Skip to main content

Izinkan Nenek Itu Berjualan di Kereta


Dengan perjalanan yang relatif lebih cepat, Kereta Api merupakan angkutan favorit saya untuk melakukan perjalanan jauh, tak terkecuali kala liburan semester ganjil kemarin. Jarak Yogyakarta-Cirebon terlalu melelahkan jika menggunakan bus yang memakan waktu sekitar 10 jam. Akhirnya saya memilih menggunakan Kereta kelas bisnis yang hanya membutuhkan waktu 6 jam sampai rumah.
Dalam perjalanan, saya merasakan sesuatu yang berbeda. Ya kereta tampak sepi, lalulalang pedagang asongan yang biasa menjajakan berbagai jenis makanan dan aksesoris luput dari pengelihatan saya. Sejenak saya beranggapan jika hal itu menguntungkan, bisa tidur tanpa harus terbangun dengan suara pedagang asongan menjajakan dagangan mereka.
Ketika kereta memasuki daerah Kebumen, ada sesuatu yang kurang nyaman yang saya rasakan. Perut lapar, memang sudah waktunya makan fikir ku. Sial, karena beranggapan di kereta banyak pedagang asongan, dari awal saya memang tidak membawa bekal. Akhirnya saya memutuskan untuk menahan lapar tersebut dengan cara memejamkan mata.
Kereta memasuki Stasiun Purwokerto, terdengar suara seorang nenek menawarkan daganganya “pecel.. pecel...” sontak saya terbangun dan tanpa berfikir memanggilnya. “bu, pecelnya satu”. Kala nenek itu mempersiapkan pecel pesanan saya, terbunyi suara pluit yang menandakan kereta harus kembali berangkat. Dengan nada kecewa nenek pun berkata”waduh kereta mau beragkat, dia pun lari terseok-seok tanpa sempat menyelesaikan pecel pesanan saya”. Betapa kecewanya saya kala itu. Mungkin ada ribuan orang bernasib sama dengan saya.
Beberapa waktu kemudian, terlihat beberapa pedagang asongan di giring seorang petugas keamanan kereta. Ternyata saya baru sadar, jika PT KAI membuat aturan baru yang melarang pedagang asongan berjualan di Kereta. Karena sudah tidak tahan dengan rasa lapar, saya terpaksa memesan makanan di resepsionis kereta. Melihat daftar makanan, saya merasa tersentak melihat harga makanan yang terlalu mahal untuk ukuran saya(anak lover Koran yang mencoba kuliah). Untuk sepiring mie goreng saja 18 ribu. Untuk sepiring nasi, harga termurah mencapai 20 ribu.. Akhirnya saya memilih nasi dengan harapan sedikit lebih kenyang. Uang 20 ribu saya rogoh untuk sepiring nasi goreng yang rasanya standar. Sepiring nasi goreng yang harganya setara dengan penghasilan mayoritas penduduk desa. Apakah larangan atas pedagang asongan agar makanan yang dijajakan PT KAI laku? Semoga bukan itu tujuanya.
Dalam perjalanan saya berfikir. Tidak untuk menyesali harga nasi goreng tersebut. Tapi membayangkan nenek penjaja pecel tadi, dan nasib pedagang asongan yang selama ini berjualan di kereta. Dimana sekarang mereka berjualan? Dimana mereka bisa kembali mengais rejeki yang tidak seberapa tersebut? Lantas bagaimana nasib keluarga mereka? Adakah nasi yang bisa di makan? Adakah biaya untuk menyekolahkan anak? Lantas jika anak mereka putus sekolah, sanggupkan anak mereka mengubah kehidupan keluarganya? Jika ada 1000 pedagang asongan di kereta, tidak kurang dari 3000 anak yang terancam masa depanya(asumsi 1 orang memiliki 3 orang anak.
Jika kita mau mengakui, keberadaan pedagang asongan di kereta sagatlah penting. Keberadaanya menciptakan sebuah Simbiosis Mutualisme(saling menguntungkan) dengan para penumpang. Saya pribadi tidak merasa terganggu dengan banyaknya pedagang asongan yang ada di kereta. Saya membutuhkan keberadaan mereka. Ada baiknya jika PT KAI meninjau ulang kebijakan tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.