Skip to main content

Bijak Dalam Masyarakat Heterogen


Memiliki masyarakat yang multikultural seperti Indonesia adalah anugrah Tuhan yang perlu kita syukuri. Di belahan dunia manapun, nyaris tidak ada Negara yang memiliki tingkat keberagaman yang begitu kompleks layaknya Indonesia. Seperti kita ketahui, diantara 17.508 pulau di Indonesia, ada 1.128 suku, 748 bahasa dan 6 agama yang tercantum dalam BPS (Badan Pusat Statistik) hidup secara berdampingan. Tak heran jika semboyan Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika(Berbeda-beda, Tetap Satu Jua)
Keragaman itulah yang membuat bangsa ini terlihat unik dan kerap menjadi perhatian bangsa lain. Kekaguman masyarakat Internasional dengan apa yang ada di Indonesia bukanlah bualan semata. Tokoh-tokoh seperti Clifford Geertz atau van Vollenhoven merupakan ilmuan yang tertarik untuk mengkaji keberagaman Indonesia. Bahkan pada novel otobiografi Ahmad Fuadi yang berjudul Ranah Tiga Warna, ada salah satu adegan yang menarik. Disana di ceritakan bahwa Negara demokrasi sekelas Kanada nyaris pecah hanya karena perbedaan bahasa. Maka kala tokoh Alif Fikri menceritakan bahwa bangsa Indonesia sanggup hidup bersama dengan ribuan suku dan ratusan bahasa, masyarakat Kanada terperangah.

Namun layaknya pisau, keberagaman juga memiliki sisi tajam yang membahayakan keberlangsungan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ke depan. Karena lingkungan yang rawan dengan konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan antar golongan) berpotensi menimbulkan disintegrasi nasional. Terlebih jika kita menengok sejarah, konsep Indonesia(Sabang-Merauke) sejujurnya bukanlah kesepakatan seluruh individu yang ada di Indonesia, melainkan kesepakatan para Founding Fathers. Adanya ideologi bangsa yang bersifat pluralis(Pancasila) mengindikasikan adanya kesadaran, jika Negara yang berdiri di atas tingkat keberagaman yang besar ini sangat rawan dengan konflik sektarian. Akibatnya, jika ideologi Negara sudah ditinggalkan, maka konflik yang berbau SARA hanya menunggu waktu.
Pasca pemerintahan orde baru, banyak pihak menganggap jika pola kehidupan bangsa ini semakin jauh dari nilai-nilai pancasila. Adanya persepsi yang salah dalam memaknai demokrasi semakin memperkeruh situasi. Demokrasi kerap kali dianggap lembaran kosong, akibatnya orang suka berbuat semaunya. Tidak sedikit yang berujung pada perampasan hak dan kehormatan orang lain. Padahal demokrasi adalah lembaran penuh aturan yang mengharuskan kita menghormati hak orang lain. Jiwa toleransi yang menjadi nyawa bagi perdamaian Indonesia tergerus zaman dengan kepentingan-kepentingan kelompok. Hasilnya, sesuatu yang dikhawatirkan para Founding Fathers pun terjadi. Saat ini marak berbagai permasalahan sosial yang berujung pada tindak kekerasan berbentuk konflik SARA dan gerakan separatis di beberapa daerah.
Disisi lain, hingga kini pemerintah pusat tidak memiliki kemampuan dan komitmen kuat dalam meredam gejolak yang meletup di masyarakat. Dalam setiap konflik yang terjadi, pemerintah hanya melakukan kebijakan yang bersifat normatif, untuk tidak mengatakan pernyataan formalitas. Presiden hanya berani menghimbau tanpa pernah memberikan instruksi yang jelas dan tegas. Padahal, seperti yang dikatakan Jusuf kalla, tugas pemerintah adalah memerintah, bukan sekedar menghimbau.
Dalam segi kebijakan mengenai pembagian hasil pembangunan, pemerintah pun memiliki andil dalam menciptakan kecemburuan sosial. Harus di akui, pembangunan masih terpusat di jawa. Ketimpangan infrastruktur antara jawa dengan luar jawa, khususnya bagian timur yang berdampak pada ketimpangan ekonomi disinyalir memberikan andil tersendiri. Munculnya gerakan separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua menjadi bukti dari dampak pembangunan yang tidak merata. Karena bagaimanapun, realitaslah yang menentukan cara berfikir manusia.
Jika berbagai persoalan yang menyangkut konflik keberagaman tidak segera di selesaikan, cepat atau lambat NKRI akan roboh. Seperti yang dikatakan Samuel Huntington, Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi disintegrasi paling besar setelah Yugoslavia dan Uni Soviet pada akhir abad ke-20. Pernyataan tersebut diperkuat dengan ungkapan Clifford Geertz yang memprediksi jika bangsa Indonesia tidak mampu mengelola keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etniknya, maka Indonesia akan berpotensi pecah menjadi negara-negara kecil.
Oleh karenanya, langkah-langkah bijak sangatlah diperlukan. Suka atau tidak, masalah keberagaman berhubungan isu-isu sensitif, seperti SARA. Dan dalam menanganinya, diperlukan langkah dan proses yang berkesinambungan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara: Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah dalam hal pemerataan hasil pembangunan di segala bidang, karena permasalahan yang ditimbulkan karena perbedaan budaya merupakan masalah politis.
Kedua, menanamkan sikap toleransi dan saling menghormati mengenai perbedaan budaya. Langkah teknisnya bisa dilakukan melalui pendidikan multikultural dan pluralitas, baik di jenjang pendidikan formal maupun non-formal. Sejak dini, perlu ditanamkan dalam generasi muda akan nilai-nilai kebersamaan, jiwa toleransi dan solidaritas sosial, sehingga mampu menghargai setiap perbedaan secara tulus, komunikatif dan terbuka tanpa rasa saling curiga. Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan multikultur tidak sebatas menanamkan nilai-nilai keberagaman, namum juga memperkuat nilai kebersamaan yang dijadikan pijakan dan padangan hidup bersama.

Comments

Anonymous said…
i love indolovers,, like your post fol..

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.