Skip to main content

Nilai Itu di Hati


Adanya kebijakan pemerintah yang membuka kran besar pendaftaran Perguruan Tinggi Negeri(PTN) melalui jalur undangan menyisakan pro kontra di kalangan civitas akademisi. Dengan kebijakan ini, maka nilai raport dan ujian nasonal(UN) memiliki peran penting dalam upaya siswa menembus PTN. Tentu yang menjadi kekhawatiran kita kelak adalah maraknya manipulasi nilai raport secara jor-joran, hingga kecurangan dalam UN yang semakin parah. Dan yang menjadi pertanyaan adalah apakah “pemaksaan sistem” dalam kasus UN belum cukup untuk membebani sekolah?
Dalam salah satu adegan pada film Laskar Pelangi, ada satu perkataan kepala sekolah SD Muhammadiyah Belitong yang perlu kita renungkan bersama yakni ”nilai itu di hati, bukan di angka”. Jika dipahami secara luas, perkataan itu mengingatkan kita jika kemampuan siswa tidak bisa di lihat dari segi angka belaka. Apalagi tidak adanya standar penilaian yang jelas dalam pendidikan kita, yang tampak dalam deretan angka di raport hanyalah intervensi dan subjektifitas sekolah. Ditambah lagi dengan belum adanya pemerataan kualitas pendidikan diberbagai daerah, kualitas nilai 9 di daerah tentu akan berbeda dengan kualitas nilai 9 di kota.
Alasan kemendiknas menurunkan kebijakan ini berkaca dari apa yang dilakukan sekolah dasar dan menengah, dimana nilai SD dijadikan pijakan dalam seleksi masuk SMP, dan nilai SMP dijadikan pijakan untuk masuk SMA. Tapi jika kita teliti, model seleksi tersebut sangat tidak relevan jika dilakukan di tingkat PT. Karena kenaikan jenjang siswa dari SD, SMP dan SMA cakupanya hanya terjadi di satu daerah yang memiliki standar kualitas nilai yang sama. Beda halnya dengan tingkat PT, dimana sirkulasi peserta seleksi berasal dari berbagai daerah yang memiliki standar dan kualitas nilai yang beragam.
Pada dasarnya permasalahan di atas bisa teratasi jika PTN mampu memetakan kualitas dan standar penilaian di berbagai dearah, sebagai acuan melihat kualitas siswa sebenarnya. Tapi dari segi teknis, hal ini akan menyulitkan dan membutuhkan proses yang panjang. Sebagai langkah solutifnya, ada baiknya jika kemendiknas memperbaiki problem yang tampak di mata dahulu. Pemerataan kualitas pendidikan, standarisasi penilaian yang jelas hingga pelaksanaan ujian nasional(UN) yang sehat merupakan contoh problem laten yang belum terselesaikan. Jika ketiga hal tersebut mampu di wujudkan, maka sistem seleksi PTN menggunakan nilai(dibaca: angka) sudah cukup proporsional untuk diterapkan di seluruh penjuru nusatara.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.