Skip to main content

Menyorot Dakwah FPI


Akhir-akhir ini Fornt Pembela Islam(FPI) yang diketuai Habib Rizieq Shihab kembali menjadi sorotan publik di berbagai daerah. Penolakan beberapa masyarakat Kalimantan Tengah terhadap kedatangan pengurus pusat menuai tanda tanya. Ironis memang, sebagai kelompok yang mengklaim dirinya sebagai pejuang kebenaran ternyata kedatanganya tidak diharapkan masyarakat setempat. Apakah peristiwa tersebut menjadi puncak gunung es dari keresahan masyarakat terhadap FPI? Kejadian ini merupakan ajang introspeksi diri bagi FPI dan pihak terkait.
Rasa keberatan masyarakat pun beralasan, selama ini FPI identik dengan kekerasan dalam menjalankan aktivitas dakwahnya. Sepak terjang ormas yang dikenal garang tersebut memang menuai kontroversi pro dan kontra di masyarakat. Dalam data Polri, tercatat 29 kasus pada tahun 2010 dan 5 kasus ditahun 2011 yang mengatasnamakan FPI. Amatlah disayangkan, niat mulia yang diusung FPI tidak dikemas dengan kemasan yang baik. Ibarat makanan, FPI adalah makanan sehat yang di bungkus dengan kemasan yang kurang bagus, hingga masyarakat enggan membelinya.
Caranya dalam menumpas kejahatan dianggap terlalu radikal oleh sebagian masyarakat, mengakibatkan beberapa kali FPI bersengketa dengan beberapa kelompok mulai dari pemerintah, beberapa organisasi hingga masyarakat yang bersebrangan denganya. Tak heran ketika terjadi kasus penolakan FPI di kalteng, beberapa pihak langsung turut mengkritisi dan menyorot kinerja FPI tak terkecuali presiden SBY. Bahkan di situs jejaring sosial(fecabook) telah banyak komunitas yang mengklaim anti FPI.
Sebagai manusia, fitrah kita tentu menyukai hal-hal yang baik dan risih dengan kejahatan(kemaksiatan). Tentu kita sepakat dan apresiasi jika ada kelompok-kelompok yang berjuang menghilangkan kemaksiatan di dunia ini. Tapi apakah relevan jika usaha menumpas kemaksiatan dilakukan dengan cara kekerasan yang anarkis. Bukankah menyerang orang lain dengan kekerasanpun sebuah kejahatan? Apalagi jika kita berkaca dimana kita berada? Ya kita berada dalam sebuah negara hukum yang menjungjung tinggi nilai demokrasi dan HAM.
Memanglah benar jika dalam negara demokrasi undang-undang menghalalkan setiap warga negara menyuarakan aspirasinya. Namun demokrasi bukanlah lembaran kosong, melainkan lembaran yang penuh aturan, etika dan tata tertib. Dalam sistem demokrasi, anarkis adalah cara beraspirasi yang diharamkan, aspirasi harus dibungkus dengan damai dan menghormati kedaulatan manusia lainya.
Disini penulis tidak bermaksud untuk menyalahkan ataupun menghakimi, melainkan sedikit memberikan pandangan berbeda demi kebaikan kita semua. Jika kita teliti, ada beberapa prinsip dasar FPI yang memiliki celah untuk dikritisi karena menyalahi prinsip dasar islam itu sendiri. Islam adalah agama yang turun untuk memberikan rahmat bagi manusia(rahmatan lilalamin). Islam dibawa untuk misi perdamaian dunia, bukan untuk menebar kekerasan dan permusuhan. Bahkan kekerasan dalam islam hanya diperbolehkan untuk mempertahankan diri, bukan untuk menyerang, itupun dengan banyak sekali catatan.
Lalu jika kita pandang dari sudut dakwah islam, langkah FPI selama ini menyalahi prinsip dasar dakwah islam itu sendiri. Islam memang mewajibkan umatnya untuk amar ma’ruf nahi mungkar yakni menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tapi ingat, semua harus dilakukan dengan hikmah(hal yang baik), kalaupun mereka enggan dan mendebat seruan kita, maka kita wajib mendebatnya dengan jawaban yang baik. Karena hakikatnya tidak ada paksaan dalam islam, kewajiban kita hanya menyeru. Diterima atau tidak seruan kita, itu kembali ke pribadi masing-masing mereka.
Hal-hal di atas tampaknya perlu dijadikan pertimbangan kembali bagi FPI selanjutnya. Karena jika tidak ada perbaikan, perilaku tersebut justru mencoreng citra islam yang hakikatnya membawa kedamaian. Fakta ini tentu merugikan umat islam yang lainya. Meskipun dalam wacananya penolakan warga kalteng bukan disebabkan sentimen agama, tapi apa salahnya jika kita jadikan peristiwa itu sebagai ajang introspeksi.
Disisi lain masyarakatpun harus segera sadar, untuk tidak melakukan aktivitas kemaksiatan. Hal yang sama harus dilakukan pemerintah, aparat negara harus kembali menegakan hukum dan nilai moral dinegara ini, tertibkan perilaku tidak baik yang kerap dilakukan masyarakat, karena dalam pepatah dikatakan “tidak ada asap jika tidak ada api”. FPI tentu tidak akan melakukan tindakan-tindakan penggerebegan jika tidak ada perilaku masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan. Karena selama ini, prinsip yang dijalankan FPI adalah selama pemerintah tidak tidak mampu menertibkan perilaku masyarakat, maka disitu FPI akan turun.
Sebagai langkah bijaknya, semua peristiwa yang terjadi sudah sepatutnya kita jadikan bahan introspeksi kita bersama mulai dari masyarakat, pemerintah dan pengurus FPI itu sendiri untuk terus memperbaiki kekurangan yang ada.
Dimuat Harian Jawapos-Radar Jogja dalam Rubik Ruang Publik Edisi Jumat 24 Februari 2012

Comments

Popular posts from this blog

Menyiapkan Ikan Arwana untuk Kontes Ala Iseereds Jakarta

Bibit Ikan Arwana Iseereds Jakarta foto Fedrik/Jawa Pos Setiap kontestasi selalu menuntut lebih untuk menjadi yang terbaik. Pun sama halnya dengan arwana super-red. Mempersiapkan mereka agar siap ”diadu” membutuhkan atensi, waktu, dan modal jauh lebih besar daripada untuk sekadar pajangan. --- ADA serangkaian proses dan tahapan yang wajib dilalui dalam menyiapkan arwana kontes. Karena sifatnya wajib, satu proses saja yang tidak maksimal hampir dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pendiri Iseereds Jakarta Michael Leonard memaparkan, proses melahirkan arwana super-red jempolan bahkan harus dimulai sejak pemilihan bibit. Biasanya, para pemburu mencari bibit dengan anatomi bagus dan seunik mungkin. Misalnya, kepala dengan kontur sendok yang sempurna. Kemudian sirip dayung yang panjang hingga ekor besar yang memunculkan aura gagah. ”Masalahnya, hunting ikan dengan anatomi bagus itu nggak gampang. Karena orang sudah rebutan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara,

Hadits-hadits Dakwah

  Kewajiban Dakwah 1)       مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم) “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya” 2)       مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ . ( وراه صحيح مسلم) Rasulullah pernah bersabda: “ Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman ” HUKUM BERDAKWAH 1)       اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ )  (رواه البخارى) “Aj

Ayat dan Hadits Tentang Komunikasi Efektif

Bab I Pendahuluan Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).  Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.