Agus Yuda diterima Presiden di Istana Merdeka |
Aksi premanisme berbentuk pemalakan yang terus menghantui para sopir truk pengangkut
barang sudah membuat Agus Yuda jengah. Tak kuat terus menerus menjadi korban, Agus
nekat jalan kaki ratusan kilometer untuk curhat menemui presiden Joko Widodo.
Folly Akbar, Jakarta
HARI yang didambakan Agus Yuda akhirnya tiba.
Kemarin, Selasa (8/5), sopir truk asal Sidoarjo, Jawa Timur itu sukes menuntaskan
mimpinya untuk bisa bertemu Presiden Joko Widodo. Usai mengikuti silaturahmi
presiden dengan para pengemudi truk di Istana Negara, Agus ditemui secara
khusus oleh Jokowi di ruang Istana Merdeka.
Bonusnya, Agus juga ditemui Menteri Perhubungan
Budi Karya Sumadi dan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (Komjen)
Syafruddin. Pertemuan itu sendiri terbilang cukup istimewa. Pasalnya, upaya
Agus untuk mewujudkan momen itu tidak semudah membalikkan tangan. Demi
menunjukkan tekadnya, dia melakukan cara yang ekstrim dengan berjalan kaki dari
Mojokerto ke Jakarta.
Untuk sampai di Jakarta, perjalanan yang dimulai
pada 8 April 2018 itu membutuhkan waktu 23 hari. Pada tanggal 3 Mei, kamis
pekan lalu, ayah dari dua orang anak itu tiba di Jakarta. Jarak kurang lebih
720 kilometer dia tempuh hanya dengan bekal pakaian dan handphone tanpa uang
sepeserpun. “Untuk makan dibantu sama komunitas Driver,” ujarnya saat ditemui
usai pertemuan.
Agus menceritakan, perjalanan 23 hari yang dilakukannya tidak selamanya mulus. Sebab, semuanya dilakukan secara spontanitas. Sejak awal perjalanan, dia memang tidak mengabari para komunitas driver yang dilewati. Kalaupun ada komunitas driver yang membantu, itu hanya insindental. “Semua spontan saja,” ujarnya.
Oleh karenanya, di sepanjang perjalanannya, pria berambut ikal itu tidur di sembarang tempat. Jika ada komunitas driver yang menerimanya, dia bisa menumpang di rumahnya. Namun jika tidak, Agus terpaksa meminta izin tidur di tempat umum. Seperti Polsek, Koramil, atau POM Bensin.
Meski demikian, dia tetap bersyukur. Sebab, tidak ada rintangan berarti yang menghadangnya. Tuhan pun selalu memberinya kesehatan. “Alhamdulillah, sandal atau sepatu juga tidak ada yang rusak,” tuturnya.
Agus menceritakan, perjalanan 23 hari yang dilakukannya tidak selamanya mulus. Sebab, semuanya dilakukan secara spontanitas. Sejak awal perjalanan, dia memang tidak mengabari para komunitas driver yang dilewati. Kalaupun ada komunitas driver yang membantu, itu hanya insindental. “Semua spontan saja,” ujarnya.
Oleh karenanya, di sepanjang perjalanannya, pria berambut ikal itu tidur di sembarang tempat. Jika ada komunitas driver yang menerimanya, dia bisa menumpang di rumahnya. Namun jika tidak, Agus terpaksa meminta izin tidur di tempat umum. Seperti Polsek, Koramil, atau POM Bensin.
Meski demikian, dia tetap bersyukur. Sebab, tidak ada rintangan berarti yang menghadangnya. Tuhan pun selalu memberinya kesehatan. “Alhamdulillah, sandal atau sepatu juga tidak ada yang rusak,” tuturnya.
Tak ayal, ketika kesempatan bertemu orang nomor
satu di Indonesia itu datang, tanpa ragu, dia 'memuntahkan' penderitaan yang
selama ini dipendamnya sebagai sopir barang antar kota. Setiap hari, dia harus berurusan
dengan aksi pemalakan.
“Yang saya sampaikan di Pak Presiden tadi ya kami
seluruh driver angkutan barang di seluruh Indonesia itu meminta keamanan dan
kenyamanan waktu mendistribusikan barang,” kata dia.
Agus menilai, profesi sopir pengangkut barang
sangat sentral dalam ekosistem aktivitas ekonomi di Indonesia. Tanpa adanya sopir
pengangkut barang, distribusi hasil produksi tidak bisa tersalurkan. Oleh
karenanya, bukan hal yang berlebihan, jika sopir menuntut negara mau memberikan
jaminan keamanan.
“Karena kita seluruh driver Indonesia itu sebagai
pendukungnya pemerintah. Tanpa adanya kita pendistribusian tidak akan lancar,”
imbuh anggota Serikat Pengemudi Truk Nusantara (SPTN) itu.
Agus menceritakan, sejak dia memutuskan untuk
menjadi sopir barang tahun 2014 lalu, aksi pemalakan di jalanan sudah menjadi
menu kesehariannya. Dia, dan juga ribuan orang yang berprofesi sama tidak punya
banyak pilihan. Melawan bisa babak belur. Namun jika dituruti, penghasilannya
anjlok.
Berdasarkan pengalamannya menjadi sopir barang di
Jawa dan Sumatera, aksi premanisme terjadi merata. Di Jawa praktek serupa juga
masih terjadi. Khususnya di daerah yang belum memiliki jalan tol. “Di Jawa itu
masalah premanismenya biasanya di daerah Pasuruan, Probolinggo sampai
Banyuwangi,” kata dia. Sementara di sumatera, hampir terjadi di semua
kabupaten.
Besaran uang palak masing-masing preman sangat
beragam. Ada yang mau di kasih Rp. 5 ribu, 10 ribu, sampai 20 ribu. Tapi tidak
jarang juga yang memaksa hingga ratusan ribu. Bagi sopir, kata dia, tidak ada
pilihan untuk menolak. Sebab, nyawa jadi taruhan.
Bahkan berdasarkan penuturan temannya, tidak
sedikit pula yang di ancam menggunakan pisau di leher. Atau paling tidak, kaca
truk bisa dibuat hancur.
Belakangan, lanjutnya, aksi premanisme yang
menyasar sopir pengangkut barang samakin menggila. Di kawasan Sumatera, banyak
preman di berbagai lokasi yang mewajibkan truk harus berstempel. Namun bukan
stampel dari dinas pemerintah, melainkan stempel dari preman. Sementara harga
untuk mendapatkan stempel tidak mudah. Mencapai Rp. 1 juta rupiah.
Kalau sudah punya stempel pun, para sopir tetap
kena jatah dalam kunjungan selanjutnya. “Paling kita ngelem 5 ribu, 10 ribu, 20 ribu,” kata pria berusia 30 tahun itu.
Penderitaan tidak selesai di situ. Pasalnya,
mereka masih menerima pungli yang dilakukan okmum petugas. Baik dari petugas dinas
perhubungan, maupun aparat kepolisian. Berbegai modus pun kerap dilakukan. Mulai
dari alasan yang masuk akal seperti tonase (bobot barang) melebihi batas atau
kelengkapan dokumen, sampai yang tidak masuk akal seperti tutup pentil ban.
Namun dari pada kendaraan ditahan, sopir pun terpaksa mengeluarkan uang pelicin,
puluhan hingga ratusan ribu.
Meski pemalakan hanya puluhan ribu hingga ratusan
ribu, jika dikalkulasikan, jumlah yang dikeluarkan supir untuk preman kampung
dan preman berseragam cukup besar. Untuk perjalanan dari pulang pergi dari Jawa
Timur ke Medan yang membutuhkan waktu tiga minggu saja misalnya, jatah untuk kedua
jenis preman itu bisa mencapai Rp. 3 juta rupiah.
Akibat biaya pemalakan yang tidak sedikit, uang
yang bisa di bawa pulang sopir tidak banyak. Jika beruntung, kata Agus, Sopir
masih bisa membawa Rp. 2 – 3 juta rupiah. Sementara jika sedang apes (pemalak
banyak), tidak sedikit sopir yang tidak membawa apapun. “Harusnya kan bisa bawa
sampai Rp. 6 juta kalau tidak dipalak,” tuturnya.
Oleh karenanya, Agus berharap pemerintah bisa
memberikan perhatian khusus terhadap persoalan tersebut. Sebab, berbagai upaya
sudah dilakukan para sopir di lapangan. Seperti melapor ke Polsek atau Polres
jika terkena palak. Namun, semua itu sia-sia. “Mungkin (polisi – Preman)
kongkalikong. Nah itu membuat kita istilahnya ngedown, ngedrop. Sudah enggak ada kepercayaan lagi pada
beliau,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo terkejut
dengan maraknya aksi premanisme yang sampai memotong honor sopir sedemikian
besarnya. Mantan walikota Solo itu mengaku sudah mendengar laporan tersebut,
namun tidak menyangka jika jumlahnya sangat besar.
“Saya kan dengarnya sedikit, ternyata setelah
bertanya kepada para pengemudi, para supir ternyata sangat banyaknya. Kaget
dong, masa gak boleh kaget saya,” ujarnya kepada wartawan.
Usai pertemuan, Jokowi langsung memerintahkan
wakapolri untuk memberantas praktik tersebut. Bukan hanya terhadap preman
lokal, melainkan juga kepada aparat yang nakal. Dia mengakui, aksi pemalakan
yang berdampak pada naiknya cost distribusi sudah tidak bisa ditoleransi. “Disikat saja semuanya,” kata Jokowi.
Wakapolri Komjen Syafruddin mengatakan, pihaknya
perlu melakukan pengecekan terhadap laporan tersebut. Khususnya terhadap
pemalakan yang dilakukan aparat. Sepengetahuannya, praktik itu sudah
ditinggalkan kepolisian sejak lama.
“Mereka
juga jijiklah mau pungli-pungli yang Rp 5 ribu, Rp 10 ribu sekarang. Remunerasi
besar sekarang, polisi itu. Lebih dari gajinya,” ujarnya.
Namun jika kenyataan di lapangan masih ditemukan,
jenderal bintang tiga itu memastikan untuk melakukan pemecatan. Dia juga
mempersilahkan sopir truk ataupun masyarakat untuk merekam jika ada polisi yang
masih melakukan pungli. “Silakan videokan para polisi yang ada di jalan. Ini
perintah saya ya. Saya langsung pecat. Begitu ada videonya benar, kita pecat
hari itu. Telanjangin dia. Keras sekali kita,” tuturnya.
Oleh karenanya, dia juga meminta Kapolda di
daerah terkait segera melakukan penertiban. Jika main-main, pihaknya tidak
segan-segan untuk mencopot Kapolda. *)
Comments