Foto Hendra Eka/ Jawa Pos |
Bu Si Itek Bireuen berarti nasi daging bebek dari Bireuen. Kuliner khas Aceh itu kaya akan rempah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah membuktikan sendiri kelezatannya di sela lawatan kepresidenan ke Banda Aceh.
FOLLY AKBAR, Banda Aceh
---
NASI bebek menjadi
menu andalan Bu Si Itek Bireuen. Potongan daging bebek di atas piring-piring
saji itu memang berkubang bumbu kari. Warnanya merah kecokelatan dengan tekstur
seperti santan kental. Namun, di lidah Jawa Pos yang mencoba olahan bebek
tersebut pada awal Februari lalu, kuliner khas Aceh itu lebih dari sekadar
kari. Aroma rempahnya jauh lebih kuat dan rasanya sangat gurih.
Saiful, juru masak paling
senior di restoran tersebut, menyatakan bahwa ada belasan rempah yang dicampur
menjadi bumbu nasi bebek. Mulai yang populer seperti bawang, cabai merah,
ketumbar, merica, kunyit, jahe, serai, dan pala, sampai yang jarang dipakai
dalam masakan seperti jintan, kapulaga putih, bunga lawang, dan daun temurui.
Ada rahasia yang Saiful
ungkap kepada Jawa Pos saat berbincang di Banda Aceh. Nanas. Selalu ada nanas
yang dimasak bersama bumbu bebek. Potongan-potongan nanas itu lantas diikutkan
dalam nasi bebek yang tersaji di atas meja. Tidak banyak-banyak, satu potong
saja. Namun, wajib ada. Potongan nanas dalam bumbu tidak boleh ketinggalan.
’’Setelah makan daging, makan nanas. Istilahnya cuci mulut,’’ terangnya.
Orang kepercayaan Ustad
Heri, pemilik Bu Si Itek Bireuen, itu menyatakan bahwa masyarakat Aceh terbiasa
makan buah setelah makan besar. Bagi restoran yang terletak di Jalan Teuku Umar
itu, nanas adalah buah yang paling tepat untuk mendampingi nasi bebek. Maka,
sejak awal berdiri, rumah makan di samping Pasar Setui tersebut selalu
menyertakan potongan nanas dalam porsi makanan yang disajikan untuk pelanggan.
Jokowi, kata Saiful,
pernah singgah ke Bu Si Itek Bireuen. Ketika itu, presiden ke-7 RI tersebut
juga menyantap nasi bebek. ’’Sekitar 2018,’’ ujarnya tentang tahun kunjungan
Jokowi. Yang Saiful ingat, sang presiden minta nasi bebek dalam dua versi
bumbu. Versi merah dan versi putih. Khusus bumbu putih, bebek diolah mirip
opor. Bumbu putih biasanya disuguhkan untuk pelanggan yang tidak suka pedas.
Dalam kunjungannya ke Bu
Si Itek Bireuen, Jokowi didampingi pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh.
’’Awalnya Pak Jokowi pengin mencicipi makanan khas Aceh, gimana rasanya.
Dibawalah kemari,’’ tuturnya.
Selain nasi bebek bumbu
merah dan bumbu putih, Bu Si Itek Bireuen menyuguhkan menu lainnya kepada
Jokowi. Ada ayam tangkap khas Aceh, hati ayam, teri balado, dan tumis kembang
pepaya. Tak lupa, es pepaya serut juga disuguhkan sebagai minuman. ’’Pak Jokowi
suka menunya,’’ kata Saiful. Sayang, dia tidak ingat sajian apa saja selain
bebek yang dicicipi presiden.
Dalam satu hari, Bu Si
Itek Bireuen bisa melayani ratusan pelanggan. Ustad Heri biasanya memotong 60
ekor bebek dan sekitar 50 ekor ayam. Jumlah itu bertambah hampir dua kali lipat
pada musim liburan. Terutama libur akhir tahun. Harga satu porsi nasi bebek
khas Aceh di restoran tersebut berkisar Rp 30 ribu. Bisa menjadi lebih mahal
jika pelanggan menghendaki lauk tambahan.
Apakah kedatangan Jokowi
ke Bu Si Itek Bireuen membuat kunjungan ke restoran tersebut meningkat?
’’Banyak tamu pendatang dari luar. Dari Jakarta, Padang, Medan, dan Jawa,’’
terang Saiful. Menurut dia, kedatangan Jokowi menjadi promosi yang membuat nama
Bu Si Itek Bireuen dikenal luas. Bukan hanya di Pulau Sumatera, melainkan juga
di seluruh penjuru tanah air.
Kesuksesan yang kini
dirasakan Bu Si Itek Bireuen, menurut Saiful, tidak datang dengan tiba-tiba.
Dia menyaksikan perjuangan Ustad Heri dari nol sampai sekarang. Awalnya, nasi
bebek kreasi sang ustad hanya dijual di emperan ruko. Pada awal 2000-an, Ustad
Heri berjualan dengan menggunakan gerobak. Setiap hari dia mangkal di depan
Masjid Teungku Umar, Banda Aceh.
’’Selang lima tahun baru
pindah ke ruko, setelah ada rezeki,’’ lanjut pria 32 tahun itu. Ruko yang kini
menjadi lokasi Bu Si Itek Bireuen terletak tidak jauh dari tempat mangkal Ustad
Heri saat masih berjualan dengan gerobak pada 2000-an lalu.
Saiful menyatakan bahwa Bu
Si Itek Bireuen tidak punya cabang. Bahkan, Ustad Heri tidak berencana membuka
cabang. Dia lebih fokus menjaga kualitas kulinernya. Selain itu, dengan
mempertahankan warung pada skala yang sekarang, Ustad Heri menjadi lebih mudah
mengontrol karyawannya. ’’Ustad Heri sangat perhatian pada karyawan,’’ ungkap
Saiful.
Tidak hanya memperhatikan
kesejahteraan karyawannya, Ustad Heri juga selalu mengingatkan mereka untuk
menjaga salat. Tepatnya salat berjamaah. Karena itu, tiap kali azan
berkumandang, dia memerintah seluruh karyawannya berhenti beraktivitas sejenak.
Apa pun yang sedang dikerjakan harus ditinggalkan. Semua karyawan wajib salat
berjamaah. ’’Sejak dulu sampai sekarang, begitu mendengar azan ya kegiatan
berhenti. Itu setiap hari. Selalu,’’ cerita Saiful.
Kebiasaan baik Bu Si Itek
Bireuen itu mendapatkan respons positif dari para pelanggan. Jika kebetulan ada
yang singgah ke restoran bertepatan dengan waktu salat, mereka akan menunggu.
Namun, biasanya pelanggan datang ke rumah makan sebelum atau sesudah azan.
Saiful menegaskan bahwa aturan tersebut akan tetap dijalankan sampai kapan pun.
Itu menjadi bagian dari ketaatan penduduk Aceh pada aturan agama yang mereka
pegang teguh. (*/c12/hep)
Jawa Pos edisi 1 Mei 2022
Comments