Skip to main content

Ada Garis Tuhan yang Terus Mempertemukan Kita




Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta... Demikian potongan puisi karya Soe Hak Gie. Namanya puisi, tentu ini imajinasi. Namun jika kita cari dalam dunia nyata, aku, dan pasangan ku Devi Rahmawati tampaknya cukup layak merepresentasikan potongan puisi tersebut. Setidaknya, menurut ku pribadi.

Hampir empat tahun bersamanya, meski sempat putus, aku merasa kami ini lebih banyak perbedaan, di banding persamaan. Tapi justru, persamaan yang kita miliki, adalah kunci kami berdua bisa terus sama-sama. Yakni, kami sama-sama saling menyayangi.

Oh ya, meski kami bersama kurang lebih empat tahun terakhir, namun Devi bukanlah sosok baru. Kalau boleh cerita, aku mengenalnya sejak belasan tahun silam. Beberapa waktu setelah dia hadir di kehidupan ku dan teman-teman ku di SDN 3 Sumber. Saat kelas tiga tepatnya.

Kala itu, seorang perempuan mungil tiba-tiba masuk ke kelas ku. Di hadapan aku dan kawan-kawan ku, dia memperkenalkan diri. Ntah dari mana. Tapi mungkin tuhan yang kirim sehingga bisa bertemu kami. Usai memperkenalkan, dia lantas duduk di bangku. Kalau tidak salah, dia duduk di bangku nomor satu. Dan aku ada di belakangnya beberapa baris.

Seingat aku, tidak banyak aktivitas atau interaksi langsung ku dengan dia di kelas tiga. Toh, wajar saja, jika aku memandangnya sebagai sosok yang lebih asing dari teman-teman ku yang lainnya. Yang lebih dulu kenal dan berinteraksi dengan ku.

Barulah setelah kelas empat, lima, sampai enam, aku cukup banyak berinteraksi dengannya. Atau, lebih banyak saling menggoda tepatnya. Bukan menggoda dalam arti dewasa, tapi menggoda ala anak SD. Itu pun anak SD jaman itu, awal tahun 2000-an. Bukan anak SD jaman Now.

Aku tidak tahu juga, apakah saat itu aku memiliki rasa "cinta monyet" atau tidak dengannya. Yang ku tahu, justru dia yang suka dengan ku. Itu menurut beberapa temen ku yang dekat dengannya. Aku sendiri tak pernah mendengar langsung.

Tapi sejujurnya, dalam beberapa kesempatan, aku juga senang jika bisa berinteraksi dengan dia. Saat itu, dia cukup pintar dan lumayan rajin dibanding teman ku lainnya.

Waktu terus berjalan, singkat cerita, kami lulus SD. Dan di luar dugaan, kami masuk ke SMP yang sama. Yakni SMPN 2 Sumber.

Di masa ini, hubungan ku dengannya lebih aneh lagi. Dia yang sering memancing untuk aku godain, berubah menjadi sosok yang asing. Padahal, kalau gak salah, kami satu kelas di kelas 7B. Aku sendiri tidak pernah memahami kondisi itu. Benar-benar absurd.

Mungkin, dia sudah punya temen yang nyaman buatnya. Begitu pula aku. Aku sudah punya temen deket sendiri. Tak ayal, kondisi itu terus berlanjut hari demi hari. Nyars tidak ada interaksi.

Tapi diam-diam, aku masih memperhatikannya. Bukan perhatian khusus, hanya sekeda tahu. Ya namanya juga kawan. Misalnya saat ayahnya meninggal, aku tahu dan ikut sedih. Lalu, aku juga tahu kalau dia masuk ekstrakulikuler paskibra. Tiap latihan di lapangan sekolah, sengaja atau tidak aku melihatnya.

Nah, kelas 8 kami berpisah. Saya di 8B, sementara dia di 8F atau 8E kalau tidak salah. Mudah ditebak, kondisinya makin jauh. Makin ga terpantau. Yang aku ingat, dia mulai berhijab saat sekolah. Selebihnya, aku lupa.

Oleh sebabnya, saat kami dipertemukan kembali di kelas 9C, kami tetap dingin. Seperti tidak kenal. Aku masih bingung, apa yang ada dipikiran kami saat itu. Hehehe.

Hingga akhirnya, kami berpisah sebenar-benarnya saat lulus. Aku masuk ke ke aliyah dan pesantren, sementara dia entah ke mana. Saat itu, aku benar-benar sudah tidak peduli. Ntah!

Barulah pada tahun kedua masa putih abu-abu, tiba-tiba ada keinginan untuk berkomunikasi. Tanpa ada apa-apa sebelumnya. Ini aneh banget. Aku sendiri tidak tahu kenapa perasaan itu muncul.

Aku berkesimpulan, mungkin itu garis tangan tuhan yang bermain. Suratan takdir yang kelak mempertemukan lagi aku dengannya. Kalau saat itu tidak ada keinginan untuk berkomunikasi lagi dengannya, bisa saja, aku tidak akan pernah menemuinya kembali hingga saat ini.

Nah, kebetulan, saya dapat nomor Devi dari Iskandar. Salah seorang kawan SMP yang cukup dekat dengan ku. Tanpa pikir panjang, aku menghubunginya. Aku sendiri tidak tahu, bagaimana reaksi dia saat itu. Atau apa yang dia pikirkan saat aku untuk pertama kalinya menghubungi dia. Tapi intinya, beberapa kali, kalau tidak salah, saya berbicara langsung dengannya melalui sambungan telpon.

Mulai saat itu, kami ada komunikasi. Aku tidak ingat betul, apa yang kami bicarakan saat itu. Tapi yang pasti, aku ingin mengganti silaturahmi yang sempat putus sesama putih biru. Cuma itu.

Hingga saat memasuki masa kuliah, kami tetap berkomunikasi. Bahkan, lebih intens dari sebelumnya. Perlahan, kami mulai berani bercerita layaknya dua orang sahabat. Meski ketemu saja tidak. Cerita soal kehidupan masing-masing. Tak terkecuali soal asmara. Aku dengan pasangan ku, dan dia dengan pasangannya. Tapi aku gak mau bahas perkara ini jauh-jauh. Bagiku, masa lalu sudah ditutup.





Dan pada suatu waktu, garis tangan tuhan itu semakin menuntun saya semakin dekat dengannya. Pertemuan kami sekitar lima tahun lalu di Jogja menjadi titik awal hubungan kami. Entah bagaimana ceritanya, kita kian dekat. Dan dalam satu kesempatan aku pulang ke cirebon, tanpa babibu, kita mengucap janji suci untuk bersama.

Sehari setelahnya, Aku balik ke jogja. Dan babak baru itu dimulai, kita menjalani hubungan jarak jauh. Coba bayangkan, baru sehari jadian, langsung pisah. Itu berat, kamu gak akan kuat, biar kami saja.

Nah, menjalani LDR sendiri bukan perkara mudah. Awalnya gampang, tapi makin lama, ga semudah membalikkan tangan. Seiring berjalannya waktu, rasa saling percaya antara kita terus diuji. Selain tawa, friksi juga mewarnai hubungan kami. Tapi semua masih baik-baik saja.

Dan, babak baru hubungan jarak jauh itu kembali bertalu-talu. Pluit itu dimulai saat saya pindah dan bekerja di Jakarta. Rasa-rasanya, menjani hubungan semakin berat. Seingat saya, pertengkaran lebih banyak dari pada kebahagian. Aku menuntut kebebasan, aku butuh kawan bermain dan bercerita. Tak terkecuali kawan wanita.

Sementara Devi sangat pencemburu. Dia banyak melarang. Tapi di sisi lain, dia tak ada di sisi ku. Setelah berantem berkepanjangan, hubungan kami pun retak dan akhirnya pecah dalam kurun waktu yang lama. Singkat kata, dengan berat hati, kami resmi berpisah.

Namun, lagi-lagi tuhan menggerakkan tangannya. Rupanya tampaknya punya rencana lain. Tanpa ada angina apapun, wanita itu datang ke Jakarta. Aku sendiri keget. Apalagi, dia tak punya pengalaman hidup jauh dari keluarga. Tapi ini garis tangan Tuhan. Tak lama usai Devi ke Jakarta, kami bisa kembali rujuk.




Rupanya, obat dari penyakitnya hubungan kami sebelumnya adalah pertemuan. Dengan bertemu, segala sesuatunya menjadi lebih mudah untuk dijalani. Meski ada friksi, tapi kami lebih banyak mengisi dengan senyum dan tawa di ibu kota. Meski ada banyak perbedaan, kami punya satu persamaan. Kami saling menyayangi.

Kami bersyukur, kini, bukan hanya dua insan yang siap menjalani hidup bersama. Kedua keluarga kami pun sudah memiliki pandangan yang sama. Menjadi saudara dengan tali perkawinan. Jika tak ada aral melintang, kami akan melangsungkan janji suci nan abadi pada 8 september 2018 mendatang.

Dan hari ini, 12 Mei 2018, adalah peringatan hari lahir mu yang ke 26. Untuk itu, ku ucapkan selamat ulang tahun... 

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.