OLEH : FOLLY AKBAR
Loyalitas dan kesetiaan warga lereng merapi sungguh luar biasa, keganasan erupsi merapi yang sering meluluh-lantakan wilayah mereka tidak mengurungkan keteguhan hati mereka untuk tetap tinggal di lereng merapi. Kali ini ujian kesetiaan mereka kembali diuji, ditengah renovasi akibat erupsi 2010 lalu yang masih terbengkalai, gunung teraktif di dunia tersebut dikabarkan akan menemui janjinya kembali.
Dalam kondisi ini, kita tidak bisa menyalahkan kecintaan masyarakat terhadap daerah mereka. Apalagi secara terang-terangan masyarakat mengungkapkan rasa ketidakberatan meski sewaktu-waktu bahaya merapi mengancam. Karena bagi mereka, merapi adalah kerabat yang sudah menjadi bagian hidup mereka. Bahkan selama bertahun-tahun kehidupan mereka di topag kesuburan lereng merapi.
Kondisi ini tidak berarti menggugurkan tugas pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Tapi pemerintah dituntut bijak dalam menyikapinya, menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat bahwa ada kalanya merapi tidak bersahabat bagi masyarakat menjadi hal yang perlu. Pahitnya erupsi 2010 lalu yang turut mewafatkan mbah maridjan harus dijadikan pelajaran. Jika merapi tega mewafatkan juru kuncinya, apalagi masyarakat biasa. Itu hal yang perlu ditanamkan pemerintah kepada masyarakat. Artinya ketika kondisi sudah berbahaya, apapun caranya pemerintah harus mampu mengevakuasi masyarakat.
Disatu sisi, pemerintah harus mampu menyediakan tempat evakuasi yang layak bagi korban. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat tentu enggan berlama-lama bermukim pada tempat yang tidak nyaman. Satu hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan pengamanan terhadap harta yang korban tinggalkan di rumah. Karena pengalaman tahun lalu, banyak oknum tidak bertanggung jawab yang menjarah harta yang ditinggalkan.
Jika dua hal tersebut tidak mampu di penuhi pemerintah, jangan heran jika masyarakat enggan di evakuasi dan lebih memilih tinggal di rumah mereka. Intinya butuh ketelatenan pihak-pihak terkait dalam menghadapi problem ini.
Hakikatnya erupsi gunung merapi merupakan bencana yang relatif lebih mudah diantisipasi, mengingat bukan peristiwa yang datang datang secara tiba-tiba. Jauh-jauh hari sebelum kejadian, gejala-gejala erupsi sudah mampu dibaca secara keilmuann. Beda halnya dengan gempa bumi atau tsunami yang terjadi secara spontanitas. Jadi yang menentukan jumlah korban adalah cepat atau lambatnya antisipasi dilakukan.
Diluar itu semua, tentu kita berharap gunung merapi tidak lagi menepati janjinya. Semoga.
Comments