Pengarangnya Beri Apresiasi, Dianggap
Paling Pas
Keberadaan komik Asterix di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok Maria Antonia Rahartati Hardjasoebrata Bambang Haryo. Dialah penerjemah komik asal Prancis yang masuk ke tanah air pada 1980-an itu. Kelihaiannya dalam mengontekskan cerita membuat komik tersebut bisa diterima pembaca Indonesia.
Folly Akbar, Tangerang
---
SEBUAH laptop hitam berada di meja kerja Maria Antonia Rahartati Hardjasoebrata Bambang Haryo di rumahnya, kompleks Sarua Permai, Tangerang Selatan. Di sekitarnya bertumpuk buku-buku referensi, termasuk kamus bahasa Prancis-Indonesia. Tidak terlalu rapi.
Lampu dinding yang tak terlampau terang membuat ruangan tersebut sedikit temaram. Tempat yang sempurna untuk konsentrasi bekerja ''Di sini enak buat kerja. Suasananya mendukung,'' kata Rahartati saat ditemui kemarin (14/3).
Menerjemahkan bahasa asing bisa disebut pekerjaan ''sunyi''. Karena itu, kondisi ruangan yang senyap termasuk jadi prasyarat. ''Kadang juga di kamar (tidur),'' imbuhnya.
Perempuan yang akrab disapa Tati itu merupakan salah seorang penerjemah komik Asterix di Indonesia. Ada sejumlah nama yang lain. Namun, Tati paling dikenal. Terjemahan ala Tati paling digandrungi penggemar komik Asterix di Indonesia.
Komik Asterix menceritakan kisah-kisah perjuangan Desa Galia dalam mempertahankan wilayah dari penjajahan bangsa Romawi. Bersama kawannya, Obelix yang berperawakan besar dan kuat, Asterix yang berbadan kecil dan kurus menjadi lakon dalam komik karya Albert Urdezo dan Goscinny tersebut.
Tati menceritakan, dirinya mulai menerjemahkan komik Asterix pada 1982. Saat itu Trim Sutidja dari Pustaka Sinar Harapan menemuinya. Tahu bahwa Tati adalah seorang guru bahasa Prancis dan suka komik, Trim menyodorkan komik Asterix berjudul Le Domiane des Dieux (Negeri Dewa-Dewa) untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Tati langsung menerima tawaran itu. Terlebih, pengalamannya dua tahun hidup di Negeri Menara Eiffel diyakini akan banyak membantunya. ''Ceritanya lucu juga. Mungkin kenanya di situ,'' tuturnya.
Namun, dalam praktiknya, menerjemahkan komik Asterix bukan hal yang mudah. Apalagi yang diterjemahkan adalah kisah-kisah yang dibalut humor khas Prancis. Persoalannya, hal yang lucu bagi orang Prancis belum tentu lucu bagi pembaca Indonesia.
''Kesulitan saya, awalnya, menangkap pesan yang disampaikan si pengarang,'' jelas perempuan kelahiran 19 Desember 1942 tersebut.
Berbeda dengan translator biasa, penerjemah karya kreatif (sastra dan komik) harus benar-benar paham konteks yang disampaikan pengarangnya. Karena itu, dia tidak akan menerjemahkan kata demi kata secara harfiah.
Tati mencontohkan kalimat The quick brown fox jumps over the lazy dog. Penerjemah harfiah biasanya akan mengartikannya ''rubah cokelat yang lincah melompati anjing pemalas''. Namun, bagi penulis, maknanya bisa saja bukan itu.
''Di sana, kalimat itu berarti mengecek kesiapan mesin ketik. Karena ada huruf A sampai Z dalam kalimat tersebut,'' tuturnya.
Karena itu, dalam menjalankan kerja kreatif tersebut, Tati sangat berhati-hati. Tidak ada satu kata pun yang dia terjemahkan tanpa pertimbangan matang. Kalau tidak yakin dengan makna sebuah kata, terlebih yang tidak ada dalam kamus, dia akan menelepon koleganya di Prancis.
Selain itu, dia melahap banyak buku yang bisa menambah intuisinya dalam melakukan penerjemahan. Untuk komik Asterix yang bernuansa era Romawi, bacaan buku sejarah di masa itu termasuk referensi wajib.
Lantas, bagaimana Tati bisa membawa kelucuan orang Prancis di benak orang Indonesia? Salah satu triknya adalah mengubah bahasa dan mengganti nama tokohnya yang familier dengan masyarakat Indonesia.
Dalam komik berjudul Perisai dari Arvena, misalnya, Tati menciptakan nama tokoh Tulibudegus, yakni tokoh yang pendengarannya terganggu. Ada pula tokoh berbulu yang diberi nama Berbulix dan tokoh berambut merah yang namanya diganti menjadi Abangus.
''Hanya tokoh-tokoh utamanya yang tidak saya ubah. Misalnya, Asterix, Obelix, dan Panoramix,'' bebernya.
Dalam cerita lain, Tati mengubah lirik lagu dalam komik asli menjadi lirik yang sangat Indonesia. Caranya, menggantinya dengan lagu karya Titiek Puspa, Marilah Kemari. ''Kalau tidak diganti, jadi gak pas untuk konteks Indonesia.''
Kenekatannya mengadaptasi komik Asterix ke dalam cerita bahasa Indonesia pada awalnya sempat membuat dirinya khawatir. Khawatir diprotes pengarangnya, Uderzo. Karena itu, ketika Uderzo menemuinya di Paris pada 1995, hati Tati sempat deg-degan saat menceritakan kenekatannya menerjemahkan dengan gaya Indonesia.
Namun, tidak disangka, Uderzo justru mengapresiasi pekerjaan Tati. Menurut Uderzo, yang dilakukan perempuan asal Solo itu sangat brilian. ''Dia menepuk bahu saya sambil mengatakan, bravo Madam. Dia lalu mengatakan ingin hanya saya yang menerjemahkan komik karyanya,'' terang Tati.
Sebagai bentuk apresiasi, Uderzo menghadiahi Tati gambar sketsa yang dibuatnya khusus untuk Tati.
Dukungan dari Uderzo itu membuat Tati semakin bersemangat dalam menerjemahkan komik-komik Asterix. Hingga kini, di antara 31 komik karya Uderzo-Goscinny, sudah 19 komik yang diterjemahkan Tati.
Meski kini usianya sudah menginjak 75 tahun, semangat Tati untuk terus menerjemahkan komik-komik Asterix tidak lantas meredup. Sebaliknya, dia justru tertantang untuk menyelesaikan 12 judul komik Asterix lainnya. Kebetulan, ada penerbit yang memintanya.
Menyadari generasi sasaran pembacanya saat ini adalah generasi milenium, Tati pun sudah menyiapkan narasi yang sesuai dengan zamannya. Mulai kosakata, gaya bicara, hingga nama-nama tokoh pendukungnya.
Salah satu nama yang akan dimunculkan adalah ''Pepo'', sebutan untuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Maklum, ''Pepo'' tengah menjadi tren di generasi muda Indonesia saat ini.
Tati mengungkapkan salah satu alasannya untuk terus menerjemahkan komik-komik Asterix. Yakni, dirinya ingin terus belajar. Dengan menerjemahkan komik asing, dia dituntut untuk selalu belajar. Mulai bahasa, kebudayaan, tradisi, karakter tokoh, dan sebagainya.
''Kunci penerjemah adalah rendah hati. Terus mencari tahu. Kalau merasa pintar, saya jamin terjemahannya tidak akan bagus,'' tegas ibu dua anak itu.
Semangat dan prinsip itulah yang juga selalu ditularkan Tati kepada murid-muridnya. Saat ini ada satu dua penerjemah yang belajar kepada dia.
Sosok Tati yang kreatif, ceria, dan memiliki selera humor tinggi tidak lepas dari darah seniman yang mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Harjosubroto, merupakan pencipta lirik tembang Gundul Pacul, tembang khas Jawa Tengah.
Kebebasan yang diberikan sang ayah dalam berinteraksi sejak kecil akhirnya ikut mewarnai karya-karya terjemahan Tati. Tidak sedikit bahasa lelucon yang dibuatnya dalam komik merupakan hasil interaksinya dengan keluarga.
Selain menerjemahkan tulisan, saat ini Tati membuat cerpen dan lagu-lagu dalam bahasa Prancis. Beberapa karyanya juga diterbitkan di majalah-majalah keluarga maupun remaja.
Dalam usia yang sudah tidak muda, Tati mulai mendapatkan apa yang semestinya dia terima. Berbagai ucapan hingga apresiasi diterima dari para pembaca komik Asterix di Indonesia. Memberinya semangat untuk terus berkarya.
''Ada yang bilang, 'Ibu, you are legend'. Ada juga yang bilang, 'Terima kasih, masa kecil saya terselamatkan','' ungkapnya. (*/c5/ari)
Keberadaan komik Asterix di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok Maria Antonia Rahartati Hardjasoebrata Bambang Haryo. Dialah penerjemah komik asal Prancis yang masuk ke tanah air pada 1980-an itu. Kelihaiannya dalam mengontekskan cerita membuat komik tersebut bisa diterima pembaca Indonesia.
Folly Akbar, Tangerang
---
SEBUAH laptop hitam berada di meja kerja Maria Antonia Rahartati Hardjasoebrata Bambang Haryo di rumahnya, kompleks Sarua Permai, Tangerang Selatan. Di sekitarnya bertumpuk buku-buku referensi, termasuk kamus bahasa Prancis-Indonesia. Tidak terlalu rapi.
Lampu dinding yang tak terlampau terang membuat ruangan tersebut sedikit temaram. Tempat yang sempurna untuk konsentrasi bekerja ''Di sini enak buat kerja. Suasananya mendukung,'' kata Rahartati saat ditemui kemarin (14/3).
Menerjemahkan bahasa asing bisa disebut pekerjaan ''sunyi''. Karena itu, kondisi ruangan yang senyap termasuk jadi prasyarat. ''Kadang juga di kamar (tidur),'' imbuhnya.
Perempuan yang akrab disapa Tati itu merupakan salah seorang penerjemah komik Asterix di Indonesia. Ada sejumlah nama yang lain. Namun, Tati paling dikenal. Terjemahan ala Tati paling digandrungi penggemar komik Asterix di Indonesia.
Komik Asterix menceritakan kisah-kisah perjuangan Desa Galia dalam mempertahankan wilayah dari penjajahan bangsa Romawi. Bersama kawannya, Obelix yang berperawakan besar dan kuat, Asterix yang berbadan kecil dan kurus menjadi lakon dalam komik karya Albert Urdezo dan Goscinny tersebut.
Tati menceritakan, dirinya mulai menerjemahkan komik Asterix pada 1982. Saat itu Trim Sutidja dari Pustaka Sinar Harapan menemuinya. Tahu bahwa Tati adalah seorang guru bahasa Prancis dan suka komik, Trim menyodorkan komik Asterix berjudul Le Domiane des Dieux (Negeri Dewa-Dewa) untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Tati langsung menerima tawaran itu. Terlebih, pengalamannya dua tahun hidup di Negeri Menara Eiffel diyakini akan banyak membantunya. ''Ceritanya lucu juga. Mungkin kenanya di situ,'' tuturnya.
Namun, dalam praktiknya, menerjemahkan komik Asterix bukan hal yang mudah. Apalagi yang diterjemahkan adalah kisah-kisah yang dibalut humor khas Prancis. Persoalannya, hal yang lucu bagi orang Prancis belum tentu lucu bagi pembaca Indonesia.
''Kesulitan saya, awalnya, menangkap pesan yang disampaikan si pengarang,'' jelas perempuan kelahiran 19 Desember 1942 tersebut.
Berbeda dengan translator biasa, penerjemah karya kreatif (sastra dan komik) harus benar-benar paham konteks yang disampaikan pengarangnya. Karena itu, dia tidak akan menerjemahkan kata demi kata secara harfiah.
Tati mencontohkan kalimat The quick brown fox jumps over the lazy dog. Penerjemah harfiah biasanya akan mengartikannya ''rubah cokelat yang lincah melompati anjing pemalas''. Namun, bagi penulis, maknanya bisa saja bukan itu.
''Di sana, kalimat itu berarti mengecek kesiapan mesin ketik. Karena ada huruf A sampai Z dalam kalimat tersebut,'' tuturnya.
Karena itu, dalam menjalankan kerja kreatif tersebut, Tati sangat berhati-hati. Tidak ada satu kata pun yang dia terjemahkan tanpa pertimbangan matang. Kalau tidak yakin dengan makna sebuah kata, terlebih yang tidak ada dalam kamus, dia akan menelepon koleganya di Prancis.
Selain itu, dia melahap banyak buku yang bisa menambah intuisinya dalam melakukan penerjemahan. Untuk komik Asterix yang bernuansa era Romawi, bacaan buku sejarah di masa itu termasuk referensi wajib.
Lantas, bagaimana Tati bisa membawa kelucuan orang Prancis di benak orang Indonesia? Salah satu triknya adalah mengubah bahasa dan mengganti nama tokohnya yang familier dengan masyarakat Indonesia.
Dalam komik berjudul Perisai dari Arvena, misalnya, Tati menciptakan nama tokoh Tulibudegus, yakni tokoh yang pendengarannya terganggu. Ada pula tokoh berbulu yang diberi nama Berbulix dan tokoh berambut merah yang namanya diganti menjadi Abangus.
''Hanya tokoh-tokoh utamanya yang tidak saya ubah. Misalnya, Asterix, Obelix, dan Panoramix,'' bebernya.
Dalam cerita lain, Tati mengubah lirik lagu dalam komik asli menjadi lirik yang sangat Indonesia. Caranya, menggantinya dengan lagu karya Titiek Puspa, Marilah Kemari. ''Kalau tidak diganti, jadi gak pas untuk konteks Indonesia.''
Kenekatannya mengadaptasi komik Asterix ke dalam cerita bahasa Indonesia pada awalnya sempat membuat dirinya khawatir. Khawatir diprotes pengarangnya, Uderzo. Karena itu, ketika Uderzo menemuinya di Paris pada 1995, hati Tati sempat deg-degan saat menceritakan kenekatannya menerjemahkan dengan gaya Indonesia.
Namun, tidak disangka, Uderzo justru mengapresiasi pekerjaan Tati. Menurut Uderzo, yang dilakukan perempuan asal Solo itu sangat brilian. ''Dia menepuk bahu saya sambil mengatakan, bravo Madam. Dia lalu mengatakan ingin hanya saya yang menerjemahkan komik karyanya,'' terang Tati.
Sebagai bentuk apresiasi, Uderzo menghadiahi Tati gambar sketsa yang dibuatnya khusus untuk Tati.
Dukungan dari Uderzo itu membuat Tati semakin bersemangat dalam menerjemahkan komik-komik Asterix. Hingga kini, di antara 31 komik karya Uderzo-Goscinny, sudah 19 komik yang diterjemahkan Tati.
Meski kini usianya sudah menginjak 75 tahun, semangat Tati untuk terus menerjemahkan komik-komik Asterix tidak lantas meredup. Sebaliknya, dia justru tertantang untuk menyelesaikan 12 judul komik Asterix lainnya. Kebetulan, ada penerbit yang memintanya.
Menyadari generasi sasaran pembacanya saat ini adalah generasi milenium, Tati pun sudah menyiapkan narasi yang sesuai dengan zamannya. Mulai kosakata, gaya bicara, hingga nama-nama tokoh pendukungnya.
Salah satu nama yang akan dimunculkan adalah ''Pepo'', sebutan untuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Maklum, ''Pepo'' tengah menjadi tren di generasi muda Indonesia saat ini.
Tati mengungkapkan salah satu alasannya untuk terus menerjemahkan komik-komik Asterix. Yakni, dirinya ingin terus belajar. Dengan menerjemahkan komik asing, dia dituntut untuk selalu belajar. Mulai bahasa, kebudayaan, tradisi, karakter tokoh, dan sebagainya.
''Kunci penerjemah adalah rendah hati. Terus mencari tahu. Kalau merasa pintar, saya jamin terjemahannya tidak akan bagus,'' tegas ibu dua anak itu.
Semangat dan prinsip itulah yang juga selalu ditularkan Tati kepada murid-muridnya. Saat ini ada satu dua penerjemah yang belajar kepada dia.
Sosok Tati yang kreatif, ceria, dan memiliki selera humor tinggi tidak lepas dari darah seniman yang mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Harjosubroto, merupakan pencipta lirik tembang Gundul Pacul, tembang khas Jawa Tengah.
Kebebasan yang diberikan sang ayah dalam berinteraksi sejak kecil akhirnya ikut mewarnai karya-karya terjemahan Tati. Tidak sedikit bahasa lelucon yang dibuatnya dalam komik merupakan hasil interaksinya dengan keluarga.
Selain menerjemahkan tulisan, saat ini Tati membuat cerpen dan lagu-lagu dalam bahasa Prancis. Beberapa karyanya juga diterbitkan di majalah-majalah keluarga maupun remaja.
Dalam usia yang sudah tidak muda, Tati mulai mendapatkan apa yang semestinya dia terima. Berbagai ucapan hingga apresiasi diterima dari para pembaca komik Asterix di Indonesia. Memberinya semangat untuk terus berkarya.
''Ada yang bilang, 'Ibu, you are legend'. Ada juga yang bilang, 'Terima kasih, masa kecil saya terselamatkan','' ungkapnya. (*/c5/ari)
Comments