Skip to main content

Desa Butuh Pendidikan Politik

Pesta demokrasi ditingkat desa akan segera dilakukan Pemerintah Kabupaten Sleman secara serentak. Guyuran dana miliyaran rupiah turut menghiasi proses pemilihan kepala desa, baik yang bersumber dari anggaran APBD Sleman, maupun kantong pribadi setiap calon. Kekhawatiran pun muncul, karena biaya politik yang tinggi berpotensi melahirkan pemimpin yang korup.
Sebagai sebuah sistem, pemilihan langsung (Pemuli) hingga di tingkat desa bertujuan untuk memperoleh pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat. Tapi ini menjadi persoalan jika melihat budaya politik masyarakat desa hingga saat ini.

Jika kita klasifikasikan masyarakat desa dari segi budaya politiknya, secara teoritis mayoritas mereka masuk ke dalam kelompok apatis, atau kelompok dengan tingkat kesadaran politik yang rendah. Sebuah sikap yang lahir dari tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah juga. Alhasil, minat dan kemampuan masyarakat desa untuk memilih relatif rendah jika dibandingkan masyarakat kota. Dari sinilah ide untuk melakukan money politic oleh para calon muncul. Sebagai salah satu upaya memaksa masyarakat untuk memilih, yang barang tentu sesuai kepentingan sang calon.
Faktanya gayung bersambut! Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, money politic menjadi oase bagi masyarakat kecil. Bahkan dalam beberapa kasus, pesta demokrasi menjadi Aji Mumpung bagi masyarakat untuk mengeruk uang sang calon. Dan pada akhirnya, situasi yang memaksa masyarakat untuk tidak berfikir siapa yang layak memimpin, tapi siapa yang memberi penghidupan, dialah yang dipilih.
Jika sudah demikian, tujuan pemilu untuk mendapatakan pemimpin yang ideal menjadi sulit terealisasikan. Kekhawatiran akan lahirnya pemimpin yang korup menjadi kenyataan yang sulit dihindari. Dan pada akhirnya masyarakatlah yang dirugikan, karena kesejahteraan masyarakat desa semakin menjauh dari genggaman. Sayangnya itu tidak disadari masyarakat desa!

Ketidaksadaran akan hal tersebut berlandaskan pada minimnya pendidikan politik di desa. Disinilah upaya kreatif dari elemen-elemen sosial, seperti mahasiswa, partai politik dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dibutuhkan. Karena dalam era demokrasi, peran pendidikan politik bagi masyarakat menjadi sangat krusial. Bukan hanya untuk melahirkan pemimpin yang ideal ketika pemilu, tapi untuk menciptakan budaya politik yang partisipatif dan sanggup mengkontrol jalannya pemerintahan terpilih. Sehingga demokrasi bukan lagi sebatas jargon, melainkan sebuah laku hidup.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.