FOLLY AKBAR, Jakarta
---
SETELAH menghadiri sebuah konferensi ekonomi di Prancis, di hari terakhir seusai acara, Ismail Fahmi dan istri, Agnes Tri Harjaningrum, berkunjung ke sebuah Taman Lavender. Pendiri Drone Emprit itu berniat menikmati suasana sembari menanti penerbangannya ke Indonesia yang dijadwalkan keesokan harinya (10/7).
Tapi, niat untuk relaksasi di salah satu sudut Kota Aix En Provence itu justru berujung peristiwa tak mengenakkan. Dia dan istri kehilangan paspor. ”Kita kalau nggak punya paspor di luar negeri kayak orang nggak diakui,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Jumat (14/7) pekan lalu.
Pendiri PT Media Kernels Indonesia tersebut menceritakan, peristiwa itu sungguh di luar dugaan. Tiba di Taman Lavender sekitar pukul tiga sore, Ismail meninggalkan mobil beserta semua barang-barangnya di tepi jalan, tak jauh dari lokasinya berwisata. Karena merasa di kota kecil dan kondisi sepi, Ismail percaya diri untuk tidak mengunci pintu mobilnya.
”Karena rasa aman barang-barang di dalam, pintu tidak saya kunci. Karena saya juga ada di sekitar situ,’’ imbuh pria kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, tersebut.
Sialnya, prediksinya perihal keamanan itu salah besar. Tak lama setelah beranjak, mobilnya justru dibobol maling. ”Ada orang pakai mobil tanpa pelat nomor nggak pakai baju. Buka pintu, ada tas diambil saja,’’ terangnya.
Sontak saja, dia terkejut. Mendapati paspor hilang, Ismail panik bukan kepalang. Terlebih, jadwal penerbangannya keesokan harinya pukul 1 siang atau hanya berselang 22 jam lagi. Itu belum termasuk kebutuhan waktu perjalanan menuju Paris yang memerlukan 8 jam.
Di tengah kepanikan, Ismail berupaya tenang. Perlahan, dia ingat-ingat siapa orang yang dapat membantunya. Akhirnya ketemu. Dia ingat punya teman yang pernah kuliah di Prancis, lalu dihubungi.
Beruntung, dia punya teman yang tepat. Teman yang kenal dekat dengan pejabat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris. ”Dikasih kontak ke Pak Aries,’’ tuturnya merujuk kepada Aries Asriadi, minister counselor di KBRI Paris.
Tak lama, Ismail langsung menghubunginya. Dari arahan Aries, dia diminta mengurus sejumlah dokumen. Selain membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sebagai pengganti paspor di KBRI, dia harus mengurus surat kehilangan dari kepolisian dan membuat pasfoto. Dua persyaratan terakhir dibutuhkan untuk verifikasi di bandara dan imigrasi.
Nahasnya lagi, itu hari libur. Di kota kecil seperti Aix En Provence, kepolisian tutup di akhir pekan. Dia harus bergeser ke kota terdekat, Lyon, yang berjarak 3 jam perjalanan untuk mendapatkan surat kehilangan kepolisian.
Kepada polisi, laporannya sempat terhambat karena mengaku hilang. Dalam perspektif polisi, hilang adalah kesalahan pribadi. ”Saya bilang pencurian, baru boleh saya bisa masuk isi form laporan,’’ tuturnya.
Setelah beres, Ismail melaju ke Paris dan tiba pukul 3 pagi. Demi memuluskan penerbangannya, dia mengajukan permohonan pengurusan SPLP di luar jadwal, yakni pukul 8 pagi. Satu setengah jam lebih cepat dari jadwal pelayanan. Sehingga pukul 1 siang, dia bisa mengejar pesawat.
Tapi, berhasil meninggalkan Paris hari itu rupanya bukan akhir dari kesulitan. Menaiki Turkey Airlines memaksanya harus transit di Istanbul. Di situ masalah baru muncul.
SPLP di tangannya yang hanya berlaku satu bulan tidak memenuhi syarat masuk Istanbul yang mensyaratkan minimal masa berlaku enam bulan. Di sisi lain, ada persoalan visa. ”Akhirnya, saya dibawa ke police border. Mau dikembalikan ke Paris,’’ jelasnya.
Merasa akan membuang waktu, Ismail sempat melobi untuk langsung terbang ke Indonesia. Sialnya, penerbangan yang tersedia di jam itu ada di harga yang di luar nalar. ”Tiketnya adanya seharga mobil, Rp 180 juta. Gila sih, nggak mungkin kan,’’ terangnya.
Penerbangan langsung hanya bisa dilakukan sebelum polisi berganti sif. Karena tak menemukan tiket yang terjangkau dan keburu polisi yang menangani berganti, dia tak punya pilihan lain. Dengan berat hati, Ismail menerima keputusan kembali ke Paris.
Namun sebelum dikembalikan, dia diproses layaknya orang ilegal selama satu malam. Diperiksa limit keuangannya, tes narkoba, hingga sejumlah tes kesehatan lainnya.
”Pagi jam 8 diterbangin ke Paris,’’ kata dia.
Proses pengembalian ke Paris berlangsung normal. Hanya, Ismail harus mendapat pengawalan khusus. Mendarat di Paris, dia langsung disambut dua orang polisi setempat dan masuk ke ruang pemeriksaan.
Kepada petugas, dia lantas menjelaskan kronologi secara lengkap. Termasuk tujuan kedatangannya ke Prancis untuk memenuhi undangan Kedutaan Besar Prancis di Jakarta. Adanya undangan kedutaan ikut memudahkan jalannya.
Dia kemudian dibawa melalui jalur khusus dan diwajibkan membeli ulang penerbangan langsung Paris ke Jakarta. Kali ini penerbangannya berjalan sesuai harapan.
Kamis (13/7) Ismail dan istri berhasil landing di Jakarta. ”Rasanya seneng banget, sampai Indonesia ya merdeka lagi,’’ ujar Ismail.
Dia menuturkan, momen itu menjadi pengalaman berarti bagi dirinya. Paling tidak untuk lebih berhati-hati jika bepergian di luar negeri. Ismail berharap, pengalamannya bisa menjadi pelajaran.
”Terlebih bagi para backpacker yang sering bepergian ke luar negeri,” katanya. (*/c6/ttg)
Comments