Indonesia masih menjadi surga bagi para pelaku kejahatan, terlebih bagi
orang yang berduit. Mulai dari koruptor hingga pengedar narkoba kelas kakap kerap
kali lolos dari jeratan hukum. Kalaupun dijebloskan penjara, para pelaku masih
sanggup melakukan banyak hal mengingat perilaku oknum sipir yang mata duitan. Ironis,
penjara yang notabenya menumpas kejahatan, pada realitanya justru menjadi
tempat yang paling subur akan kejahatan.
Masih teringat jelas dalam benak kita saat Gayus Tambunan yang
berstatus tahanan, kala itu masih bisa touring ke Bali. Belum lagi kasus
Meirika Franola alias Ola, terpidana mati kasus narkotik yang diberi grasi,
nyatanya masih sanggup melakukan pengedaran narkotika dari balik jeruji. Dan
yang terbaru, terkuaknya sindikat narkotik di Nusakambangan. Tak bisa
dipungkiri, ini terjadi akibat menjamurnya praktek suap antara tahanan dengan
oknum sipir yang tidak bertanggung jawab. Menjadi wajar jika perilaku kejahatan
di Indonesia tidak pernah mengenal kata surut. Ya, tiada hari tanpa berita
kriminal.
Fakta diatas telah menunjukan secara telanjang betapa lemahnya
hukum di Indonesia. Ini kondisi yang berbahaya, sebuah situasi yang mampu
merusak tatanan kehidupan. Masalah ini tidak hanya menyangkut hukum semata,
tapi bisa merambah ke berbagai lini kehidupan. Hukum yang tidak memberikan efek
jera bisa mengakibatkan maraknya perilaku kejahatan. Jika kejahatan marak, maka
stabilitas sosial dimasyarakat sulit terjadi. Dari sinilah munculnya berbagai
problem baik di sisi ekonomi, budaya, sosial hingga pendidikan.
Padahal jika mengacu pada UU No 12 Tahun 1995, lembaga
pemasyarakatan(LAPAS) di selenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat. Jika melihat realita yang ada, rampaknya “Jauh Panggang Dari Api”.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM(Kemenhukham) terkesan
menutup mata atas kebobrokan yang hakikatnya telah menjadi rahasia umum.
Butuh komitmen kuat untuk memperbaiki sistem lapas di Indonesia. Ke
depan Kemenhukham harus mereformasi lapas yang ada di Indonesia. Sipir atau
kepala lapas yang membiarkan kejahatan itu, sekalipun tak terlibat secara
langsung, tetap harus diseret ke pengadilan. Mereka tak cukup hanya dicopot
dari jabatannya atau dimutasi seperti yang sering dilakukan oleh Kementerian
Hukum. Perlu ketegasan untuk membersihkan lapas dari praktik suap.
Selain itu, Kemenhukham juga perlu memastikan setiap lapas dipimpin
oleh pejabat yang berintegritas. Tidak boleh lagi penunjukan mereka hanya
berdasarkan senioritas atau kedekatan dengan pimpinan. Dan perlu diciptakan
seleksi ketat dengan parameter penilaian yang jelas yakni kejujuran, ketegasan
dan komitmen. Jika itu terwujud, keamanan dan ketertiban di masyarakat hanya
menunggu waktu.
Comments