Kondisi jalan yang dilalui petugas verifikasi faktual |
Tantangan alam, sulitnya akses, sampai penolakan masyarakat adalah sebagian tantangan pelaksana verifikasi faktual di berbagai daerah. Ada petugas yang sudah janjian via SMS, eh malah ditinggal melaut.
FOLLY AKBAR, Jakarta
---
SAAT para elite di Jakarta asyik menghitung-hitung
koalisi di meja perundingan, di belahan penjuru lain di negeri ini, aktivitas
politik dijalani dengan cara berbeda.
Ribuan petugas KPU di seluruh Indonesia harus menantang
risiko saat melakukan verifikasi faktual (verfak).
Verfak dilakukan terhadap partai politik (parpol) calon
peserta Pemilu 2024 yang lolos verifikasi administrasi. Total, ada delapan
partai nonparlemen yang dituntut menjalani proses tersebut.
Di proses ini, ada sejumlah data yang kebenarannya harus
divalidasi di lapangan. Mulai kantor kepengurusan dari tingkat nasional hingga
kecamatan sampai yang paling melelahkan adalah memvalidasi bukti keanggotaan.
Sebagaimana ketentuan UU Pemilu, salah satu syarat parpol adalah memiliki 1.000
anggota atau 1 anggota dari setiap 1.000 penduduk di kabupaten/kota.
Di tahap pertama yang tuntas pada Jumat (4/11) pekan lalu itu
pula, tak sedikit petugas yang harus melalui rangkaian kegiatan dengan banyak
tantangan. Menerjang kondisi alam, melewati jalan berisiko longsor, puluhan jam
menyeberang laut, hingga sempat diusir warga.
Misalnya, yang dialami anggota KPU Kabupaten Bintan Syamsul.
Kabupaten di Kepulauan Riau itu memiliki wilayah yang besar dengan didominasi
laut. Letaknya membentang dari kawasan utama di Pulau Bintan di samping Pulau
Batam hingga daerah Tambelan yang posisinya lebih dekat dengan Pulau
Kalimantan. ”Dari geografis, ia berdekatan dengan Pontianak, Kalimantan Barat,”
ujarnya.
Syamsul tak mengetahui asal mula wilayah itu masuk
administrasi Kepulauan Riau. Yang pasti, itulah bagian dari tanggung jawabnya
untuk memverifikasi masyarakat sana yang menjadi anggota parpol. Total, ada 48
orang yang terdaftar sebagai anggota parpol di kecamatan tersebut.
Perjalanan dari Bintan ke pusat Kecamatan Tambelan, lanjut
dia, bukan perkara mudah. Untuk menuju pulau tersebut, satu-satunya akses saat
ini hanya bisa ditempuh dengan kapal. Itu pun dengan jadwal yang tak pasti
karena harus ikut jadwal kapal Pelni yang punya rute memutari berbagai pulau di
wilayah Kepulauan Riau. ”Bisa seminggu atau dua minggu sekali,” jelasnya.
Layaknya perjalanan laut, semua bergantung cuaca. Dari titik
pelabuhan Pangkal Pinang hingga ke Pulau Tambelan Besar, perjalanan memakan
waktu hampir 22 jam. ”Berangkat pada Senin, 24 Oktober, sampai lokasi tanggal
25 (Oktober),” ungkapnya.
Perjalanan 22 jam bukan ujung dari pelayaran. Sebab, dari
pulau utama, petugas masih harus menyebar ke pulau-pulau kecil lainnya. Sebab,
kecamatan tersebut terdiri atas banyak pulau. Misalnya, Desa Pengikik yang
berada di pulau berjarak 8–9 jam pelayaran. ”Itu pun kalau cuaca bagus,”
tegasnya.
Berbeda dengan perjalanan pertama yang menggunakan kapal
lumayan besar, pelayaran dari Tambelan ke Pengikik memakai pompong atau kapal
nelayan kecil. Nuansa petualangannya jauh lebih menantang.
Menjalani perjalanan laut di Selat Karimata yang
berseberangan dengan Laut China Selatan tak cukup nyaman. Selain cuaca yang
kurang stabil, terlebih pada musim hujan, ombak juga lumayan tinggi.
”Sempat juga kami mengeluarkan apa yang di dalam tubuh kami.
Mabuk (laut, Red),” kata Syamsul, lalu tertawa. ”Salat yang biasa berdiri
akhirnya juga duduk saja,” tambahnya menceritakan buruknya kondisi kesehatan.
Karena melewati perjalanan panjang, proses verfak dilakukan
dengan janjian lewat SMS setelah mencari kontak. Sialnya, cara itu tak menjamin
keberhasilan. ”Ada yang nemuin, tapi istrinya. Karena suami sedang melaut,”
ceritanya.
Pengalaman berbeda dialami anggota KPU Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat, Sumarlin. Di daerah tersebut, tantangan ada pada kondisi jalan
yang rawan dengan sisi-sisi tebing curam. ”Cukup banyak daerah yang mengalami
longsor,” ujarnya.
Situasi rawan longsor itu terjadi di banyak tempat. Khususnya
di daerah berbukit seperti Kecamatan Tabang. ”Apalagi, Mamasa bisa dibilang
hampir setiap hari hujan,” jelasnya.
Di daerah tersebut, mayoritas masih berupa jalan kuda atau
jalan rintisan tanpa aspal. Akibatnya, jalan tak bisa dilalui secara maksimal
oleh mobil. Sebagai gantinya, mereka harus menyewa sejumlah motor trail untuk
bisa mengaksesnya.
Alhasil, proses mendatangi rumah ke rumah harus dilalui
dengan ekstrahati-hati. Jika salah perhitungan, bisa berujung petaka. ”Apa pun
rintangannya, teman-teman di Mamasa tetap melaksanakan verfak,” tuturnya.
Selain tantangan alam, proses verfak mendapatkan kendala
perilaku kurang mengenakkan dari masyarakat. Misalnya, yang terjadi di
Kabupaten Badung, Bali. Ketua KPU Badung I Wayan Semara Cipta menyatakan,
pihaknya sempat mengalami penolakan masyarakat.
Datang membawa berkas dan memakai seragam membuat banyak
warga, khususnya di desa, tak nyaman. ”Kami dikira debt collector (penagih
utang). Jadi, kami sempat diminta pergi juga,” ujarnya.
Namun, Semara dkk tak patah arang. Memberikan pemahaman,
lanjutnya, terlebih di kampung-kampung, memang bukan hal mudah. Sebab,
resistansi sangat tinggi. Petugas harus sabar menghadapi dan mesti bertindak
lebih humanis.
”Kami perkenalkan diri sebagai tim verifikator. Malah kami
dicerca dengan pertanyaan apa itu verifikator dan sebagainya,” katanya.
Alhasil, pihaknya harus mencari cara yang lebih bisa dipahami
awam. Misalnya, menyamar sebagai petugas sensus. ”Jadi, ketika sampai, kami
bilangnya, ’Kami petugas sensus parpol’, ’oh petugas sensus ya? Oke, silakan’,”
papar pria yang akrab disapa Kayun tersebut.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengapresiasi militansi jajarannya
dalam melakukan verfak. Hasyim menjelaskan, apa pun kondisinya, verfak
merupakan bagian dari tugas penyelenggara yang harus dituntaskan.
Namun, dia memastikan, beratnya beban petugas diimbangi
dengan kompensasi ekonomi. Mulai honorarium dari jumlah anggota yang
diverifikasi hingga mekanisme perjalanan dinas. ”Kalau ada situasi yang membuat
orang kesakitan dan seterusnya, ada pemberian santunan,” ungkapnya. (*/c14/ttg)
Comments