Sipol membuat partai tidak perlu lagi mendaftar dengan membawa kontainer berkas dan KPU jadi gampang mengecek keanggotaan ganda atau pencatutan nama. Tengah disiapkan pula super app yang nanti mengintegrasikan berbagai sistem.
FOLLY
AKBAR, Jakarta
---
JARUM jam
di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, baru menunjukkan pukul 11.30
pada Minggu (7/8) tiga pekan lalu itu. Namun, nasib berkas pendaftaran yang
dibawa Partai Gelora sudah bisa diketahui: dinyatakan lengkap.
Artinya,
itu hanya sekitar 50 menit setelah pengurus Partai Gelora menyerahkan dokumen
pendaftaran sebagai calon peserta Pemilu 2024. Yang isinya rekapitulasi salinan
dokumen kepengurusan di semua provinsi, 75 persen kepengurusan kabupaten/kota,
dan lebih dari 50 persen kepengurusan tingkat kecamatan.
Bukan
hanya itu, ada juga daftar anggota partai sebanyak 1.000 orang atau satu per
seribu jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota. Jika dijumlahkan, ada ratusan
ribu anggota. Semua itu bisa dicek hanya dalam 50 menit.
”Kalau
dulu (2017) periksa berkas partai politik, meski sudah rapi, paling cepat
delapan jam,” kata Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos saat ditemui di
kantornya.
Bahkan,
lanjut dia, jika dibandingkan dengan data agregat pemeriksaan 40 partai politik
(parpol) yang mendaftar, catatan waktu pengecekan Partai Gelora masih tergolong
lama. Sebab, rata-rata pemeriksaan saat ini memakan waktu sekitar 34 menit
saja.
Capaian
itu menjadi salah satu rekor yang berhasil memecahkan kegiatan serupa di pemilu
sebelum-sebelumnya. Semua efektivitas tersebut terjadi berkat penggunaan
teknologi sipol (sistem informasi partai politik). Sebuah platform digital yang
berhasil dibangun dan di-upgrade KPU.
Betty
menjelaskan, sejak awal digagas sekitar 10 tahun lalu, sipol digulirkan dengan
dua tujuan utama: menciptakan sistem kerja yang efisien dan mengutamakan
efektivitas. Khususnya pada tahap pendaftaran parpol.
Efektivitas
itu tidak hanya bermanfaat bagi penyelenggara, tetapi juga peserta pemilu,
yakni parpol. Dengan sistem baru, tradisi partai membawa berkontainer-kontainer
berkas dokumen ke kantor KPU tidak lagi terjadi.
Kini
partai cukup mengunggah ribuan dokumen kepengurusan di berbagai level ke sipol.
Ratusan ribu keanggotaan partai juga bisa diinput lengkap dengan nomor induk
kependudukan (NIK) dan kartu tanda anggota (KTA).
Dan,
penginputan semua itu bisa dilakukan jauh-jauh hari. ”Sejak 24 Juni, jadi
hampir dua bulan,” kata Betty.
Data
yang sudah diunggah, lanjut dia, juga akan memberikan manfaat jangka panjang.
Sebab, partai difasilitasi untuk memiliki database keanggotaannya. Dan, dengan
prinsip sipol berkelanjutan, ke depan partai cukup meng-update data saat
mendaftar sebagai calon peserta pemilu pada tahun-tahun berikutnya.
Efektivitas
dan efisiensi sipol, kata Betty, juga terlihat dalam fungsi pengecekan. Saat
verifikasi administrasi yang sekarang berjalan, sipol menunjukkan perannya.
Misalnya, mengecek keanggotaan ganda.
Penyalahgunaan
lain seperti kasus mencatut nama orang untuk diklaim sebagai anggota partai
juga bisa dilakukan. Tanpa bantuan sipol, penyelenggara nyaris tidak mungkin
melakukan itu.
Maklum
saja, dari data tabulasi KPU, rata-rata parpol menyetorkan sekitar 300 ribu
nama anggota. Jika dikalikan dengan 40 partai pendaftar, ada sekitar 12 juta
nama yang validitasnya harus dicek. ”Tidak mungkin kami cek satu-satu secara
manual,” ujar perempuan berdarah Minang tersebut.
Meski
terlihat simpel, keberhasilan sipol sejatinya melewati proses yang panjang.
Sejak diluncurkan pada 2012, sipol melalui berbagai pembenahan dari waktu ke
waktu. Salah seorang sosok yang berperan adalah Andre Putra Hermawan. Pria yang
kini dipercaya sebagai Kabag Data dan Informasi (Datin) KPU tersebut merupakan
salah seorang saksi sejarah perjalanan sipol.
Andre
menjelaskan, jika dibandingkan dengan sebelumnya, teknologi sipol saat ini
sudah jauh lebih baik. Untuk pemilu kali ini, KPU menggandeng para ahli dari
Institut Teknologi Bandung (ITB).
”Desainernya
pimpinan KPU. Kami di Pusdatin menuangkan dalam kertas kerja. Teman-teman ITB
yang menuangkan dalam bentuk skrip-skrip sistem informasi,” paparnya.
Sederhananya,
lanjut Andre, upgrading sipol mencakup cara kerja yang lebih fleksibel.
Penambahan fitur bisa dilakukan kapan saja sehingga bisa disesuaikan dengan
kebutuhan.
Peningkatan
lainnya terjadi pada hardware. Akibatnya, bottleneck atau hambatan-hambatan
yang banyak dikeluhkan sebelumnya jauh lebih minim. ”Khususnya saat parpol
meng-upload secara berbarengan data yang mereka punyai,” ujarnya.
Adakah
kesulitan penjagaan keamanan sipol? Andre menilai relatif aman. Sejauh ini
belum ada upaya gangguan siber. Itu tidak terlepas dari upaya mitigasi. Sipol
sudah dijaga gugus tugas keamanan siber yang terdiri atas enam lembaga. Selain
KPU, ada Cyber Crime Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Riset
dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo), hingga Badan Intelijen Negara (BIN).
Sipol
juga sudah diakreditasi. Salah satunya melalui IT security assessment oleh
BSSN. Dalam proses tersebut, tim BSSN melakukan sejumlah rangkaian tes. Mulai
tes beban hingga tes penetrasi untuk menguji kekuatan dari serangan.
”Mereka
melapor ke kami ketika ditemukan kelemahan. Kami segera melakukan tindakan
preventif. Kami tutupi lubangnya,” tuturnya.
Hal
lain yang menjadi kunci adalah kredibilitas sumber daya manusia. Andre
menyebut, tim yang mengelola sistem TI di KPU memiliki standar ketat. Semua
tokoh kunci sudah dipastikan berintegritas.
Pihaknya
hanya memberikan akses kepada orang-orang yang sudah kenyang pengalaman.
Rata-rata usia kerja di atas 10 tahun dan berstatus pegawai negeri sipil
sehingga kendalinya bisa dijaga. Tidak ada outsourcing, pegawai pemerintah non
pegawai negeri atau pihak luar.
”Karena
sistem sebaik apa pun, kalau orang nggak punya integritas, ya akan jebol,”
tegasnya.
Sipol
hanya satu di antara sekian banyak sistem TI yang dikembangkan KPU. Sejumlah
perangkat lain juga tengah dikembangkan dan kemampuannya di-upgrade. Yakni,
sistem informasi partai politik (sipol), sistem informasi data pemilih
(sidalih), sistem informasi logistik, dan berbagai sistem lainnya yang
berjumlah belasan.
Betty
mengungkapkan, pihaknya tengah menyiapkan super app yang nanti menggabungkan
berbagai sistem secara terintegrasi. ”Misal kita klik Jakarta, akan terlihat
siapa calonnya, ada berapa pemilih, logistik pemilu di Jakarta sampai mana, dan
sebagainya,” ungkap Betty.
Jika
rencana itu terwujud, kelak super app menjadi data politik terbesar di Indonesia.
”Target di 2024, tapi ya bisa dikembangkan berkelanjutan,” katanya. (*/c14/ttg)
Tulisan tayang di Jawa Pos edisi 29 Agustus 2022
Comments