Tempat mangkalnya boleh mungil dan
sederhana. Tapi, siapa sangka, tempat cukur rambut di Jogja ini bikin ketagihan
para musisi top. Apa rahasianya?
FOLLY AKBAR, Jogjakarta
---
ARI SUPARDIYANTO atau yang akrab dipanggil Genduk tidak pernah melupakan kenangan manis itu. Bahkan, sampai sekarang dia masih ingat dengan persis hari dan tanggalnya.
Ya, pada Senin, 11 November 2013, menjelang waktu asar tiba, handphone Genduk berdering. Sebuah nomor tanpa nama memanggilnya. Orang di seberang telepon memberikan pesan yang membuncahkan hati Genduk.
"Rupanya saat itu Mas Bobby minta dicukur rambutnya," cerita Genduk ketika ditemui Jawa Pos di rumahnya, kawasan Kampung Wijilan, yang tak jauh dari Keraton Jogjakarta, Senin (3/4).
Bobby yang menelepon Genduk tentu bukan sosok biasa. Dia adalah vokalis band pop rock alternatif Superman Is Dead (SID) I Made Putra Budi Sartika atau yang dikenal dengan nama Bobby SID Tanpa banyak cincong, Genduk pun langsung mempersiapkan diri. Dengan sepeda motor bebeknya, dia menuju kios reparasi rambutnya di Jalan H.O.S. Cokroaminoto yang tak jauh dari Pasar Klitikan, tempat jual beli barang bekas paling kondang di Jogjakarta.
Padahal, saat itu baru pukul 15.00, belum waktunya kiosnya dibuka. Namun, karena yang minta dicukur musisi band yang cukup terkenal, Genduk tak berkeberatan membuka kios maju dua jam dari biasanya. "Biasanya saya baru buka jam lima," jelasnya.
Meski peristiwa itu sudah lama berlalu, dia masih mengingat cerita yang tak biasa tersebut. Sebab, di sepanjang jalan menuju kios cukurnya itu, hati Genduk terus diliputi rasa bangga sekaligus gelisah. Sebab, pelanggannya orang besar, musisi asal Bali yang punya fans banyak di seluruh negeri.
"Awalnya saya ndredeg, tapi setelah memegang kepala Mas Bobby, lama-lama rasa itu hilang. Orangnya baik sih," tutur Genduk.
Hanya, Genduk sudah tak begitu ingat model potongan rambut yang diminta Bobby SID. Yang jelas, Bobby tidak kecewa dengan potongannya. Buktinya, dia sempat mengunjunginya kembali saat konser di Jogja.
Bobby SID sejatinya bukan satu-satunya musisi top yang biasa cukur di reparasi rambut Genduk tersebut. Ada sejumlah nama terkenal lain yang pernah mencicipi kreasi potongannya. Di antaranya, Bani Seventeen, Bayu Jikustik, hingga Richard Shaggydog. Band tiga personel itu kebetulan lahir di Jogja.
Bahkan, Bayu Jikustik menjadi salah seorang pelanggan fanatiknya. Musisi yang biasa memegang gitar bas tersebut sudah berkali-kali potong rambut di tempat Genduk. "Waktu Jikustik ulang tahun yang ke-17 tahun lalu (2016), saya juga diundang untuk hadir," ujar Genduk menceritakan kedekatannya dengan kelompok musik yang terkenal dengan lagunya, Tak Ada Yang Abadi, Pandangi Langit Malam Ini, Menggapaimu, dan Akhiri Ini dengan Indah itu.
Bertemu dengan konsumen yang gaul membawa banyak kebaikan bagi karir Genduk. Dari sisi pengetahuan, misalnya, wawasannya tentang musik menjadi lebih luas. Maklum, selama proses mencukur berlangsung, obrolan soal musik menjadi menu yang paling banyak dibicarakan antara Genduk dan konsumennya.
Sementara itu, dari segi keahlian mencukur, pergaulan tersebut juga memaksa pria 39 tahun itu untuk terus belajar dan mencari model potongan rambut ter-update melalui berbagai sumber. Potongan yang banyak diminta para musisi yang datang ke tempatnya, antara lain, model rockabilly, mix, dan spik.
Genduk pun sebetulnya merasa heran dengan datangnya para musisi di tempat reparasi rambutnya tersebut. Pasalnya, kios tempatnya mangkal jauh dari kesan mewah. Harga jasanya juga murah. Bahkan, bisa jadi ongkos itu yang termurah di Jogja. Yakni, 5 ribu rupiah saja! Harga yang tidak selevel untuk pelanggan musisi kelas nasional.
Saat Jawa Pos mengunjungi Genduk di tempat kerjanya, secara kasatmata memang sulit dipercaya bahwa kios tersebut dikunjungi banyak musisi. Ukurannya hanya 1 x 1,25 meter, dengan kondisi apa adanya. Cat temboknya sudah lusuh, pintunya ringkih.
Dengan ruangan yang sempit, tidak banyak perabot yang bisa masuk. Praktis hanya sebuah meja kecil yang menempel di dinding dan sebuah kursi untuk duduk konsumen yang berhadapan dengan cermin. Jika lebih dari satu orang, pelanggan mau tidak mau harus antre di trotoar luar kios.
Apa resep Genduk bisa menggaet banyak pelanggan, termasuk para musisi top tersebut? Selain potongannya yang modis serta ongkosnya yang supermurah, dia melayani pelanggannya dengan hati. Genduk pasti mengajak bicara dengan konsumen hal-hal yang up-to-date. Dengan cara begitu, pelanggan merasa nyaman dicukur.
Dari situlah, sejak berdiri pada 2001, pelanggannya terus bertambah lewat promosi dari mulut ke mulut. Pelanggan yang merasa puas akan merekomendasikan ke temannya. Begitu seterusnya.
Salah satu ''ramuan'' agar pelanggan Genduk puas adalah menjadikan cukur rambut sebagai karya seni. Artinya, dia tidak bisa melakukan dengan sembarangan. Bukan hanya alat dan kemampuannya yang harus memadai. Yang jauh lebih penting adalah suasana hati atau mood saat memangkas rambut konsumen.
Layaknya pelukis, Genduk hanya mau membuka kios saat mood-nya sedang baik. Ketika hatinya sedang dirundung jengkel atau malas, misalnya, dia memilih tidak membuka kios. "Sebab, kalau dipaksa buka, pasti cukuran saya jelek. Itu bikin kapok pelanggan," kata bapak tiga anak tersebut.
Lantas, berapa uang yang diberikan pelanggan musisi untuk sekali potong? Genduk memilih menggratiskannya. Sebab, musisi masuk daftar orang yang gratis cukur, selain kaum agamawan seperti ulama atau pendeta. "Selama saya tahu dia agamawan, saya gratiskan," ungkapnya.
Meski kerap menggratiskan, Genduk tidak pernah takut hidup dalam kekurangan. Dia percaya, setiap orang membawa rezeki masing-masing.
Alasan itu pula yang membuatnya mematok ongkos Rp 5 ribu. Bahkan, dia bertekad akan tetap memasang tarif itu untuk waktu yang lama lagi. Dia percaya, di balik tarif murah yang dia berikan kepada pelanggan, banyak doa baik yang terselip sehingga dia dan keluarga bisa terhindar dari segala macam marabahaya. "Daripada mahal tapi keluarga sakit-sakitan, mending murah tapi banyak doa baik dari pelanggan. Sehat terus," tuturnya.
Kios mininya itu pun akan terus dia pertahankan selamanya. Meski tidak cukup nyaman, kios hasil pinjaman dari mertua tersebut memberikan berkah bagi dirinya. Buktinya, sejak 2001, kios reparasi rambut itu selalu ramai pelanggan. Setiap buka pukul 17.00-21.00, sedikitnya 20 pelanggan mencukur rambut.
Saat ini Genduk bukan hanya "seniman cukur". Dalam beberapa tahun terakhir, dia juga menjadi abdi dalem Keraton Jogjakarta. Karena itu, setiap sepuluh hari dia mesti memberikan sehari untuk mengabdi ke keraton. "Ini pengabdian saya kepada Ngarso Dalem (Sultan HB X, Red)," tuturnya.
Meski demikian, tidak berarti dia akan meninggalkan profesinya sebagai "seniman cukur". Menjadi abdi dalem merupakan bentuk pengabdiannya sebagai orang Jawa. Sementara itu, menjadi "seniman cukur" adalah pengabdiannya kepada masyarakat dan untuk kebutuhan keluarga. "Siang jadi abdi dalem, malamnya nyukur. Saya orang Jawa. Ada panggilan hati ke sana (jadi abdi dalem, Red)," tandas Genduk. (*/c10/ari)
(Tulisan ini diterbitkan Koran Jawa Pos edisi 6 April 2017)
Comments