Indonesia mengawali tahun 2012 dengan catatan-catatan negatif. Sehari pasca kekalahan timnas U-21 di tangan tim gurem Myanmar, sempurna sudah kegagalan Timnas Indonesia dalam ajang Pra-Piala Dunia(PPD) 2014. Setelah lima kekalahan secara berturut-turut, pertandingan terakhir ditutupnya dengan kebobolan 10 gol tanpa balas. Sehingga lapor timnas PPD adalah 6 kali kalah dengan total kemasukan 26 kali dan hanya mencetak 3 gol. Sebagai pecinta sepak bola tanah air, melihat fakta ini membuat perasaan kita bermacam-macam rasa, ada sedih, malu dan kesal.
Sedih karena impian kita melihat Timnas Indonesia tampil di piala dunia harus kembali tertunda hingga “entah kapan”. Rasa malu sendiri menjadi hal lumrah yang dirasakan anak bangsa ketika negaranya dikalahkan negara lain dengan mengenaskan. Dan rasa kesal timbul akibat ulah PSSI yang ceroboh dengan mengirim tim amatir tanpa memperhatikan harga diri 250 juta masyarakat Indonesia yang mereka pertaruhkan.
Keputusan mengirimkan timnas U-23 melawan bahrain sendiri bisa dikatakan keputusan yang terpaksa akibat minimnya pemain berkualitas yang ada di kompetisi IPL, mengingat PSSI tidak meridhoi pemain ISL membela timnas. Dengan dikirimnya pemain muda, tentu PSSI bisa mengkambing hitamkan hal tersebut andai Indonesia kalah telak dari Bahrain. Beda halnya jika PSSI mengirim timnas senior versi IPL, tentu akan sulit bagi PSSI untuk berkilah andai timnas kalah telak. Yang ada justru semakin menampakan kualitas IPL yang terbukti memprihatinkan. Gengsi negara pun terjual demi gengsi kelompok.
Berbicara masalah gengsi negara, tentu kita ingat Presiden Soekarno. Soekarno adalah sosok pemimpin yang menjunjung nama baik(branding) negara apapun alasanya. Baginya nama baik Indonesia adalah hal yang wajib diperjuangkanya. Tentu kita ingat perkataan soekarno ketika malaysia mengusik masyarakat kalimantan. Dalam orasinya dia mengatakan “Kita malu itu biasa, kita lapar pun biasa. Tapi jika kita malu dan lapar karena malaysia?? Kurang ajar. Kita terjunken telawan kita dikalimantan bagian utara. Kita ganyang malaysia.”Andai presiden kita masih seperti Soekarno, akan sangat mungkin apa yang dilakukan Djohar Arifin cs akan mendapat teguran keras dari Seokarno.
Butuh Pemain ISL
Kini PSSI harus mengakui, bahwa Indonesia membutuhkan seluruh putra terbaiknya. Kiprah pemain IPL sudah tidak bisa diharapkan kembali. Kekalahan 10 gol sudah menjadi bukti riil bahwa Indonesia tak memiliki taring tanpa pemain ISL. Meskipun kemungkinan tetap kalah, andai dengan kekuatan penuh(IPL dan ISL) penulis yakin kita tidak akan kemasukan lebih dari 5 gol. Harus kita akui dan sadari bahwa kualitas kompetisi IPL tidak sebaik ISL. Dan secara teori, kualitas kompetisi yang kurang baik akan menurunkan kualitas pemain yang tentunya akan berdampak negatif bagi tim nasional.
Kita bisa mengambil contoh apa yang di alami juventus ketika degradasi ke Seri B akibat kasus calciopoli. Kualitas pemain juventus turun drastis ketika bermain di kompetisi yang kurang berkualitas. Hasilnya ketika juventus kembali ke Seri A, butuh 2 tahun bagi juventus untuk kembali ke jalur juara seperti saat ini.
Jika PSSI tidak segera merangkul klub ISL, sudah selayaknya kita turunkan rezim Djohar Arifin. Banyaknya kemunduran dan timbulnya perpecahan kompetisi sudah cukup menjadi bukti bahwa djohar arifin sudah tidak layak memimpin PSSI.
"Tulisan ini pernah di muat di rubik Oposan Tabloid Bola edisi Senin-Rabu 5-7 Maret 2012"
"Tulisan ini pernah di muat di rubik Oposan Tabloid Bola edisi Senin-Rabu 5-7 Maret 2012"
Comments