Skip to main content

Peran Penting Islam Dalam Hukum Humaniter Internasional



 Judul Buku     : Islam dan Hukum Humaniter Internasional
Penulis             : Komite Internasional Palang Merah(ICRC)
Penerbit           : Mizan
Tahun              : 2012
Tebal halaman : XIV + 468 Halaman
ISBN               : 978-979-433-696-0

Di dunia ini, benturan peradaban selalu terjadi. Tidak sedikit yang memilih kontak fisik sebagai bentuk penyelesaian. Berbagai peperangan yang bergejolak dan tercatat dalam sejarah telah mengakibatkan berbagai bencana kemanusiaan yang mengenaskan. Tengok saja konflik yang terjadi di palestina hingga saat ini, mulai dari penyerangan membabibuta -tidak mengindahkan masyarakat sipil, hingga perlakuan terhadap tawanan secara tidak manusiawi menjadi realitas yang memprihatinkan.
Keganasan perang semakin hari semakin bertambah dari setiap generasinya. Terlebih jika kita melihat kemajuan yang begitu pesat dalam bidang pengembangan persenjataan. Satu pencetan tombol saja sudah sanggup membunuh ribuan manusia. Sangat mengerikan. Beruntung Perang Dunia(1 & 2) yang menewaskan 71 juta terjadi disaat persenjataan belum canggih, jika sekarang -mungkin akan ada ratusan juta manusia yang menjadi korban perilaku primitif manusia tersebut..
Perang merupakan peristiwa kehidupan yang sulit untuk dihindari, apalagi dihilangkan. Bahkan Ibnu Khaldun mengatakan jika perang akan terus terjadi di dunia ini sejak dimulainya kehidupan. Benar saja, sejarah mencatat dalam rentang waktu 5000 tahun telah berkecambuk 14 ribu peperangan. Dan sepanjang 3400 tahun terakhir, dunia hanya mengalami masa damai selama 240 tahun saja.
Jadi wajar, jika Hukum Humaniter Internasional(HHI) dibuat tidak untuk menghentikan perang, melainkan sebatas upaya mengatur perang yang memperhatikan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Dimana hak dan kewajiban kedua kelompok yang terlibat konflik menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Karena hingga kini, perang tidak dimaknai sebagai proses penyelesaian konflik, tapi sebagai pembalasan dan ajang “unjuk gigi” kepada lawan. Akibatnya tragedi kemanusiaan menjadi hal yang sulit dihindari dalam peperangan.
Hukum Humaniter merupakan istilah yang baru, yang kemungkinan digunakan pertama kali oleh Komite Internasional Pelang Merah pada konferensi pakar hukum yang diadakan pertama kali di Jenewa pada 1971. Masyarakat dunia lebih suka mengaitkan Hukum humaniter dengan Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa. Hanya sedikit yang mengkaitkan hukum humaniter dengan konsep ajaran Islam. Mungkin disebabkan keberadaan ayat-ayat perang dalam Al-Quran menjadi pembahasan yang sangat sensitif, dan hingga kini menjadi stereotip untuk mengidentifikasi Islam sebagai agama mendukung perang, pro-kekerasan dan aksi terorisme.
Melalui bukunya yang berjudul ”Islam dan Hukum Humaniter Internasional” ICRC berusaha menampilkan pengaruh Islam dalam pembentukan HHI. Dalam menjelaskan korelasi tersebut, ICRC menggunakan tiga belas kumpulan makalah karya para sarjana muslim yang ahli dibidangnya dan dua orang ahli hukum barat sebagai landasan.
Sering diasumsikan secara tidak benar, bahwa Islam dan ‘aktor-aktornya’ tidak memiliki peran signifikan dalam tahap awal perkembangan HHI. Dari masuknya kekaisaran Turki Usmani ke dalam sistem hukum Negara-negara eropa(1856) sampai Konfererensi Perdamaian Den Haag pertama(1899), ‘aktor Islam’ diasumsikan hanya memiliki peran sekunder dalam pengembangan Hukum Internasional Publik peperangan. Terlihat dari beberapa penelitian, bahwa Islam pada awalnya mewakili pihak timur –menjadi penentu dalam hukum modern itu sendiri. Hukum ini, karena tren internasional dan kemanusiaanya, terpaksa mengakomodasi sejumlah sistem budaya dan hukum yang lain -yang pada giliranya meninggalkan akar kekristenanya. Karena itu, Islam mendorong mengenalkan HHI sebagai hukum sekuler internasional.
Sejenak menengok sejarah, nyatanya Islam berkontribusi besar dalam upaya humanisasi dan tradisi dimasa itu(Abad 5M). Dan sangat mungkin, jika Islam menjadi agama pertama yang memberikan petunjuk bagi manusia beradab untuk mewujudkan suatu peperangan yang adil dan manusiawi, dan bukan untuk menghancurkan atau membasmi pihak musuh. Ketika perang, Islam mengharamkan untuk memutilasi kombatan yang sudah tewas -yang kala itu dianggap lumrah serta melarang membunuh tentara yang sudah menyerah. Selain itu, Islam juga sangat tegas dalam memerintahkan untuk melindungi masyarakat sipil(non kombatan).
Kalau mau mengakui, konvensi-konvensi Jenewa memiliki relevansi yang kuat dengan prinsip yang menjadi fokus utama agama-agama samawi. Prinsip tersebut adalah Tuhan memberikan keistimewaan kepada manusia dibandingkan makhluk lainya. Jika konvensi jenewa memerintahkan untuk memperlakukan tawanan perang dengan baik, Islam pun demikian. Jika konvensi jenewa berusaha melindungi orang-orang yang tidak ikut serta secara langsung dalam aksi permusuhan, Islam pun demikian. Bahkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari memaafkan dan mengampuni, Islam memerintahkan agar kejahatan dibalas dengan kebaikan.
Umat Islam generasi awal telah menerapkan dengan baik prinsip menghormati tawanan perang yang ditunjukan dengan menyediakan kebutuhan sandang, pangan, papan untuk tawanan perang. Bahkan lebih baik dari apa yang mereka konsumsi dan pakai untuk diri mereka sendiri. Sebenarnya prinsip-prinsip kemanusiaan ajaran Islam yang luhur terhadap korban perang yang luka, sakit dan tewas ini mendahului konvensi internasional yang baru muncul beberapa abad kemudian.
Oleh karena itu, hukum humaniter dalam Islam sebenarnya telah sangat maju dan sangat modern melampaui masanya dan masa-masa sesudahnya. Karena sejak awal, telah mewajibkan kombatan dari kalangan umat Islam untuk senantiasa menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan dengan aturan yang sangat detail.
Mengacu pada semua yang telah dikemukakan, dari segi esensi dapat dikatakan bahwa konsep Islam tentang HHI tidak berbeda dengan konsep hukum positif, meskipun secara tidak persis seluruhnya. Konsep humaniter yang merupakan bagian integral warisan hukum bagi manusia harus menjadi sarana untuk meyebarluaskan HHI di Negara-negara Islam. Kaidah-kaidah tadi merupakan refleksi bagian terbesar dari budaya hukum Negara-negara tersebut. Karena itu, sudah menjadi perhatian utama hukum untuk menjadi -bukan harus menjadi -unsur efektif dan utama dalam menjamin universalitas HHI.
Banyak korelasi-korelasi lain, baik dari aspek historis maupun sumber normatif yang dikemukakan para penulis dalam buku ini. Mayoritas penulis yang berlatarbelakang sarjana muslim sedikit banyaknya membuat perspektif dalam memahami Islam dan HHI hampir mirip dalam beberapa tulisan. Buku ini recommended bukan hanya bagi para pegiat hukum dan HAM, tapi bagi semua kalangan, mengingat konflik saat ini terjadi di seluruh aspek kehidupan. Selain guna menambah cakrawala pengetahuan itu sendiri.

(Dimuat majalah Pledoi edisi Mei-April)


Comments

Unknown said…
Assalamualaikum. Salam Sejahtera. Selamat malam mas.
Tulisan nya sangat bagus mas, memberikan kami review dari bukunya. semoga isi bukunya melebihi ekspektasi saya. btw, apakah semua data yang mas paparkan di tulisan ini bisa didapatkan di buku tersebut? saya mau data tentang jumlah peperangan yang terjadi selama 5000 tahun itu, dan data kuantitatif lainnya yang bersangkutan. jika tidak ditemukan, saya bisa mendapat data tsb di mana ya? terima kasih.
Folly Akbar said…
Waalaikumsalam. Saya mengutip data tersebut dari buku itu...

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.