Dalam
etikanya, sabdatama tidak bisa serta merta diucapkan raja mataram. Ketika Sri
Sultan HB X mengucapkanya beberapa hari lalu, itu artinya ada sesuatu yang
dirasa penting untuk segera diselesaikan. Dalam catatan sejarah, sabdatama yang
diucapkan Sri Sultan HB X kemarin merupakan sabdatama kedua setelah sebelumnya
pernah dilakukan oleh Sri Sultan HB IX.
Secara
essensi, sabdatama keduanya memiliki maksud dan tujuan yang sama yakni
menjelaskan posisi bumi mataram. Sabdatama
yang dilakukan sultan dirasa datang di waktu yang tepat. Peristiwa
syakral itu dilakukan sultan HB IX sebagai bentuk sikap tegas keraton menanggapi
berlarut-larutnya pembahasan RUUK.
Jika kita
menengok dari isi sabdatama tersebut, tampak jelas bahwa keistimewaan dan
penetapan bagi DIY merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar. Posisi Kraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Paku
Alaman sebagai dwitunggal yang merdeka dan memiliki tatanan sendiri menjadi
alasan paling rasional. Meskipun demikian, dengan kebijaksanaanya sultan
menegasakan bahwa negri ngayogyakarto tetap akan mendukung NKRI.
Jika kita menelisik
lebih dalam isi sabdatama tersebut, ada sebuah kemungkinan terburuk yang bisa
terjadi yakni merdekanya yogyakarta sebagai negara. Sebagai putra bangsa, tentu
kita tidak mengharapkan jika NKRI retak. Jika itu terjadi, maka pemerintah SBY yang
harus bertanggung jawab terhadap rakyat indonesia saat ini dan yang akan
datang. Andaikan pemerintah mamahami sejarah, Negri mataram sudah berdiri jauh
sebelum lahirnya NKRI, artinya pemerintah pusat sebagai perwujudan dari negri
yang baru tidak pantas mengintervensi negri mataram terlalu jauh.
Selama ini pemerintah
pusat menginginkan demokrasi hadir di bumi mataram, lalu demokrasi yang seperti
apa? Bukankah mayoritas rakyat yogyakarta menghendaki penetapan. Artinya jika
pemerintah menolak penetapan sama saja membunuh kesyakralan suara rakyat dalam
sistem demokrasi.
Demokrasi dalam arti
luas tidak hanya diartikan sebagai pemilihan(dibaca:voting), melainkan sebagai
sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan
rakyat yogyakarta telah memilih sultan sebagai pemegang pemerintahan yang sah.
Artinya selama penetapan itu merupakan kehendak rakyat, maka itu tidak
melanggar prinsip demokrasi.
Sudah saatnya pemerintah
pusat meninggalkan kepentingan mereka demi lestarinya NKRI. Jangan pernah
menganggap penetapan di DIY sebagai noda dalam demokrasi indonesia, tapi
jadikan sebagai warna indah demokrasi indonesia.
Comments
Titikan dalem yg berhak keprajan,,,,, sebagai rakyat Jogja kita patut bangga bahwa Raja (ngersa dalem) panutan kita masih menjunjung tinggi "paugeran yang digariskan oleh para leluhur" tidak memiliki rasa milik yg bukan hak nya dan meyakinkan mendarma bhaktikan hidupnya terhadap kemasylahatan rakyat Indonesia,,,,,kita tunggu saja "lilo legowo" Ngarsa Dalem untuk menindak lanjuti "sabda tama",,,,insya Allah indonesia menjadi "Kakang Kuasa" bukan hanya "Adi Kuasa" didunia ini.....