OLEH : FOLLY AKBAR
Menjadi mahasiswa yang ideal merupakan dambaan semua mahasiswa dimanapun dia berada. Selama ini, indikasi mahasiswa yang ideal adalah mahasiswa yang berprestasi dalam hal akademisi, militan dalam berorganisasi dan tanggap dengan penderitaan rakyat yang tertindas sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai golongan terdidik.
Tapi mayoritas mahasiswa saat ini merasa skeptis dan merasa bahwa semua itu mustahil untuk terwujud. Yang ada dibenak mereka adalah, jika harus berprestasi dalam hal akademik maka tinggalkan jauh-jauh kesibukan organisasi dan fokus berkonsentrasi dalam belajar. Bagitupun sebaliknya, jika ingin militan di organisasi maka harus mengesampingkan tugas akademik.
Tapi asumsi itu hakikatnya telah terbantahkan sejak puluhan tahun yang lalu. Tentu kita kenal sosok Soe Hok Gie, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jika kita lihat sepak terjangnya yang tercatat dalam buku harianya, tentu kita sepakat bahwa Soe Hok Gie layak disebut mahasiswa yang ideal.
Dalam hal akademisi Soe Hok Gie adalah mahasiswa yang pandai. Hobinya membaca buku, berdiskusi lalu membedah film, tentu kita dapat menggambarkan kemapanan intelektualnya. Bahkan dalam buku-buku maupun film tentang Soe Hok Gie, kepandaianya sudah tampak sejak dia masih SD. Hal ini bisa kita lihat dalam sebuah adegan ketika dia memprotes gurunya tentang masalah karangan sastra.
Lalu dalam hal organisasi, Soe Hok Gie sangatlah militan. Bahkan dia merupakan salah seorang perintis organisasi MAPALA(mahasiswa pecinta alam) Universitas Indonesia, organisasi yang kini banyak ditiru di setiap universitas di Indonesia. Bahkan dalam buku “Soe Hok Gie biografi sang demonstran(Muhhammad Rifa’i:2010)” dikatakan bahwa dia juga pernah ikut dalam organisasi bawah tanah PSI melalui GMS dan gerakan pembaharuan yang dikomandoi Soemitro. Bahkan Soe Hok Gie tercatat pernah menjabat senat mahasiswa Fakultas Sastra UI selama dua periode
Selanjutnya dalam hal kepekaanya melihat kondisi sosial masyarakat, sosok Seo Hok Gie tak perlu kita tanyakan, sebab karna hal itulah dia mampu mencatatkan namanya dalam tinta emas sejarah gerakan mahasiswa. Kekritisanya yang turut berperan dalam menumbangkan pemerintahan Soekarno merupakan bentuk riil kepedulianya terhadap negara. Bahkan konfrontasi kekritisanya tidak hanya vertikal ke pemerintah melainkan juga horizontal terhadap pemerintahan mahasiswa di kampusnya.
Dari contoh di atas tergambarkan bagaimana Soe Hok Gie mampu membuktikan sesuatu yang kita anggap mustahil yakni mengkaloborasikan belajar, berorganisasi dan kritis terhadap masalah sosial. Lalu apa rahasia Soe Hok Gie? Dalam catatanya dia mengatakan “tugas dari gerakan mahasiswa adalah mengkritisi, melawan dan meruntuhkan rezim otoriter. Setelah pemerintah baru yang menjanjikan perubahan bentuk telah berdiri, maka mahasiswa harus kembali ke kampus untuk belajar dan menyelesaikan studinya”.
Benang merah yang dapat kita tarik dari perkataan Soe Hok Gie adalah bagaimana seorang mahasiswa harus pandai-padai menempatkan diri dan proporsional dalam melakukan aksinya. Bahasa kasarnya adalah jika keadaan negara darurat maka tinggalkan kampus, tapi setelah negara kondusif maka kembalilah ke kampus. Dengan demikian, keseimbangan antara tugasnya sebagai pelajar serta tugasnya sebagai agent of change dapat berkesinambungan tanpa harus mengorbankan salah satunya.
Untuk menjadi mahasiswa ideal? Tampaknya kita perlu mencontoh resep yang ditawarkan Seo Hok Gie.
Comments