Skip to main content

Pengusutan Cebongan Butuh Keterbukaan

Peristiwa penyerbuan berdarah yang terjadi di Lembaga Permasyarakatan(Lapas) Cebongan Sleman hampir menginjak usia dua minggu . Tapi hingga kini, pihak peyidik-baik dari Komnas HAM maupun Polri belum menemukan titik terang terkait siapa dalang dibalik pembantaian tersebut.
Jika kondisi ini tidak segera mengalami perubahan, perlahan kasus ini akan luput dari perhatian masyarakat dan media. Akibatnya, tragedi memperihatinkan itu akan lapuk termakan waktu tanpa ada penyelesaian yang jelas. Dan itu bukanlah hal yang baik untuk keberlangsungan bangsa ini. Mungkin saja ke depan masyarakat akan memandang kasus-kasus sejenis sebagai sesuatu yang biasa.

Sejarah mencatat, telah begitu banyak kasus kekerasan yang menjurus pada pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak terselesaikan secara tuntas. Mulai dari pembantaian legal terhadap jutaan manusia yang dituduh PKI, Tragedi Trisakti dan Jembatan Semanggi saat Reformasi 98, pembantaian aparat terhadap kaum separatis di Papua, hingga aksi penyiksaan yang dilakukan Densus 88 terhadap kelompok tertuduh teroris yang ramai dibicarakan beberapa waktu lalu. Jika kasus cebongan ini tidak tuntas, maka bertambahlah tragedi kemanusiaan yang tidak mampu diselesaikan bangsa ini.
Mengacu pada pernyataan mantan Jendral Purnawirawan Wiranto yang hanya butuh satu hari dalam mengusut kasus cebongan, angka dua minggu menunjukan lemahnya komitmen pemerintah untuk mengusut kasus tersebut. Sebagai seorang yang telah lama bergelut dalam dunia aparat keamanan, ucapan Wiranto tentu tidak berangkat dari sesuatu yang kosong, melainkan ucapan yang berlandaskan pada segudang pengalaman yang telah dia lalui.
Upaya Komnas HAM untuk menyelidiki kasus tersebut sangatlah tepat, mengingat kredibelitas aparat saat ini sangatlah buruk. Tapi sayang, dengan dalih persoalan administrasi, TNI justru memperlihatkan perilaku tertutup terhadap Komnas HAM. Jika TNI memang menganggap kasus ini sebagai persoalan penting, mendobrak prosedur administrasi bukanlah kesalahan besar. Sebagai institusi yang “tertuduh” publik dalam kasus ini, TNI seyogyanya bersifat terbuka jika memang tidak terlibat. Tentara harus tampil berani di depan masyarakat.
Adanya wacana untuk menurunkan Densus 88 dalam mengusut persoalan ini tak lebih dari pencitraan belaka. Selama semua pihak tidak bersifat terbuka, sekelas CIA pun akan kesulitan untuk mengusutnya. Persoalanya sekarang adalah mau atau tidak persoalan tersebut dituntaskan?
Dalam kondisi yang serba buntu ini, diperlukan ketegasan dan komitmen seorang Presiden. Sayangnya hingga kini SBY hanya sebatas melontarkan pernyataan yang berbersifat normatif, tanpa ada instruksi yang jelas. Padahal Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan instruksi secara gamblang(memerintah). Seperti yang di katakan Jusuf Kalla, tugas pemerintah adalah memerintah, bukan sekedar menghimbau.

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.