktavianto, 23; Rinaldi, 25; dan Wendi Raknadian, 29. Mereka dibajak pada 26 Maret lalu di perairan perbatasan antara Sabah, Malaysia, dan Sulu, Filipina.

Seperti dilansir inquirer.net, Gubernur Abdusakur mengatakan, petugas keamanan yang menjaga rumahnya yang kali pertama memberi tahu dirinya soal sepuluh orang itu. Dia lalu meminta mereka masuk ke kediamannya di Kota Jolo tersebut. Juga menjamu mereka dengan nasi, ayam, dan ikan.

"Baru sesudahnya saya mengabari polisi dan militer tentang mereka," kata Abdusakur.

Hari itu juga mereka langsung diterbangkan ke Indonesia dengan pesawat Victory News milik Surya Paloh. Setelah sempat "hinggap" di Balikpapan, pesawat tiba dengan selamat di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu malam.

Pada hari nahas akhir Maret lalu itu, Julian dkk sebenarnya tahu lewat layar navigasi bahwa ada dua kapal kecil yang terus men­dekati Brahma 12, kapal yang mengangkut batu bara. Tapi, mereka sama sekali tak curiga. Sebab, mereka belum pernah mengalami kejadian buruk di perairan yang kerap dilintasi untuk mengantar batu bara ke Filipina itu.

Jarak Brahma 12 dengan kedua kapal kecil kian dekat. Seluruh anak buah kapal (ABK) tetap tenang. Apalagi, setelah mendekat, tertera kalimat PNP di kaus yang dikenakan para "pendatang tak diundang" tersebut.

Setelah benar-benar merapat, delapan orang dari dua speedboat yang berbeda itu langsung naik ke atas dek Brahma. Lengkap dengan senjata M-14 dan M-16. Plus peluru berukuran cukup besar yang menyelempang di tubuh.

Semua ABK Brahma masih tenang. Masih menganggap personel dari dua kapal itu sebagai petugas keamanan Filipina. Tapi, tanpa disangka, sepuluh ABK yang berkumpul tersebut langsung diikat dan diborgol. Diperintahkan untuk menyerah. Karena takut, sepuluh ABK itu pasrah. Menuruti permintaan tanpa melakukan perlawanan sedikit pun.

Namun, karena merasa tak nyaman, salah seorang ABK memohon untuk tidak diborgol dan diikat. "Kami juga berjanji untuk tidak melawan dan siap mengikuti kemauan mereka," kata Julian.

Di luar dugaan para ABK, permintaan itu disetujui. Setelah kapal berhasil dikuasai, perompak yang diduga kelompok Abu Sayyaf tersebut langsung membawa kapal ke timur. Memasuki perairan Tawi-Tawi yang masuk wilayah yurisdiksi Filipina. Setelah sebelumnya diminta melepaskan kapal tongkang yang berisi batu bara tersebut.

"Di jalan, kalau ketemu perahu dan kapal lain, mereka menghindar," imbuhnya.

Sesampai di Tawi-Tawi Minggu pagi (27/3), kapal Brahma 12 pun diminta untuk ditinggalkan. Dari situ, mereka dibawa ke sebuah pulau yang tak jauh dari lokasi ditinggalkannya kapal. Tapi, di situ tidak lama. Karena lokasi dinilai tidak aman, sepuluh sandera tersebut dibawa lagi ke pulau lain ke arah timur.

Di pulau itulah, Philip dan sembilan rekannya memulai kehidupan baru sebagai sandera. "Nama pulau kami tidak tahu," kata pria dari Minahasa, Sulawesi Utara, tersebut.

Sulu memang sebuah kepulauan yang secara administratif berada di bawah Provinsi Sulu dengan Jolo sebagai ibu kota. Provinsi di Filipina Selatan tersebut merupakan bagian dari Autonomous Region in Muslim Mindanao.

Abu Sayyaf membagi para sandera menjadi beberapa kelompok. Khususnya jika situasi dinilai tidak kondusif. Sebab, jika bergerombol, itu akan menyulitkan pengamanan saat berpindah tempat.

Pindah dari satu tempat ke tempat lain memang menjadi kegiatan wajib para sandera. Rentang waktunya pun tidak menentu. Bisa dua sampai empat hari saja. "Migrasi" itu selalu dilakukan jika ada informasi pengejaran yang dilakukan tentara Filipina.

Meski beberapa kali mendapat ancaman pemenggalan, lanjut Philip, dirinya dan beberapa rekan mendapat penjagaan keamanan yang cukup baik. "Mungkin mereka berpikir, kalau ada satu sanderanya mati, mereka nggak akan dapat uangnya," terang pria berusia 50 tahun itu.

Alvian menambahkan, selama masa penyanderaan, tidak ada kekerasan fisik yang dialami. Bahkan, dia dan rekan-rekannya tidak pernah dikurung. Meskipun memang lima orang bersenjata lengkap selalu mengawasi gerak-gerik mereka tanpa jeda.

"Mukanya tidak tahu karena semuanya pakai penutup muka tiap hari," kata pria dari Jakarta tersebut.

Meski tak diperlakukan kasar, tidak berarti hati mereka tenang. Sandera lain, Peter Tonsen, mengaku, dirinya, Alvian Repi, dan Julian Philip yang sama-sama nonmuslim terpaksa mengaku mualaf demi keselamatan. "Kami bertiga mengatakan bahwa kami mualaf demi menyelamatkan nyawa saya dan kawan-kawan," ungkapnya.

Soal makanan, para personel Abu Sayyaf tergolong adil kepada para tawanan. Tidak ada diskriminasi. Apa yang dimakan penyandera, lauk itu juga yang diberikan untuk para sandera. Menunya macam-macam.

"Yang kurang di sana hanya air bersih karena ada di hutan," terang pria 33 tahun tersebut.

Menurut Alvian, hutan yang mereka tinggali bukan hutan tropis yang lebat. Melainkan hutan khas kepulauan. "Adanya seperti pohon kelapa dan pohon lainnya saja," terangnya.

Soal aktivitas setiap hari, Alvian mengatakan lebih sering duduk-duduk santai. Sambil mengobrol dengan rekan-rekan. Sesekali, obrolan juga dilakukan dengan perompak. Di antara lima penjaga, ada dua orang yang mampu berbahasa Inggris.

Namun, aktivitas santai itu langsung sirna tiap kali ada informasi bahwa tentara Filipina datang. Rombongan lantas bergegas, pindah ke hutan lain. Tapi, mereka tidak pernah terlibat dalam konflik terbuka dengan tentara. Sampai hari mereka dibebaskan.

Kemarin (2/5) Julian dkk sudah diserahkan kepada keluarga masing-masing. Kepulangan mereka pun disambut dengan histeria dan rasa syukur yang mendalam.

Di Jalan Swasembada Barat XVII, Jakarta Utara, misalnya, kedatangan Alvian disambut seluruh warga gang dan puluhan awak media. Anjing milik Alvian sampai sulit berhenti menggonggong gara-gara padatnya kerumunan.

"Ini memang keajaiban Tuhan. Mulai dari hari kematian, kebangkitan, hingga kenaikan Isa Almasih, kami terus berdoa. Dan saat ini Alvian pulang. Menurut saya, ini adalah kado terindah bagi mereka yang baru merayakan hari jadi pernikahan keempat 28 April lalu," ungkap Julianto Hermawan, yang memimpin doa bersama di kediaman Alvian sejak siang sebelum si empunya rumah tiba.

Setiba dari Kemenlu, Alvian dan keluarga harus membelah massa untuk bisa masuk ke rumah. Sampai di ruang tamu, nyanyian rohani kembali menyeruak. Mungkin karena saking harunya, Alvian terduduk dan menunduk dengan air mata.

Beberapa menit kemudian, Vian pun masuk ke kamar bersama sang istri, Youla Lasut. Sang sepupu, Nova Repi, mengatakan bahwa Vian kelelahan. "Dalam dua hari ini, dia banyak kegiatan. Tiba di Jakarta, langsung tes medis. Apalagi, dia sudah berpisah selama empat bulan dari keluarga. Jadi, mohon maklum kalau dia tak bisa bicara terlebih dahulu," ungkapnya.

Alvian dan sembilan rekannya memang telah menjalani tes medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto Kolonel Dr Bambang Dwi menyatakan bahwa semua bekas sandera sehat. Baik secara fisik maupun mental.

Peter Tonsen juga mengaku tak trauma. Dia mengaku siap melaut lagi bersama kawan-kawannya. "Ini adalah tugas yang diberikan kepada saya," ujarnya. (*/c11/ttg) 



Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.