Skip to main content

Menyoal Pencalegan Artis.


Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 masih satu tahun lagi, tapi rangkaian pelaksanaan pemilu sudah dilakukan perangkat dan peserta pemilu. Setidaknya, ribuan calon legeslatif(caleg), baik muka lama atau muka baru telah siap bertarung dibawah 12 armada partai politik yang lolos verifikasi. Tidak hanya dari tokoh politik ataupun pengusaha, kalangan artis pun turut menyerbu kursi senayan. Dalam Daftar Caleg Sementara(DCS) 22 April lalu, jumlahnya mencapai 51 orang yang berasal dari pemain film, bintang sinetron, penyanyi, pelawak, presenter, dan profesi selebritis lainnya. Fenomena tersebut memunculkan pro kontra di masyarakat.
Memang siapapun berhak mencalonkan diri selagi masih berstatus Warga Negara Indonesia(WNI). Bahkan jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 51 hanya menjelaskan persyaratan umum. Misalnya, terkait usia calon, kecakapan berbicara, menulis dan membaca, berpendidikan minimal sekolah menengah atas, dan seterusnya. Itu artinya secara konstitusi pencalonan mereka sah. Tapi ini menjadi masalah jika pencalegan didasarkan pada tingkat popularitas, bukan kapasitas. Toh essensi perdebatan bukan pada tataran artis atau bukan, melainkan berkapasitas atau tidak caleg artis tersebut?

Di saat partai politik kesulitan menghadirkan calon alternatif, momentum pencalegan ini berpotensi untuk dibajak oleh elite yang memiliki popularitas dan kekuatan modal yang kuat. Buruknya kualitas parpol yang ditandai dengan pola pikir pragmatis, berpotensi memunculkan komposisi caleg yang tidak ideal. Kader-kader berkeringat hanya bisa gigit jari melihat sistem dan realitas yang membelenggu kapasitas dan niat mulia mereka.
Tak bisa dipungkiri, sejak 2009 basis kompetisi dalam pemilu legislatif kita adalah popularitas figur para caleg yang diajukan parpol, selain kemampuan finansial itu sendiri. Kompetensi dan kapasitas menjadi nomor dua sesudah popularitas. Sistem melalui penetapan keterpilihan atas dasar suara terbanyak memberi peluang besar bagi setiap figur tenar untuk terpilih dalam pemilu. sehingga peluang caleg artis untuk meraih dukungan sangatlah besar. Pada akhirnya pemilu menjadi ”pasar bebas” yang memungkinkan siapa saja yang populer, baik keluarga pejabat, artis, atau pesohor lainya untuk dipilih.
Mengaca pada pengalaman 2009, tidak semua legislator artis sanggup bekerja secara optimal, bahkan beberapa diantaranya kerap menjadi bahan tertawaan kala berbicara. Meskipun ada beberapa nama yang memiliki kinerja sangat baik seperti Rieke Diah Pitaloka, Nurul Arifin dan Tantowi Yahya. Tapi yang menjadi catatan, ketiganya memang telah memiliki track record yang baik sebelum gabung di perlemen.
Kondisi lembaga legislatif ke depan sudah tergambarkan dengan minimnya persyaratan dan standar pencalegan saat ini. Moral dan kinerja anggota dewan seolah berbanding lurus dengan moral dan kapasitas intelektual anggotanya.
Disinilah peran masyarakat untuk memilih wakil mereka secara kritis dan objektif. Jangan melihat siapa dia? Tapi apa yang sudah dia lakukan selama ini? Hal tersebut bisa dilakukan dengan menelusuri track record, apakah caleg tersebut memiliki pengalaman yang berhubungan dengan tugas-tugas kemasyarakatan atau tidak. Karena pada prinsipnya, akan sangat tidak mungkin seseorang yang tidak memiliki pengalaman berinteraksi secara intens dengan masyarakat, akan menempati jabatan sebagai representasi publik.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.