Terumbu karang dengan pondasi Caribsea Foto : Hanung/Jawa Pos |
Dulu, memboyong keindahan bawah laut ke rumah menjadi hal yang sangat sulit dan ribet. Namun, seiring kemajuan teknologi, mewujudkan mimpi itu kini bisa lebih mudah. Bukan hanya ikan, melainkan juga terumbu karang yang cantik-cantik itu.
---
TREN tersebut dirasakan betul oleh Agus Putra, pemilik Nemaz Aquatic. Dalam beberapa tahun belakangan, permintaan untuk segala kebutuhan akuarium laut terus meningkat. Memang, dibutuhkan dana yang lumayan besar untuk meladeni hobi ini. Namun, banyak juga orang yang siap menebusnya demi kepuasan batin. ”Investasinya lumayan mahal,” ujarnya.
Salah satu tantangan dalam menghadirkan akuarium laut di rumah adalah metode penataan terumbu karang. Karena tidak bisa sembarangan, menatanya butuh skill dan pengetahuan. Secara garis besar, kata Agus, ada dua jenis terumbu yang harus disiapkan. Yakni, life rock (batuan hidup) dan koral. Life rock yang bertekstur lebih keras berfungsi sebagai fondasi. Sementara itu, koral digunakan untuk memperindah tampilan. ”Koral yang hidup bisa goyang-goyang, bagus,” imbuhnya.
Di bengkelnya, Agus menggunakan life rock model Caribsea yang didatangkan langsung dari Amerika Serikat. Jenis tersebut bisa juga disebut dead rock (batuan mati). Sebab, saat digunakan, kondisinya ”mati”. Warna ungu yang muncul dihasilkan dari cat sehingga tampak seperti aslinya. Namun, cat yang digunakan tidak bisa sembarangan. Harus cat khusus agar tidak ada efek zat kimia berbahaya di dalam akuarium.
Nanti, dalam beberapa bulan, Caribsea yang mati bisa dihidupkan kembali. Caranya, menggunakan life rock ”instan” yang dirasa lebih efisien daripada yang benar-benar alami berwarna putih. Sebab, memunculkan kembali warna ungu alami membutuhkan proses panjang. ”Antara 6–12 bulan,” ujarnya.
Selain itu, life rock model Caribsea lebih mudah dalam hal perawatan. Sebab, lebih steril dari bakteri atau parasit. Meski umumnya didatangkan dari AS, Agus menganggap harga Caribsea masih lebih terjangkau. Per kilo saat ini di kisaran Rp 160 ribu–Rp 180 ribu.
Sementara itu, untuk koral, Agus lebih memilih jenis softies dan large polyp stony (LPS). Sebab, perawatan dua jenis itu lebih mudah daripada jenis small polyp stony (SPS). Untuk SPS, tidak hanya dibutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak, tetapi juga cahaya yang cukup dan arus air yang kuat.
Harga koral juga masih relatif terjangkau. Mulai Rp 150 ribu hingga Rp 1 juta. Bergantung ukuran, keunikan bentuk, dan yang paling penting keindahan warna. ”Semakin banyak warna, semakin pigmen warna keluar, semakin mahal,” ungkapnya.
Untuk perawatan koral dan life rock, Agus menyebutkan bahwa saat ini sudah jauh lebih mudah. Sebab, sudah banyak peralatan yang mendukung. Agar tetap sehat, keduanya membutuhkan lampu sinar UV yang memadai. Selain itu, akuarium harus memiliki wave maker atau alat pembuat gelombang air sehingga koral atau life rock seperti tetap berada di ekosistem laut asli.
Peralatan lain yang dibutuhkan adalah skimmer untuk memecah air laut dan kotoran ikan. Dengan demikian, zat-zat yang tidak dibutuhkan dalam ekosistem akuarium dapat dikeluarkan dan tidak membahayakan biota lainnya.
Teknologi juga sudah memudahkan orang membuat air laut. Sekarang tidak perlu lagi repot-repot membeli atau bahkan mengambil langsung ke laut. Air laut sudah bisa dibuat dengan mencampurkan air RO tanpa mineral dengan garam sintetis. ”Garam ini sudah ada kadar Ca (kalsium), KH (carbonate hardness), dan Mg (magnesium). Jadi, sekarang nggak perlu ribet,” ungkapnya. Yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah memastikan kualitas air terjaga dengan penggantian berkala setiap 1–2 minggu. (far/c12/cak)
Tulisan ini tayang di Harian Jawa Pos edisi 4 Juli 2021
Comments