Ikan Dori Foto Hanung/Jawa Pos |
FILM tak hanya mampu mengerek popularitas seorang aktor atau aktris. Ikan pun bisa. Itu pula yang terjadi pada ikan dori. Jenis surgeonfish atau ikan herbivor yang hidup di daerah terumbu karang itu naik daun gara-gara tampil di dua film yang begitu populer di zamannya. Finding Nemo (2003) dan semakin melejit saat sekuelnya Finding Dory meluncur pada 2016.
---
YAP, popularitas ikan dori atau juga dikenal dengan Blue Tang itu melejit setelah dua film animasi tersebut tayang di seluruh dunia. Kesuksesan film produksi Pixar tersebut merebut hati penonton sekaligus ikut menaikkan derajat karakter-karakter ikan yang tampil di dalamnya. Selain clown fish alias ikan giru, si dori ikutan pansos (panjat sosial). Karakter Dory yang kocak karena pelupa, banyak bicara, peduli, dan canggung itu menarik perhatian banyak orang untuk sekadar mencari info tentang ikan apa sejatinya si Dory, sampai ingin memilikinya di rumah.
Alhasil, harga ikan itu melonjak signifikan hingga puluhan kali lipat dalam satu dekade terakhir. ”Dulu murah, Rp 5 ribu–Rp 10 ribu. Sekarang sudah Rp 100 ribu ke atas. Bahkan, ada yang Rp 300 ribu,” kata Agus Putra, owner Nemaz Aquatic, Cengkareng.
Ikan itu menjadi salah satu koleksi yang dimiliki Nemaz Aquatic. Popularitasnya yang meroket di kalangan kolektor membuat ikan tersebut menjadi salah satu buruan favorit pencinta akuarium laut.
Agus mendapatkan pasokan ikan yang mulai banyak dibudidayakan di keramba itu dari wilayah perairan Bali dan Banyuwangi. Secara karakter, ikan itu termasuk pemalu. Bahkan terbilang penakut. Dalam kesehariannya, mereka lebih sering menghabiskan waktu menyelinap di antara terumbu karang atau koral.
Sesekali, mereka juga tampak mager (malas gerak) dengan membaringkan tubuhnya di koral. Layaknya aktor yang berpura-pura mati. ”Akan geletakan (berbaring) dan ngumpet seperti itu,” kata Agus sambil menunjuk koleksi ikannya yang tengah mager.
Namun, jika sedang bersemangat, ikan tersebut akan berenang secara lincah ke sana kemari. Memamerkan warnanya yang indah. Dominasi biru yang kuat dengan kombinasi kuning pada sebagian ekor dan siripnya. Para pencinta dori biasanya sangat menikmati momen-momen saat memberi makan. ”Mereka bisa bergerombol, lalu berebut makanan. Ramai banget,” imbuhnya. Untuk makannya sendiri, dori tergolong ikan yang tidak ribet. Agus biasa memberinya pelet yang banyak ditemui di pasaran.
Lantas, permasalahan apa yang sering ditemui saat memelihara dori? Yang utama adalah rentan terjangkit penyakit. ”Kalau stres sedikit saja, imunnya berkurang. Jadi gampang banget kena penyakit,” kata Agus. Penyakit yang sering menyerang dori adalah velvet. Salah satu indikasinya adalah muncul bintik-bintik putih di sekujur tubuhnya. Bakteri yang menempel akan menyerap seperti kutu dan menggerogoti badannya.
Namun, kata Agus, itu bukan penyakit yang sulit dicegah. Agar terhindar dari velvet, dia menyarankan agar ikan menjalani karantina khusus sebelum masuk ke akuarium. Di situ, air dicampur blue copper. Kadar garam juga dipastikan cukup di angka 0,09–0,10 ppt. ”Bakteri nggak akan kuat hidup di sana,” terangnya.
Jika pemeliharaan dilakukan secara disiplin, usia ikan dori bisa mencapai 6 tahun. Namun, jika tidak, Agus memprediksi hanya bertahan selama 6 bulan. Untuk meningkatkan peluang hidup ikan, hal utama yang wajib diperhatikan adalah kualitas air akuarium. Agus menyarankan para pencinta akuarium laut menyediakan satu spot untuk rumah bakteri. Fungsinya adalah mengembangbiakkan bakteri baik yang dibutuhkan ekosistem ikan di dalam tanki. (far/c12/cak)
Tulisan ini terbit di Harian Jawa Pos edisi 6 Juni 2021
Comments