Skip to main content

Pemuda KPI, Tak Sesuram PKI


Tidak sedikit mahasiswa yang merasa malu, menyesal, minder, galau, bahkan cenderung terpaksa ketika takdir Tuhan membawanya masuk ke Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam(KPI) Fakultas Dakwah. Dalam kaca mata mereka, jurusan-jurusan umum seperti Kimia, Fisika, Akuntansi, Sosiologi atau Ilmu Komunikasi terlihat lebih modern dan lebih menjanjikan keberlangsungan hidupnya di masa mendatang. Embel-embel jurusan Islam dianggap sebagai momok menakutkan layaknya PKI di era 60an.
Era Globalisasi yang menjadikan dunia barat sebagai kiblat memang telah menciptakan stereotip dikalangan pemuda untuk menyukai hal-hal yang bersifat kebarat-baratan(westernisasi). Identitas yang telah melekat dalam pribadi mereka seperti agama dan budaya dianggap sebagai sesuatu yang ndeso, katrok, kampungan dan istilah lain sejenisnya. Celakanya, pemikiran tersebut juga berlaku dalam memilih jurusan.
Tapi paradigma tersebut tidak berlaku bagi Juang Faaid Abdillah, salah seorang pemuda kelahiran Cianjur 10 Oktober 1988 yang telah menginjakan kakinya di KPI sejak sembilan semester yang lalu. Ditengah kesibukanya mengerjakan skripsi dan berbisnis, Juang masih bersedia untuk berbagi rasa semangatnya sebagai mahasiswa KPI. Dengan pembawaanya yang santai, sebuah harapan besar terucap dari mulutnya agar seluruh civitas akademia KPI khususnya mahasiswa, untuk bangga dengan KPI“Sudah saatnya kita semua bangga menjadi mahasiswa KPI. Kalau kebanyakan jurusan itu produk tiruan dari luar negeri, KPI adalah hasil pemikiran bangsa Indonesia” ujarnya menggebu.

Seperti kita ketahui bersama, sejarah pendidikan Indonesia mencatat KPI sebagai produk orisinil dari para pemikir Indonesia. Kehadiranya merupakan bagian dari usaha merelevankan ajaran Islam sesuai kondisi peradaban manusia, supaya Islam tidak terkesan norak dan kaku. Sebagaimana yang tertera dalam visi KPI yakni “Terdepan dalam pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu komunikasi dan penyiaran Islam yang berparadigma Islam
Pria yang pernah menjabat Presiden Jamaah Cinema Mahasiswa(JCM) periode 2010 itu juga menekankan rasa bangga pemuda KPI tidak sekedar di lisan, tapi harus mampu di implementaskan dalam sebuah karya. Dan tentunya karya yang dituangkan harus bernilai ke-KPI-an yakni jurnalistik dan broadcasting yang berbasis islam”yang membedakan KPI dengan ilmu komunikasi kan pesan moralnya(Islam) itu” tandasnya.
 Tentu harapan dari terintegrasinya ketiga hal tersebut adalah mampu menciptakan konsumsi publik yang sehat, bermanfaat dan bermartabat bagi umat. Karena KPI hadir sebagai solusi atau trobosan atas perilaku media saat ini yang tidak proporsional dan mengabaikan nilai moral, meskipun apa yang disampaikan berupa fakta ”KPI itukan bentuk filtrasi” ungkapnya.
Dalam pemaparan selanjutnya, pria yang pernah aktif di Rasida FM tersebut mengingatkan akan pentingnya konsistensi dan keinginan untuk berkembang dalam berkarya. Dia juga mengkritik sikap cepat puas yang kerap dia temui diantara mahasiswa KPI ”karena merasa bisa melakukan satu hal, udah merasa puas, padahal banyak alumni kampus lain yang lebih matang”imbuhnya.
Untuk meninggalkan segala kekurangan dan hal negatif yang ada selama ini, Juang menghimbau adik-adik di KPI untuk menumbuhkan semangat perbaikan. Bagi dia, sudah bukan zamanya mengeluh atas keterbatasan fasilitas, mengingat perkembangan teknologi yang semakin mempermudah kita berkarya. Terlebih kini telah berdiri Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Dakwah(PPTD) yang di dalamnya terdapat Rasida FM dan Suka TV sebagai sarana pembelajaran “Inget lo, zaman dulu itu ga ada rasida FM atau Suka TV” imbuhnya menyemangati.
Pernyataan tersebut diperkuat fakta yang mencatat banyaknya output KPI yang memiliki peran signifikan dalam dunia media di Indonesia, meski berproses dalam keterbatasan. Nama-nama seperti Zamroni yang sukses menembus Komisi Penyiaran Indonesia, lalu Sudaryono yang berhasil memegang Indosiar Biro Yogyakarta merupakan produk riil yang masih bisa kita lihat hingga kini. Belum lagi praktisi muda seperti Supadiyanto dan Bramma Aji Poetra yang melanglang buana di berbagai media lewat karya jurnalistiknya. Jika alumni terdahulu bisa sukses dengan keterbatasan, tidak ada toleransi bagi kita untuk gagal dalam kemapanan fasilitas?? Salam semangat pemuda KPI!!!

Feature ini memenangi Lomba "penulisan Feature" yang diadakan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.