Siang tadi, Jumat 23 Maret 2012 saya bersama salah seorang kawan saya berputar malioboro, kawasan yang konon melahirkan banyak seniman puluhan tahun yang lalu. Sejauh mata memandang, saya tidak menemukan tempat atau aktivitas para seniman jogja. Yang terlihat hanya potret masyarakat jogja dan indonesia pada umumnya.
Bangunan berjejer, dengan desain modern merupakan potret malioboro saat ini. Bangunan cagar budaya perlahan tergerus derasnya kapitalisme yang jeli memanfaatkan potensi kawasan malioboro yang mendunia. Tampak buruh kita yang bekerja penuh keringat untuk memperkaya kapitalis yang mungkin cuma ongkang-ongkang kaki di teras depan rumahnya yang seperti istana. Dalam hati saya berfikir, ternyata kapitalisme lebih kejam dibanding feodalisme.
Dalam setiap langkah kaki, saya hanya termenung melihat bangsa ku dalam kondisi yang kritis. Ada orang meminta-minta dalam kepayahan, ada pula yang meminta dalam kecerian. Tampak wisatawan terganggu dengan tingkah mereka, ada juga yang berbesar hati memberi alakadarnya. Hmmm... mungkinkah bangsa ini lepas dari ketimpangan sosial? semoga...
Ada pula pedagang yang termenung menanti pembeli yang tak kunjung datang, padahal mall di depanya tidak pernah surut pengunjungnya. Adakah keadilan ketika pedagang kecil harus bersaing dengan pemodal besar yang menawarkan fasilitas yang bersh dan nyaman? ahhhh.... kapitalisme assu.....
Sedih melihat bangsa ku terjajah dalam tanah airnya, ingin rasanya mencabik muka kapital yang ongkang kaki.
Bangunan berjejer, dengan desain modern merupakan potret malioboro saat ini. Bangunan cagar budaya perlahan tergerus derasnya kapitalisme yang jeli memanfaatkan potensi kawasan malioboro yang mendunia. Tampak buruh kita yang bekerja penuh keringat untuk memperkaya kapitalis yang mungkin cuma ongkang-ongkang kaki di teras depan rumahnya yang seperti istana. Dalam hati saya berfikir, ternyata kapitalisme lebih kejam dibanding feodalisme.
Dalam setiap langkah kaki, saya hanya termenung melihat bangsa ku dalam kondisi yang kritis. Ada orang meminta-minta dalam kepayahan, ada pula yang meminta dalam kecerian. Tampak wisatawan terganggu dengan tingkah mereka, ada juga yang berbesar hati memberi alakadarnya. Hmmm... mungkinkah bangsa ini lepas dari ketimpangan sosial? semoga...
Ada pula pedagang yang termenung menanti pembeli yang tak kunjung datang, padahal mall di depanya tidak pernah surut pengunjungnya. Adakah keadilan ketika pedagang kecil harus bersaing dengan pemodal besar yang menawarkan fasilitas yang bersh dan nyaman? ahhhh.... kapitalisme assu.....
Sedih melihat bangsa ku terjajah dalam tanah airnya, ingin rasanya mencabik muka kapital yang ongkang kaki.
Comments