Dok . Rumah Angklung |
Kerja keras Rumah Angklung untuk menyanyikan lagu bertema AC Milan berujung pada undangan tampil lusa. Rekaman penampilan mereka akan diputar sebelum laga kandang Rossoneri berikutnya.
FOLLY AKBAR, Jakarta
---
TAHUN 2018 sungguh
berat bagi Arif Sarifudin, founder Rumah Angklung. Sebagai seorang Milanisti,
sebutan bagi penggemar berat AC Milan, dia harus mendapati tim kesayangannya
berada di puncak keterpurukan.
Milan hanya finis di
posisi keenam di pengujung Serie A 2017–2018. Bahkan sempat pula dilarang
tampil di kompetisi Eropa oleh UEFA karena didakwa melanggar financial fair
play, meski kemudian sanksi itu dicabut setelah Milan mengajukan banding ke
Pengadilan Arbitrase Olahraga.
Keterpurukan salah satu
klub dengan koleksi titel terbanyak Liga Champions Eropa itu tak hanya membuat
Arif tersiksa hati. Tapi juga menjadikannya sasaran perundungan.
Perundungan yang sama
disaksikannya dialami Milanisti yang lain, khususnya di media sosial. Tapi,
Arif memilih untuk membalasnya dengan cara yang elegan sebagai musisi.
”Saya berpikir gimana
ngejawab dalam tanda kutip bully-an itu, tapi dengan cara kreatif,” ujarnya
kepada Jawa Pos Sabtu (7/5).
Sadar punya ”amunisi”
komunitas angklung yang didirikannya pada 2011, Arif lantas menggunakan itu
untuk menunjukkan sesuatu yang positif dengan label AC Milan. Beruntungnya,
para anggota komunitas yang saat itu sejatinya bukan Milanisti juga mau
membantu.
”Aku mengaransemen Inno
Milan,” imbuhnya.
Siapa sangka, lagu Inno
Milan yang dibuat dengan musikalisasi angklung tersebut bisa viral secara
cepat. Bukan hanya di lingkungan pencinta Serie A Italia di Indonesia,
melainkan juga dunia.
Apresiasi tersebut pada
akhirnya menjadi titik tolak bagi Rumah Angklung untuk mengambil langkah lebih
besar bersama AC Milan. Mimpinya adalah bisa tampil langsung di Milano, kota di
Italia yang menjadi markas Rossoneri. Suatu impian yang akhirnya akan terwujud
pada Kamis (12/5) lusa.
Ya, rencananya, Rumah
Angklung diberi tempat untuk manggung di Mondo Milan Museum. Tempat tujuh trofi
Liga Champions yang tersohor dan puluhan piala bergengsi yang ditorehkan Milan
dipamerkan. ”Akan ditonton manajemen dan tim media mereka,” kata Arif.
Untuk bisa mewujudkan
mimpi tersebut, pria berdarah Jawa Barat itu menyebut prosesnya panjang. Kurang
lebih sudah berlangsung selama satu tahun terakhir.
Tepatnya saat dia mulai
menciptakan karya orisinal berjudul Milano Siamo Noi pada pertengahan 2021.
Lagu itu menandai sekaligus dukungan kembalinya Milan ke pentas Liga Champions.
Bersama Milanisti
Indonesia, lagu tersebut lantas dikirim ke e-mail resmi AC Milan. Itu pun tidak
langsung mendapat tanggapan. Namun, alih-alih menyerah, Arif terus meminta
tanggapan atas lagu barunya tersebut.
Hasil tak pernah
mengkhianati proses. Kegigihan itu pada akhirnya membuahkan hasil sekitar
sebulan lalu. ”Mereka menjawab katanya suka, lagunya enak bagus dan mau
mengundang. Akhirnya terbit undangan pada 1 April,” tuturnya.
Bagaimana rasanya? Arif
menyebut nano-nano. Di satu sisi, itu menyenangkan karena tampil di tempat klub
kesayangannya berada.
Namun, di sisi lain, ada tantangan
untuk memberangkatkan tim yang besar ke Italia dalam waktu singkat. Berdasar
kalkulasinya, dibutuhkan Rp 800 juta untuk memboyong 20 orang bersama peralatan
musiknya.
Namun, dengan bulatnya
tekad, uang tersebut terpenuhi tepat waktu. Mulai dari donasi di komunitas
hingga merogoh kocek pribadi.
Dalam penampilannya nanti,
Rumah Angklung berencana membawakan dua lagu. Yakni, Milano Siamo Noi sebagai
karya orisinal dan lagu Rossoneri milik klub. Rekaman pada penampilan tersebut
rencananya juga ditampilkan sebelum laga kandang AC Milan melawan Atalanta di
Stadion San Siro pada Minggu (15/5) mendatang.
Karena itu, Arif dan
rekannya sangat antusias dengan apa yang dipertontonkan 12 Mei nanti. ”Di akhir
lagu kita tunjukkan tulisan yang isinya kita minta AC Milan datang ke
Indonesia,” ungkapnya.
Bagi Arif, penampilan
Rumah Angklung di Casa Milan tidak hanya berkesan untuk memenuhi hasrat pribadi
dan rekan-rekannya sebagai Milanisti. Namun, lebih dari itu, momen tersebut
juga memiliki pesan besar bagi eksistensi musik angklung yang sudah diakui
sebagai musik asli Indonesia.
Sebagaimana sejarah
berdirinya, Rumah Angklung sejatinya bukan diciptakan untuk tujuan pribadi Arif
sebagai Milanisti. Kaitan dengan Milanisti hanya bagian kecil dari dinamika
perkembangannya.
Namun, misi yang utama
tetaplah keinginan untuk menguatkan tradisi angklung yang menghadapi tantangan
zaman. Arif menceritakan, pengakuan UNESCO pada 2010 yang menyebut angklung
sebagai budaya asli Indonesia memang sangat melegakan. Tapi, dia merasa pengakuan
dunia tidak berarti apa-apa jika tradisi di dalam negeri tidak digiatkan.
”Kita berpikir harus ada
langkah konkret yang nyata. Jadi, bukan sekadar suka (angklung diakui), tapi
nggak ada aksinya,” ceritanya.
Karena itu, Arif yang saat
itu masih berstatus mahasiswa di Uhamka Jakarta berinisiatif mendirikan Rumah
Angklung bersama rekan yang sepemikiran dengannya. Berawal dari belajar
bermain, hingga kini dia mulai merambah pengembangan dan pelestarian. Khususnya
di kalangan generasi muda.
Kiprah Rumah Angklung ke
Milan bulan ini bukan penampilan internasional pertama. Pada 2012 mereka juga
tampil di festival di Korea Selatan dan setahun setelahnya tampil di beberapa
negara Eropa.
Arif berharap, sebagai
salah satu brand global terbesar di dunia, penampilan di Casa Milan menguatkan
kecintaan pada angklung di Indonesia. Sementara secara global, dia berharap
angklung bisa lebih jauh dikenal masyarakat internasional.
”Kita pengin dunia bisa
melihat instrumen asli Indonesia dan bisa menjadi alat diplomasi budaya melalui
sepak bola,” katanya. (*/c19/ttg)
Jawa Pos 10 Mei 2022
Comments